kopi terakhir ayah

9 3 0
                                        

Lambat raut wajah yang nampak membuatku menangisi, hujan tak sepenuhnya mengisi kekosongan pandang dari luar. Ia masih tetep memperhatikan secangkir kopi dihadapkan pada dua batang rokok yang hampir separuhnya terbakar, tanpa menyadari ku memperhatikan gerak geriknya.

"Sejak kapan ayah merokok?".

"Ina sejak kapan kamu disitu?, Hmmm ayah hanya coba coba"

"Rokok tak baik walau hanya coba coba..." Ia hanya tersenyum

"Ina habis nangis ya?... Berantem lagi sama ka dara"

"Ka dara marah sama Ina yah"

"Ya udah, nanti juga Kaka mu baik lagi, kalian itu Kaka adik jangan berantem terus dong, nanti kalo mama sama ayah gak ada gimana??? Nanti kalo ada ka dara kamu minta maaf ya..."

Ayah tak pernah tau kenyataan yang sekarang menjadi penghalang antara ka dara dan aku, ia nampak lebih baik jika ia berbicara pada lainnya. Sudah tiga Minggu lebih ia tak bicara.


                      ~~~~~~~~~~~~~~

"Ndriii aku hamil..."

"Hamil? aku gak melakukan apapun sama kamu..."

"Tapi ini anak kamu"

"Gugurin dar... Aku gak mungkin nikahin kamu, karena bukan aku yang buat kamu hamil"

"Kamu.... Aku benci kamu ndriii!..."

"Gw gak bisa lama lama, gw harus pergi"

Runtuh lah sebagai dari dunia, wanita bodoh! Lelaki bangsat!!... Mentari yang dapat menghangatkan malah kini membakar tak tersisa. Hancur semua...

Brukkk!!!....

"Gila ya lu ta!... Kenapa lu tabrak dara..."

"Biar... Haha biar gak ada yang ganggu hubungan gw sama andri, rel... Hahaha... Mati lu..."

"Ta dara itu hamil lu bener bener gila!!... Gw gak mau ikut campur, lu pembunuh..."

"Banci lu rell!! Hahaha... Mati aja lho kaya dara, pergi sana!..."


           ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Terkadang kita harus mengerti bagaimana hidup dipermainkan amat begitu sulit, dari yang ku tau dan tak dapat ku pahami. Apa yang ku dapat dari semua mimpi buruk tentang keluarga harmonis seperti kebanyakan orang bicarakan, tak ingin ku mengingatnya....

"Ayah!!!!..... (Hiks....hiks...) Ayah!!!..." Teriakku.

"Non... Non Ina, sadar non..." Bi imah berkali kali membangunkan.

"Bi,... Ayah bi ka dara dan mama..."

"Non mimpi tuan sama nyonya dan non dara, sini bi imah peluk" bagaimana cara melupakan luka yang membekas tanpa tersisa kenangan. Aku hanya bisa menangis jika merindukan mereka.

"Tante Rina kapan kesini bi..."

"Tadi si telpon non katanya bulan depan, sekalian ambil rapot non Ina"

"Ina mau kebelakang dulu bi,..."

"Perlu bibi temenin non"

"Gak perlu bi" ku melangkah keluar kamar. Secangkir kopi pada meja tamu, dapat terlihat setengah dari kopi yang telah diminumnya. Sejak kapan bi imah ngopi pikirku.

"Bi,... Bi imah tadi ngopi"

"Oh tadi mang Ujang mampir non, yaudah bibi masak dulu"

"Aku berharap itu ayah bi...."pelan suaraku

"Apa non?"

"Hmmm gak jadi bi"

~Maaf banyakan typonya semoga suka~

NUMBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang