Dew of Eternity Pt 2

718 128 9
                                    

Episode 9,
Dew of Eternity Pt 2

Gadis manis itu tumbuh semakin cantik menginjak usia dewasanya. Naluri manusianya sangat kokoh, ia tahu kelebihan apa yang ia miliki dan bagaimana memanfaatkannya.

Parasnya cantik dan yang paling penting darahnya berbau manis, salah satu aset berharga yang dimiliki organisasi underground pemburu makhluk immortal penikmat darah manusia.

Hari masih terik, matahari bersinar menjadi simbol dominansi manusia kala itu. Kini Sana berdiri di depan rumah megah di pinggir kota untuk sebuah misi menjerat vampire yang lain. Tangannya terangkat mengetuk pintu hingga seorang wanita berambut putih muncul di hadapannya.

"Ah, Nona Minatozaki Sana 'kan?" tebaknya. Sana tersenyum dan mengangguk.

Tak membutuhkan banyak waktu untuk basa-basi, wanita yang dipanggil Ibu Jung itu pun mengantar Sana untuk berkeliling di tempat kerjanya yang baru. Dalam langkahnya menuju ruang terakhir, Ibu Jung menjelaskan apa yang harus dan yang tidak boleh dilakukan. Termasuk aturan membuka jendela di siang hari.

Sana memutar bola mata mendengarnya. Pemilik rumah itu terkonfirmasi adalah seorang vampire.

"Di siang hari, kenakan seragam maid dan kerjakan tugasmu dengan sungguh-sungguh!" ujar Ibu Jung. "Setelahnya, pakai apapun yang ada di kamarmu dan bersiap untuk makan malam!"

Tangan renta Ibu Jung memutar kenop pintu, membuka sebuah kamar luas yang akan Sana tinggali untuk misi rahasianya. Gadis itu mengerutkan kening ketika Ibu Jung meninggalkannya di depan kamar.

Matahari sebentar lagi kembali ke peraduan yang berarti hari akan diserahkan pada si makhluk penghisap darah. Di rumah besar itu anehnya hanya mempekerjakan seorang maid dan seorang wanita tua renta yang sering menghilang. Itu sebabnya Sana tidak bisa merampungkan semua tugasnya dalam satu hari. Apalagi ia harus berhenti ketika malam tiba.

Ketika Sana memutuskan untuk kembali, mata elangnya menemukan sebuah ruangan aneh di lantai atas. Ruangan itu gelap dan dingin saat diinjaknya ubin pertama. And well, there was an old black coffin.

Perlahan langkah Sana mendekat seiring insting pemburunya meningkat. Peti itu berbahan kayu hitam yang terasa dingin. Dalam hatinya sebuah definisi timbul, ia yakin jasad vampire itu ada di dalamnya.

Tanpa pikir panjang, gadis itu pun mengangkat penutup peti yang cukup berat. Ia sangat penasaran dengan sosok vampire pemilik rumah megah itu. Dan dengan penuh tenaga akhirnya penutup petinya terangkat.

And the vampire wasn't there.

Kecewa sudah pasti. Sana bahkan mengumpat dalam hati karena usahanya yang sia-sia.

Kini matahari benar-benar sirna menyeret seluruh sinarnya untuk belahan bumi yang lain. Sana mendengus telah melewatkan hari pertamanya tanpa hasil. Namun di kamarnya sekarang, ada sesuatu yang cukup menarik atensinya.

Dress cantik berwarna putih itu tergeletak di atas ranjangnya seolah sengaja disiapkan.

Dongeng apa lagi ini?

*

Melodi itu mengalun lembut tapi di dalamnya tersirat nada yang menakutkan. Itu yang mengiringi langkah Sana memasuki ruang makan. Hatinya berdebar gugup. Sejak awal ia menginjakkan kaki di rumah itu, perasaannya tidak enak. Seperti ada suara yang selalu membisikinya, bahwa misi kali ini tidak akan semulus biasanya.

Di ruang makan itu ada sebuah grand piano di mana seorang pria duduk menghasilkan melodinya. Sana sama sekali tidak melihat wajah si pria karena ia duduk membelakanginya. Sementara itu Ibu Jung berdiri di belakang si pria.

Nada terakhir berbunyi sesaat setelah Ibu Jung memberi kode bahwa tamunya telah hadir. Selanjutnya wanita renta itu mempersilakan Sana duduk dan menyantap hidangan yang telah disajikan. Ia sungguh heran kenapa maid sepertinya diperlakukan seperti seorang putri di malam hari.

Setelahnya Ibu Jung meninggalkan ruang makan.

"Selamat datang di rumahku, Sana." Suara itu mengalun ketika Sana menikmati suap pertamanya. Ia sedikit terkejut karena pria itu memanggil nama belakangnya tidak selayaknya bagi orang yang baru bertemu. Dan pria itu masih tidak menunjukkan wajahnya.

"Apa Anda mengenalku?"

Pria yang Sana yakini seorang vampire itu tertawa mendengar pertanyaan singkatnya. Sana bisa melihat pria itu mengeluarkan sebuah arloji.

"Aku sudah lama menunggumu." Sana mengernyit. Jawaban itu sukses membuat ia memutar memorinya. Sayangnya Sana tidak menemukan memori apa-apa tentang si vampire.

Tapi Sana lekas membuang asumsi itu. Ia teringat ia punya darah dengan bau kuat sejak kecil, wajar jika ada vampire yang tertarik dengannya selama itu.

Suara langkah kaki itu sangat tegas dan terdengar semakin keras. Rasa dingin menjangkit kulit ketika vampire itu menyentuh bahunya yang terbuka.

"Tahan rindumu," bisik si vampire. "Kita bertemu besok!"

*

P.s: next or...

MoonwakeWhere stories live. Discover now