Aku Akan Melindungimu

894 45 10
                                    

Dimas mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Hari sudah semakin siang dan lumayan panas. Tak peduli apapun yang terjadi, hari ini semua urusan mereka dengan iblis harus selesai. Naina menatap wajah Kay yang terlihat kelelahan. Sepanjang perjalanan menuju pantai, Agnes hanya terdiam.

"Setelah abu itu dibuang ke pantai. Neneknya yang koma akan meninggal." Albert berbisik pada Kay. Kay terdiam dan hanya menatap Albert yang duduk disebelahnya. Dimas terlihat berkonsentrasi penuh saat menyetir sehingga tak mendengar celotehan Albert.

"Kamu yakin? Kata siapa?" Kay berbicara setengah berbisik.

"Mama bilang gitu. Mama ada di sekitar kita dengan Teh Ayu, mengawasi kamu dan yang lainnya." Jawabnya dengan santai.

"Ayu?" Kay mengerutkan alisnya. Albert tersenyum melihat Kay.

"Iya. Dayang ratu itu..." Belum selesai Albert bicara, Kay langsung mengangguk paham. Matanya menatap ke depan lalu menghela napas beberapa kali. Kay kembali menatap kaca depan mobil dan melihat Naina serta Agnes tertidur lelap. Mereka berdua terlihat lelah. Dimas yang awalnya ingin memutar musik, mengindahkannya dan memilih konsentrasi menyetir.

Tiba-tiba mobil terguncang hebat dan membuat semua orang berteriak histeris. Mobil mulai oleng karena kecepatan yang cukup tinggi saat mengemudi namun Dimas berusaha mengendalikan setirnya dan menekan rem. Untungnya semua baik-baik saja dan mobil bisa berhenti saat rem diinjak. Semua orang keluar dari mobil. Agnes dan Naina terlihat sedikit syok. Kay dan Dimas memeriksa keadaan mobil. Tiga ban mobil pecah dan tentunya mobil tak bisa digunakan untuk sementara waktu.

"Aneh, kok bisa kempes gini bannya? tadi sebelumm berangkat semua baik-baik saja. Gak ada pakunya padahal." Dimas memeriksa ban depan mobil yang sangat kempes. Wajahnya terlihat bingung. Begitu juga dengan Kay.

"Kay, kalian jalan kaki saja. Telp Supir ayahmu, Pak Karto biar beliau yang bawa mobil Dimas. Pantainya kan deket. Sekalian ntar beli kelapa muda buat Agnes dan Naina minum." Aline muncul tiba-tiba dan berdiri disamping Kay yang sibuk memandang ban kempes dengan Dimas.

"Ah iya, akan kami lakukan. Pantainya juga dekat." Kay mengambil ponsel disakunya lalu mengirim teks untuk mengambil mobil Dimas kepada Pak Karto.

"Naina, Agnes ayo kita jalan kaki. Biar sehat." Dimas memanggil Agnes dan Naina lalu mereka berjalan kaki menuju pantai.

Jarak antara pantai dan mobil Dimas yang bermasalah tak begitu jauh. Hanya perlu berjalan kaki lima belas menit. Untunglah Kay sudah sering olahraga terutama lari dan pergi ke gym sehingga dia tak bermasalah jika harus jalan kaki. Dimas juga terlihat santai dan menikmati perjalanan mereka dengan jalan sehat. Berbeda dengan Agnes dan Naina yang terlihat kelelahan.

"Itu pantainya. Ayo lari!" Kay langsung berlari saat mendengar suara debur ombak yang cukup besar. Dimas, Naina dan Agnes berlari mengikuti Kay. Mereka berusaha mengejar Kay yang lari meninggalkan mereka dengan cepat.

Kay menatap pantai luas dengan hamparan pasir dihadapannya. Pantai merupakan tempat kesukaan Kay. Saat tinggal di Amerika dulu, jika ada waktu luang Kay dan teman-temannya akan pergi ke pantai untuk bertamasya dan liburan singkat sekedar melepas penat. Pantai dan hamparan pasir yang luas menjadi hal yang sangat Kay sukai.

"Ayo kita larutkan ini ke laut." Dimas mengambil guci berisi abu dari sesajen di rumah nenek Agnes lalu melarutkan semuanya ke laut.

"Apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai." Gumam Naina.

"Pergilah jauh-jauh. Jangan mengganggu keluargaku lagi. Ikatan antara kamu dan keluargaku sudah putus." Agnes ikut bergumam pelan saat Dimas menaburkan abu itu di laut.

Kay tak ikut melarutkan abu dan membeli dua kelapa lalu memberikannya kepada Naina dan Agnes sebagai tradisi buang sial dan energy negative. Naina dan Agnes meminum kelapa itu lalu melarung kulitnya ke laut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gerbang GaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang