"Sayang, bangun donk. Sarapan dulu ih." Denata membawa nampan berisi dua gelas susu putih dan dua piring berisi roti bakar dan meletakkannya diatas nakas. 5 menit sejak status baru mereka resmi, mereka segera pindah ke kamar Neratha.
"Hnggg... Males ah." Neratha menatapnya sekilas lalu masuk lagi ke dalam selimut.
"Ayo. 2 jam lagi terlambat ke kelas."
"Sayaaaang kamu becanda terus deh. Tapi bener sih ini masih jam 5. Terus ngapain sarapan pagi-pagi?" Neratha memanyunkan bibirnya yang mirip tzuyu twice itu.
"Biar bisa me time sama kamulah. Apalagi." Denata bersandar di kepala kasur.
"Siniiiii." Neratha menarik lengan kanan Denata.
"Nanti aja makannya. Aku mau makan yang lain dulu." Denata menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan perkataan gadis yang amat dicintainya itu.
"Sayaaaang ih! Siniii." Neratha semakin menariknya.
"Eh eh jatoh!" Jarak mereka sudah tipis sekarang. Denata berada diatas badan Neratha.
"I want you right now. Right in your lips." Neratha memandang Denata sensual, dia menyelipkan rambut panjang Denata ke belakang telinga, mengusap pipinya, lalu mengusap bibir tipis Denata.
Denata menelan ludahnya, jantungnya berdebar keras sekarang. Ia berdebar menatap mata hazel kekasihnya, rambut berantakannya, dan leher jenjangnya dibalik kaos putih yang oversize itu.
"Sayaaaang, gak usah berdebar sampe keras gitu kali!" Neratha tiba-tiba tertawa karena merasakan kekasihnya sungguh gugup.
"Ya elu nya kayak gini gimana gak berdebar anjirrrr." Denata bangkit dari posisinya, sebal pada Neratha yang masih tertawa dibawahnya.
"Sayaaaang. Ih. Kamu lucu tau. Hahaha." Neratha merangkul pundaknya.
"Memangnya aku kenapa? Seksi ya?" Dia mengibaskan rambut panjangnya, menariknya kesebelah kiri, memiringkan kepalanya, dan tersenyum manis pada Denata.
"Gak usah gitu! Buruan dimakan!" Denata memalingkan wajahnya, dia malu.
"Muka kamu merah. Kayak tomat. Hahaha." Neratha tertawa lagi.
"Apaan. Makan nih." Denata hendak berdiri mengambil makanannya.
"Sayaaang, tadi permintaan aku belum dikasih." Neratha menariknya lagi.
"Apaan?" Denata kembali mendekat pada kekasih hatinya.
Neratha mendekat, menatap Denata lekat, dan menyentuh bibirnya dengan jari telunjuk.
"Ini."
"Tha? Kesambet apaan kamu?"
"Iih sayaaang! Boleh ya? Liat aku dong." Neratha menangkup pipi Denata dengan kedua telapak tangannya. Denata terdiam, tapi dia menatap bibir Neratha dan segera melumatnya cepat tapi lembut. Neratha terpejam.
"Mmh." Neratha mulai kehabisan napas setelah beberapa saat. Denata masih melumat bibir atas dan bibir bawahnya bergantian. Sesekali menggigitnya pelan.
"Nggh..."
Denata mencoba memasukkan lidahnya.
"Mmh... Nggh... Nhh.." Neratha mulai kewalahan.
"Mmh!" Neratha memukul bahu Denata pelan, sedikit mendorongnya.
"Sayang, kamu nafsuan ya? Jago banget! Hahaha!" Neratha mengomentari aksi kekasihnya itu.
"Kan kamu yang minta."
"Tapi kamu jago banget sayang. Belajar dimana?"
"Kan kamu yang ngajarin?"
"Aku?" Neratha mengingat-ingat.
"Masa dari tiga kali ciuman itu sih?" Ia menerka.
"Ya iya. Aku pembelajar yang cepat." Denata tersenyum jahil.
"Iih sayaaang! Pacar aku memang paling top. Lagi donk sayang..."
"Tha, please deh. Kalo anak-anak tau sikap kamu yang sebenarnya kayak gini bisa abis kamu diledekin."
"Iih kan ini cuma kamu yang tau. Dan cuma sama kamu, aku kayak gini." Neratha memanyunkan bibirnya.
"Udah donk jangan manyun, kan udah kuturutin maunya kamu. Memang sama mantan yang dulu gak kayak gini? Yuk makan udah mau setengah 6. Kita belum mandi." Denata mengajak pacarnya sarapan.
"Enggak. Dulu dia yang agresif, aku sih pasif. Sama kamu doank akunya yang... Hehehe."
"Tha kamu serem deh kalo ketawa misterius gitu. Mesum tau." Denata tertawa kecil.
"Kamu kok gak manggil sayang?" Neratha memanyunkan bibirnya lagi.
"Kenapa? Nanti juga aku panggil sayang." Denata mengunyah rotinya.
"Awas aja kalo enggak."
"Hahaha. Ayo makan. Aku harus balik ke kamarku lagi."
"Kenapa?"
"Nanti ada murid lain liat aku keluar darisini gimana?"
"Ya biarin. Toh kita pacaran sekarang." Neratha memanyunkan bibirnya yang tembam karena berisi roti di dalamnya.
"Gak. Nanti kamu digosipin. Kita rahasiain aja ya? Aku janji nidurin kamu tiap malem.*
"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Neratha tersedak susu mendengarnya.
"Sa...sayang? Kenapa? Pelan-pelan."
"Jangan nidurin aku tiap malem, yang. Aku nya kecapean nanti." Neratha menjawab, jawaban yang membuat Denata tertawa dan menyadari kesalahannya.
"Maksudku, aku bakal nemenin kamu tidur tiap malem."
***
Kedua gadis cantik itu bergandengan tangan sepanjang jalan, dari berangkat sekolah, ke kantin, ke wc, kemana-mana, tanpa ada seorang pun yang curiga. Inilah enaknya sudah sering skinship sejak masih berteman. Tidak ada yang curiga. Mereka terlihat biasa saja.
"Hei!" Roy merangkul bahu Denata dari belakang. Mengganggu Neratha yang sedang asik menyender di bahunya sambil membaca buku.
"Makan yuk den. Laper." Neratha cemberut melihatnya, dia tidak suka pacarnya dipegang-pegang.
"Minggir deh roy. Dena kenyang, dia udah makan tau. Dasar cowo gak peka."
"Apaan sih lu, Tha. Minggir deh. Gue mau ngomong sama Denaku yang cantik ini." Roy tersenyum melihat Denata yang tertawa pelan sambil geleng-geleng kepala.
"Huh!" Neratha benar-benar pergi darisana. Ia berjalan ke West Garden.
"Sayaang, tungguin." Denata menarik tangan Neratha ketika ia sudah berhasil menyusulnya.
"Ngapain kesini? Kesana tuh ditunggu Roy!"
"Hahaha. Kok kamu bete sih? Roy kan biasa kayak gitu? Cemburu ya?" Denata menoel hidung Neratha.
"Kamu juga seneng aja digodain dia." Neratha menatapnya tajam sambil melipat tangan di depan dada.
"Sayaaang. Aku tuh ketawa liat kamu cemberut, kamu tuh kalo lagi cemburu lucu."
Neratha luluh. Ia menatap kekasihnya dengan muka polosnya. Denata merapikan poni Neratha sekilas, mencubit pipinya, lalu menggenggam tangannya erat.
"Yuk balik lagi ke kelas." Dia tersenyum senang.
"Panggilan sayang ke aku kok sayang doang sih?" Neratha cemberut lagi.
"Jadi? Yang penting kan aku sayang kamu. Gapapa donk aku manggil sayang doang?"
"Yaudah. Ayo balik. Tapi cium dulu." Neratha mencium pipi Denata sekilas lalu berlari sambil tertawa.
"Eh! Sayang! Kalo ada yang liat gimana?!" Denata berlari mengejarnya. Mereka tertawa, lalu berjalan sambil bergandengan tangan lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Nuansa Rasa Padamu
Dla nastolatków"Kamu sayang gak sama aku?" ".." "Sayang, gak sayang, sayang biasa aja, apa sayang banget?" Dia tersenyum. "...yang terakhir." Aku memalingkan wajah.