Sudah setengah jam Denata diam di ruang rapat berdua saja, mendengar celotehan pria di hadapannya, seorang investor dari Kalimantan yang lebih terbaca modusnya daripada niatnya untuk berbisnis.
"Jadi kalo weekend kamu sibuk juga?"
"I-YA." Denata menjawab penuh penekanan.
Lelaki berpenampilan klimis itu menunjukkan raut wajah kecewa menatap wajah dingin Denata, tapi raut wajah dingin itu mendadak berubah cerah saat melihat panggilan masuk ke ponselnya yang daritadi diam diatas meja rapat.
"Sebentar ya, saya angkat telepon dulu."
Denata tak beranjak, ia menjawabnya disitu.
"Iya Ren?"
"Den, minggu ini Vania merid! Datang lu."
Renata memberikan berita mengejutkan.
"Hah?! Sama siapa?! Gila kok dadakan sih?!"
Raut wajah Denata berubah senang, membuat pria dihadapannya ini semakin tertarik.
"Sama temen kampus kami dulu deh pokoknya. Kalo lu inget cowo yang sempat gue ceritain..."
"Juna?! Irwandi Junata? Kok lu malah kena tikung sih Ren? Hahaha!"
Denata terbahak menertawakan temannya itu.
"Yeh... Gue mah gak pernah suka sama Juna kali."
"Jadi lu sama siapa sekarang?" Denata masih belum berhenti menggoda temannya itu.
"Gak sama siapa-siapa. Lu tuh cepetan cari juga jangan sama Neratha terus!"
"Ngapain dicari kalo kayak gini aja gue udah nyaman? Hahaha Kami sibuk bisnis berdua. Udah dulu ya, Ren. Bye. Nanti gue telepon Vania."
Denata mengakhiri panggilan itu.
"Temen kamu mau merid?"
"Ih apaan sih?"
Seru Denata dalam hati. Dia merasa ilfeel dengan pria dihadapannya ini.
"Iya."
Denata mengirim sebuah chat pada kekasihnya.
"Kamu gak mau merid?"
Pria itu bertanya sambil tertawa, bercanda menurutnya tapi menurut Denata candaannya tidak terletak pada tempatnya. Baiklah, kalau dia mau bercanda, biar Denata tunjukkan caranya.
Denata tersenyum, mengangkat tangan kirinya dan membuat pria itu terdiam.
"Itu... Cincin... Cincin... Tunangan? Kamu... Kamu udah ada tunangan, Den?"
Pria itu berubah menjadi pucat sepucat jamur. Dia menatapi cincin di tangan Denata lekat-lekat.
"Sudah. Jadi, bagaimana kontrak perjanjian kerjasama kita, Pak... Axel? Axolot..? Maaf..?"
Denata lupa siapa nama investor ini, karena namanya susah diingat.
"Axsyel Lotrando."
Pria muda yang tampan itu menyebutkan ulang namanya. Denata tersenyum. Dia sudah salah sebut nama orang ini dengan Axolot, salah satu hewan sungai berkaki.
"Baik, Pak Axsyel. Bagaimana kesepakatannya?"
"Saya akan kabari lagi, tolong atur pertemuan selanjutnya. Saya pamit dulu, Den."
"Baik Pak."
Denata hanya menjawab sekenanya, tidak berniat sama sekali untuk mengantar tamunya sampai ke depan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nuansa Rasa Padamu
Teen Fiction"Kamu sayang gak sama aku?" ".." "Sayang, gak sayang, sayang biasa aja, apa sayang banget?" Dia tersenyum. "...yang terakhir." Aku memalingkan wajah.