18. Persiapan Terakhir

2.6K 198 7
                                    

"Duh, dua hari emangnya cukup?" Jimmy menggaruk kepalanya.

"Cukup kok. Kita kan udah ada basic." Roy meneguk air mineral di botolnya.

"Dua orang lagi siapa?" Refan mengelap keringatnya.

Tiga pria tampan itu sedang beristirahat di balkon seberang ruang rapat OSIS. 

"Eh kalian tau si Edwin? Gue ngincer dia sih dari kemarin." Roy menaikkan sebelah alisnya.

"Ketua klub karate?" Refan memegang pelipisnya, tampak berpikir.

"Iya. Mantan Renata." 

"Kok elu tau Jim?" 

"Hehehe gak sengaja denger gosip."

"Si Jimmy tuh mentang-mentang pacarnya klub cheerleader jadi tau gosip." Roy menyenggol lengan Refan.

"Yaudah kita samperin aja sekarang gimana?" Jimmy memberi usul.

"Emang dia mau?" Refan ragu ketua klub karate bisa dance. Jangan-jangan nanti dia malah menendang teman dancenya, bisa lecet muka tampan Refan.

"Mau lah. Dia bisa dance tau sebelum masuk klub karate. Itu waktu kita kelas 1 dia tampil sama anak-anak kelas dia." 

"Ya, sebelum dia putus sama Renata tepatnya." Jimmy menyambung.

"Kenapa sih mereka putus?" Refan menaikkan sebelah alisnya, penasaran.

"Dia gay." 

"Haaah?!!" Refan dan Roy terbelalak, terlalu terkejut untuk mendengar fakta ini.

"Ssst! Jangan teriak donk nanti pada denger!" Jimmy meringis kesal melihat kedua temannya ini.

"Sama siapa?" Roy antusias.

"Gatau gue. Yaudah yuk cari si Edwin." Jimmy menarik kedua temannya itu untuk pergi.

Mereka bertiga pergi mencari keberadaan Edwin di kelasnya, di lapangan, di kantin, toilet, ruang guru, UKS, kemana-mana.

***

"Ini dana tambahan kita masih kurang. Pengumuman pencarian donatur di mading kayaknya gak dibaca apa gimana sih?" Renata sibuk menghitung pengeluaran di buku jurnalnya.

"Apa kita adain pengumuman? Kita umumin suru anak-anak klub broadcasting?" Neratha meletakkan spidol yang daritadi dipegangnya, dia kemudian duduk.

"Boleh sih. Yaudah kita hubungin anak-anak broadcasting. Lagian, satu atau dua donatur udah cukup. Nanti kalo gak ada-"

"Biar aku yang tutupin." Neratha menyambar kalimatnya sambil tersenyum.

"Cieee ngomong aja serempakan." Renata menyenggol lengan Denata.

"Hmm." Denata malah pura-pura membenarkan dasinya yang tidak kusut itu dengan wajah datarnya.

"Kebiasaan kamu dari dulu, gak berubah. Aku ke toilet dulu."

"Iya." 

"Apaan deh, depan orangnya sok cool, orangnya pergi lu tatapin sambil senyum-senyum."

"Yeeeh sirik lu Ren. Cari pacar baru sana!" 

"Ogah!" Renata kembali membaca jurnal keuangannya.

"Duh siapa lagi chat, hp gue getar-getar." Renata mengambil ponsel di saku roknya. Ia terbelalak membaca pesan chat itu.

"Hei, kita dapet donatur besar Den!" 

"Sumpah? Mana?" 

"Dia." Mereka berdua saling bertatapan setelah melihat profil pengirim chat tersebut.

Nuansa Rasa PadamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang