Kerajaan Ratu Mahesa

1.3K 79 5
                                    

“Dimas, kalau kita ingin bepergian ke tempat lain, maka kita harus melewati kerajaan ini dulu …” Kay menatap Dimas dengan khawatir. Dimas tersenyum santai.

“Tenang Kay. Aku mengenal Ratu kerajaan ini. Ingat, jika ada orang yang menawarkan makanan dan minuman, langsung tolak saja. Itu bukan makanan untuk kita. Makanan itu hanya untuk makhluk tak kasatmata.” Dimas langsung memperingatkan Kay dan Naina sambil menyuruh terus berjalan menuju pintu gerbang yang cukup besar.

Gerbang besar yang terbuat dari besi itu sangat mengkilat dan terlihat cukup megah dengan hiasan batu alam berwarna warni sebagai ornamennya. Dua orang laki-laki tampan, bertubuh besar dan tegap—memegang samurai panjang berdiri di depan pintu gerbang. Dengan santai, Dimas menyapa dan memperlihatkan cincin akik hijau di tangannya. Kedua orang itu memperbolehkan masuk melewati gerbang sambil tersenyum, seolah telah mengenal Dimas. Kay dan Naina hanya diam saat Dimas berbicara dengan dua penjaga gerbang. Setelah mereka bisa melewati gerbang itu, Dimas bercerita kepada Naina dan Kay kalau dia sudah pernah ke kerajaan ini dengan almarhum kakeknya sehingga mereka tak perlu khawatir. Dimas memang tak bisa membuka gerbang gaib tapi ketika sang kakek masih hidup, dia sering diajak bepergian ke seluruh negeri oleh kakeknya melewati berbagai gerbang gaib.

Dimas, Kay dan Naina melanjutkan perjalanan menemui pemilik kerajaan tersebut. Sepanjang perjalanan, Kay dan Naina memerhatikan keadaan penghuni kerajaan yang terlihat makmur dan sejahtera dengan penduduknya yang berdagang segala macam kebutuhan hidup. Kay diam-diam memperhatikan fisik dari para penduduk yang sangat mirip dengan manusia hanya saja memiliki telinga yang sedikit lebih panjang dan tubuh lebih berisi dari manusia pada umumnya. Naina yang dari tadi hanya diam rupanya juga serius memerhatikan pemandangan kerajaan yang sangat menghijau dengan sawah dan kebun yang luas. Jadi tidak heran kerajaan kecil ini cukup kaya akan hasil alam.

“Kay, Naina lihat ke kastil itu.” Dimas menunjuk kastil besar nan megah dengan berbagai ornament berhiaskan berlian dan emas. Naina dan Kay tak bisa menyembunyikan kekaguman mereka atas apa yang baru saja mereka lihat.

“Dimas, itu berlian dan emas asli?” Naina terlihat tak percaya. Kastil bertahtakan emas dan berlian itu baginya hanya bisa dilihat di negeri dongeng saja namun di alam gaib dia malah menemukannya.

“Asli Naina. Ratu Mahesa penguasa kerajaan ini sangat baik. Asalkan niat kita baik, dia tak akan marah dengan kedatangan kita.”

“Ratu Mahesa? Sepertinya aku mengenalnya … tapi aku lupa. Namanya terdengar familiar.” Kay bergumam pelan, berusaha mengingat nama itu namun gagal.

Dimas mengajak Naina dan Kay untuk memasuki kastil itu. Kastil yang disebut istana oleh Naina dan Kay ini keamanannya jauh lebih ketat dengan adanya 10 penjaga di depan pintu gerbang. Berkat Dimas, mereka bisa masuk dengan mudah dan langsung diantarkan ke aula oleh salah satu dayang cantik berkemben putih dengan rambut terurai yang menyambut mereka dengan senyuman.

“Dimaaaaas, sudah lama sekali kamu tidak ke sini.” Seorang perempuan paruh baya yang sangat cantik yang memakai tiara di kepalanya menyapa dengan ramah ketika Dimas, Kay dan Naina sampai di aula. Sang dayang terlihat membungkuk dengan sopan lalu pamit pergi.

“Selamat sore, Bunda Mahesa. Dimas mau minta izin melewati gerbang gaib di kerajaan Bunda dan pergi ke Amerika, sebentar saja.” Dimas langsung mendekati perempuan yang nampak seperti ratu itu lalu menyalaminya.

“Oke, bisakah kamu memperkenalkan dua temanmu ini dulu?” Ratu Mahesa menatap tajam kepada Kay dan Naina.

“Perkenalkan Bunda, ini Kay dan Naina. Mereka teman Dimas.”

Sang Ratu menatap Kay dengan alis yang mengkerut. “Sepertinya aku pernah melihat anak ini, tapi dimana ya? Aku lupa.” gumamnya pelan sambil menatap Kay yang terlihat kikuk.

“Kamu cucu Pak Lee kan?” Ratu Mahesa bertanya dengan wajah serius, sepertinya ia sudah ingat siapa Kay. Kay mengangguk lalu menjabat tangan sang Ratu diikuti Naina.

“Kakekmu adalah temanku. Sebelum beliau meninggal, beliau sering mampir kemari.” Sang Ratu berkata lirih. Ada kesedihan mendalam dalam ucapannya.

Setelah mengobrol sesaat dan sedikit berbasa-basi, Dimas langsung mengutarakan keinginannya untuk melewati gerbang gaib yang ada di dalam kastil ini. Ratu Mahesa dengan senang hati memperbolehkan asalkan tak terlalu lama karena berbahaya. Setelah mengucapkan terima kasih, tiga sekawan ini bergegas pergi menuju aula kecil yang terletak di ujung aula besar. Seorang dayang mengantarkan mereka memasuki aula dan tanpa basa-basi Dimas langsung mengajak dua temannya masuk ke dalam gerbang gaib yang lebih bercahaya. Gerbang yang akan mengantarkan mereka ke tempat yang diinginkan Kay.

Gerbang GaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang