Kay menatap rumah tempat tinggalnya selama 17 tahun, kenapa harus pindah? kenapa harus pergi meninggalkan rumah ini? aku benci! batinnya. Kay seolah tak terima kalau mereka sekeluarga harus pindah dari rumah kenangan itu dan pulang kembali ke Indonesia tempat Ayah Kay berasal.
"Ayo kita pergi Kay. Kita harus ke bandara agar tak ketinggalan pesawat." Seorang perempuan berwajah bule menepuk lembut bahu Kay yang pandangannya hanya terfokus ke rumah kenangan itu. Rumah berasitektur kayu dengan cat biru laut yang menjadi rumah kenangan bagi Kay dan keluarganya.
"Bunda ... apa kita semua harus pindah ke Indonesia? Kay lebih suka di sini. Sekolah Di Amerika lebih menyenangkan daripada di Indonesia. Lagipula Kay hanya perlu setahun saja untuk sekolah dan berniat ingin kuliah di Harvard atau Boston saja ..." Kay berusaha protes pada Bunda namun nampaknya itu tak berhasil.
"Ayah dipindahkan ke Jogjakarta oleh pihak bank dan mau tak mau kita harus pindah Kay. Kamu juga harus paham kalau Ayah tak punya pilihan lain selain kembali ke Indonesia. Jogjakarta juga merupakan tanah kelahiran Ayah. " Seorang pria paruh baya dengan rambut yang sudah sedikit beruban menjawab perkataan Kay dari balik kemudi.
"Tapi Yah, Kay ..."
"Ayah tahu berat bagimu untuk pergi dari sini tapi beginilah adanya. Kita harus kembali."
Kay terdiam lalu kembali memandang rumah kenangan itu. Rumah yang selama ini menjadi saksi bisu kenangan indah selama tinggal di Amerika.
"Hati-hati di jalan Kay. Jangan khawatir, aku akan menjaga rumah ini sampai kamu kembali." Suara seorang gadis bule cantik dengan rambut blonde bergaun merah marun, mengintip dari balik jendela dan berbisik lembut tepat di telinga Kay.
"Thank you Eliza." gumam Kay sambil menatap Eliza yang terlihat tersenyum ke arahnya lalu menghilang dari balik jendela. Aku pasti kembali ke rumah ini, PASTI! batin Kay.
Hari itu menjadi hari yang tak akan terlupakan bagi Kay. Hari dimana dia harus memulai hidup baru di Indonesia.
Amerika menjadi negara yang sangat berarti bagi Kay karena dia dan adiknya, Sara lahir dan dibesarkan di Amerika. Tumbuh besar di negeri adidaya tak membuat Kay lupa akan Indonesia. Kay dan Sara terlahir dari Ibu yang berkewarganegaraan Amerika dan Ayah yang berkewarganegaraan Indonesia. Kay dan Sara juga sangat fasih berbahasa Indonesia.
Dunia Kay adalah dunia dimana hanya dia dan mungkin segelintir orang yang akan memahaminya. Sejak kecil Kay bisa melihat hal tak kasatmata dan Eliza menjadi teman tak kasatmata pertamanya. Eliza, hantu cantik berkulit putih pucat dengan tubuh semampai dan wajah bule ini sudah menghuni rumah kenangan selama ratusan tahun. Rumah itu disebut rumah kenangan karena terlalu banyak kenangan di rumah itu. Eliza lah tempat curhat Kay selama ini.
"Ah rumah kayu lagi. Pasti ada penunggunya. Semoga saja ramah seperti Eliza dan tak ada satupun gerbang gaib yang terbuka di sekitar sini!" Gumam Kay ketika menginjakkan kaki di depan rumah baru mereka di Jogja.
"Hah apa katamu Kay?" Ayah menatap Kay dengan bingung dan hanya dijawab Kay dengan senyum simpul dan langsung berlari masuk ke dalam rumah.
Rumah yang ditempati Kay dan keluarganya terbuat dari kayu dan berasitektur jawa yang khas dengan ornament ukiran khas Jogja. Rumah luas dengan kebun jeruk dan apel itu akan menjadi tempat tinggal Kay dan keluarganya. Kay berjalan pelan memasuki rumah barunya.
"Hai Kay!" Sesosok anak kecil berlarian menembus dinding rumah dan mengagetkan Kay. Kay mengelus dada dan pura-pura tak melihatnya.
"Albert tahu kalau Kay bisa lihat. Jadi jangan pura-pura tak bisa melihat Albert." Anak kecil berambut cokelat berkemeja putih bercorak hitam dengan celana hitam pendek itu menatap Kay dengan pandangan senang.
"Kok kamu tahu namaku? Namamu Albert?"
"Iya, mama yang ngasih tahu nama kamu. Aku sudah melihatmu sejak kalian datang dengan mobil di halaman rumah. Namaku Albert Christian... senang berkenalan denganmu, Kay."
"Kamu Londo? Soalnya kamu tak terlihat seperti pribumi." Kay bertanya dengan rasa penasaran sambil matanya menatap sosok perempuan cantik, berambut cokelat bergaun putih berdiri di sudut rumah. Perempuan itu balas menatap Kay lalu tersenyum.
"Iya, dan Itu Ibu Albert. Namanya Aline. Kami sudah lama tinggal di rumah ini..." Albert langsung berlari memeluk perempuan itu lalu mereka menghilang begitu saja.
Kay menatap takjub dua sosok itu. Ketika hantu menghilang semuanya masih terasa menakjubkan baginya. Dan Kay akan memulai kenangan baru di rumah ini dengan seluruh keluarganya. Kenangan yang mungkin tak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerbang Gaib
HorrorTerbukanya gerbang gaib yang bisa mengantar beberapa orang yang memiliki kemampuan melihat hal tak kasatmata ke alam gaib. Percayakah kamu kalau gerbang gaib itu benar-benar ada?