Melawan Iblis

1K 58 18
                                    

Sosok perempuan berkemben berdiri di depan kasur Kay. Kay menatapnya dengan tatapan bingung. Bau harum melati masih mewangi dan sangat pekat di kamar Kay tepat saat perempuan ini datang.

“Siapa kamu?” Kay memberanikan diri bertanya sambil menatap mata perempuan itu. Perempuan itu sangat cantik dengan kemben biru cerah dan wajah putih cantik khas orang jawa dengan sanggul dihiasi bunga melati yang cantik. Perempuan itu nampak tersenyum kepada Kay.

“Aku Ayu, dayang bunda ratu. Aku ingin menyampaikan pesan, besok setelah pulang sekolah lebih baik kamu dan teman-temanmu pergi ke rumah nenek Agnesia dan bakar semua sesajen itu. Blorong juga masih mengawasi kalian. Dia mengirim abdi dalemnya di sekitar rumahmu. Tapi kamu tidak usah takut. Aku juga ada di sekitar sini. Mereka tak akan berani mendekat.” Perempuan itu menjelaskan maksud kedatangannya. Kay terlihat cemas dan khawatir. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya.

“Kamu tak usah khawatir. Agnes, Naina dan Dimas juga diawasi oleh beberapa dayang bunda. Abdi dalem blorong tak akan berani mendekat jika melihat salah satu diantara kami ada di sekitar kalian.” Ayu seolah bisa membaca pikiran Kay yang khawatir dengan keadaan teman-temannya.

“Terima kasih sudah membantu kami semua.” Kay terlihat lega dan mengucapkan terimakasih. Ayu pamit pergi setelah mengatakan tujuan kedatangannya. Tiba-tiba angin berhembus kencang dan langsung membuka jendela kamar Kay di lantai dua. Kay buru-buru menutup jendela dan malah melihat satu sosok siluman ular berdiri menatapnya di depan jalan raya. Mata merah sosok separu ular itu menatapnya dengan tatapan tajam dan penuh kebencian.

“Tutup jendelanya!” Aline duduk di atas kasur sambil memangku Albert.

“Aline? Tapi itu...” Belum selesai Kay bicara, Aline memotong ucapannya.

“Tutup saja, jangan protes. Iblis itu tidak akan berani mendekat. Aku akan berjaga di ruang tamu. Kamu tidurlah karena besok harus sekolah.”

Kay mengangguk lalu bergegas ke tempat tidur.  Tenaganya sudah cukup terkuras seharian ini. Dia tahu urusannya dengan Blorong akan berbuntut panjang namun ia tak gentar. Aline menggendong Albert pergi menembus dinding kamar setelah melihat Kay tertidur lelap. 

“Jaga dia Aline. Aku menitipkannya padamu. Tidak peduli apapun yang terjadi, kamu harus selalu melindungi Kay.” Seorang pria berkulit putih dengan mata sipit namun beruban berbicara dengan Aline di ruang tamu. Pria itu sangat berwibawa dengan tubuh tegapnya.

“Saya berjanji. Pak Lee tak usah khawatir. Selama saya ada di dunia ini, saya akan selalu menjaga Kay.” Aline menatap pria yang berdiri tepat di sampingnya. Pria itu tersenyum lalu pergi menghilang menembus kaca di ruang tamu.

“Mah, itu Pak Lee?” Albert mulai berani berbicara setelah pria itu pergi. Matanya menatap Aline dengan tatapan serius.

“Iya, betul. Tapi kamu harus merahasiakan ini dari Kay.” Aline memeluk putra kecilnya itu. Albert tak menjawab dan hanya mengangguk mengiyakan. Aline menatap tajam disela gorden jendela di ruang tamu. Matanya menangkap dua sosok siluman ular kobra hitam yang terus mondar-mandir di halaman rumah. Seolah mengincar Kay sebagai target utama mereka.

“Mamah, mereka jahat.” Albert menggenggam tangan Aline dan ikut mengintip. Anak kecil polos iitu tak terlihat takut.

“Tenang saja, mereka tak akan bisa masuk ke rumah.” Aline menjawab sambil tersenyum. Namun Aline tetap cemas. Baginya sosok siluman ular termasuk perwujudan yang lumayan ganas dan sangar.

Aline terus berada di ruang tamu sampai pagi disaat dua siluman itu sudah pergi. Entah kenapa, di saat matahari terbit, dua sosok siluman ular itu memilih pergi setelah semalaman mengawasi Kay. Dua siluman itu memang suruhan Blorong namun mereka tak berani mendekat dan masuk ke dalam rumah.
“Aline, apa siluman itu sudah pergi?” Kay duduk di kursi ruang tamu sambil membenarkan kancing seragamnya. Aline mengangguk pelan.

Gerbang GaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang