22. Jadi ternyata kamu cuma...?

2.4K 194 110
                                    

Sudah sejam aku duduk di bangku taman dekat West Garden. Neratha sama sekali tidak bisa disentuh apalagi diajak bicara baik-baik sejak memergokiku malam itu. Seperti biasa, jika sedang marah ia tidak ingin ditemui sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan. Padahal seharusnya siapa yang marah karena ditinggal pergi tanpa kabar? Dengan pria lain pula. Hari ini dia sibuk sendiri dengan anggota OSIS yang lain tanpa mau berbicara padaku. Ingatanku melayang pada kejadian malam itu...

"Halo."

"Kak, temenin aku." Suara stefy yang parau ditambah isakan tangisnya mengejutkanku. Kenapa anak ini?

"Kenapa Stef?"

"Aku butuh teman cerita." 

"Yaudah jangan nangis ya. Cerita aja, kakak dengerin."

"Tapi Kak..." Dia masih menangis.

"Tapi apa?" 

"Pulsaku mau habis. Huweeee." 

"Kuota kan ada?"

"Sayang kak, mau digunain streaming boyband aja."

"Ya kan kamu tinggal beli." Aku heran dengan pewaris tunggal dari 11 mall dan usaha lain milik ayahnya, uangnya pasti tak berseri.

"Gak mau. Aku mau ketemu kakak langsung." 

"Yaudah ketemu di rooftop ya. Sekarang." Aku pun tanpa ambil pusing langsung menuju ke rooftop sambil menjinjing tas teleskopku. Sampai disana sudah ada Stefy yang membelakangiku sambil berdiri di balkon, melihat pemandangan indah di depannya.

"Stefy?"

"Kakaaaak." Ia berjalan dua langkah dari tempatnya.

"Stop. Disana aja. Udah bener." Aku berjalan mendekat, lalu mengeluarkan teleskopku dan memasangnya disana.

"Ih kakak punya teleskop?" 

"Ya."

"Ih aku mau liat kak, boleh?" Anak ini antusias sekali, mata sembabnya kontras dengan senyum lebarnya sekarang.

"Boleh. Sini." Aku mengizinkannya menggunakan teleskopku.

"Cara pegangnya gimana Kak?"

"Begini. Tangan kamu taro disini, terus pegang yang ini, sekarang mata kamu tempelin disini." Aku membantunya dari belakang.

"Wah bagus ya Kak."

"Iya, memang bagus kok ngeliat bintang darisini. Rasi bintang itu banyak, salah satunya ada rasi bintang Canis Major. Salah satu bintangnya, namanya Sirius." Aku menjelaskan dengan antusias. Aku tersenyum mengingat penjelasanku pada Neratha ketika dulu kami melihat bintang bersama disini.

"Yang paling terang kan?"

"Iya. Wah kamu paham bintang juga ya, Stef?"

"Iya donk. Kak Neratha pasti lebih paham ya."

"Hahaha enggak, dia gak hobi bintang-bintangan."

"Kirain aku, dia udah diajak kakak liat bintang kayak gini."

"Ya memang udah tapi dia gak suka ngeliat bintang pakai teleskop." 

"Wah berarti aku beruntung ya."

"Maksudnya?" 

"Aku bisa dirangkul kakak kayak tadi. Hehehe."

"Hmm, kan kakak cuma ngajarin cara pegang teleskopnya biar enak."

"Wah bagus ya... Asik banget... Ini pengalaman pertama aku." Stefy tersenyum senang.

"Hmm." Aku menatap langit sambil tersenyum, anak ini sudah mulai membaik moodnya, baguslah. Untung langit malam ini terang dan penuh bintang. Yah, walaupun moodku belum membaik sama sekali.

Nuansa Rasa PadamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang