Caramel in Jar

670 119 22
                                    

Hi, this is story requested by @aeranim :)
Not really same but hope you enjoy^^

Episode 17,
Caramel in Jar

Cafe di seberang jalan itu mulai sepi ketika mentari merangkak ke ufuk barat. Dan sudah lebih dari satu jam tiga anak perawan itu termangu di halte depan sekolah mereka, memandangi cafe yang bahkan tidak peduli dengan eksistensi mereka. Gadis dengan jepit pita itu sampai menguap menandakan betapa membosankannya agenda hari itu. Berkebalikan dengan gadis di sampingnya yang sudah cantik dengan riasan natural dan dress motif bunga yang manis. Gadis itu makin tidak sabar ketika jarum di tangannya bergerak dari detik menjadi menit, begitu seterusnya.

"Mana oppa gantengmu itu?" celetuk Jungyeon yang sudah bosan menunggu.

"Mungkin lagi ganti baju," sahut Sana menerka-nerka.

"Tapi kamu yakin dia masuk kerja hari ini?" imbuh Momo membuat kegusaran lain di pikiran Sana. Bibirnya sontak mengerucut. Gara-gara itu ia berpikir ulang jangan-jangan pemuda itu memang absen hari ini. Sekarang Sana mendengus, semangatnya mulai kendur padahal ia ngebut dandan dan ganti baju begitu bel pulang sekolah berbunyi. Jika hasilnya nihil tentunya ia akan sangat kecewa.

"Hey, hey, itu orangnya!" seru Jungyeon. Telunjuknya mengarah pada sosok pemuda di balik kaca yang masih sibuk bercengkerama dengan pegawai berkulit pucat itu. Semua netra langsung mengikuti arah jari Jungyeon.

Hanya dalam hitungan detik semangat Sana terisi lagi. Manik cokelatnya berbinar mengawasi pria favoritnya yang masih betah berlama-lama ngobrol dengan Yoongi, pria pucat tadi. Tanpa sadar seulas senyum ikut tersungging. Pemuda itu sekarang mengenakan kemeja casual warna biru dan kelihatan tampan seperti biasa. Sana yakin sekali ia pasti mau berangkat kuliah.

Kakinya menghentak tanah ketika pria itu memungkasi pembicaraan dengan Yoongi. Dengan langkah buru-buru Sana menyeberangi jalan berharap bisa menghampiri pemuda itu tepat waktu. Di saat yang bersamaan Jungyeon dan Momo bersorak kegirangan memberi tambahan semangat untuk sahabat mereka.

Dan ya, Sana memang sampai di seberang jalan tepat ketika pemuda itu keluar dari cafe. Tapi napasnya terengah-engah membuatnya tidak bisa bersuara. Pemuda itu belum menyadari eksistensi si gadis dan dengan santai ia mengambil sepeda putih di depan cafe.

Sana hampir kehabisan waktu memaksanya untuk bergerak sekarang juga.

"T-Tunggu!" kata Sana di sela napas pendeknya. Pria itu pun menoleh ke sumber suara. Meski napas pendek itu benar-benar menyulitkannya Sana tetap tidak berhenti. Langkahnya terayun lalu ia ulurkan tangan pada si pemuda.

"Namaku... Minatozaki Sana," ujarnya percaya diri. "Aku... mau..."

Pemuda itu cukup kaget dengan kemunculan Sana tapi kali ini ia benar-benar tidak punya waktu. Dan gadis itu bicara dengan napasnya yang tersengal, astaga.

"Kita ngobrol lain waktu ya!" katanya seraya naik ke atas sepeda.

"Tidak, tunggu!" cegah gadis itu ngotot. "Aku cuma mau bilang, aku menyukaimu. Jadi pacarku ya?"

Hah?

Yang bener aja?

Alisnya terangkat begitu Sana mengungkapkan perasaannya. Pemuda itu tidak tahu harus bereaksi seperti apa selain memindai penampilan si gadis dengan seksama. Ia tahu gadis itu yang sering memperhatikannya dari halte depan bersama dua temannya. Dan ya, ia sekarang menangkap basah dua sosok yang lain duduk di halte pura-pura tidak kenal dengan Sana. Lalu ia gelengkan kepalanya pelan.

Dasar anak sma.

"Aku udah telat." jawabnya seraya memasang kaki di atas pedalnya.

"Ka-kamu belum jawab! Aku udah lama menunggumu lho!"

Oke, ia menyerah sekarang.

"Kamu kelas berapa?" Giliran Sana yang kaget sekarang. "Kamu siswa Kyunggi 'kan?"

Sebenarnya ini di luar dugaan. Motivasi Sana dandan dan ganti baju adalah agar pria itu tidak mengira dirinya masih bocah. Rupanya pria itu lumayan perhatian dengan sekelilingnya. Hal kecil itu cukup membuat Sana senang karena ia diperhatikan oleh pria favoritnya.

"11-7, kelasku di ujung barat lantai 2. Ah satu lagi, wali kelasku adalah Park Ssaem," jawabnya antusias lalu pria itu mengangguk mengerti.

"Aku laporin kamu ke Park Ssaem. Kamu masih bocah, pulang sana!" Sana mencelos mendengarnya sedang pria itu tanpa ragu mulai mengayuh sepedanya menjauh. Bibirnya mengerucut lagi. Jujur ini pertama kalinya ia menembak pria dan ditolak mentah-mentah.

"Taehyung!" panggil pria pucat itu. Wajahnya ikut kecewa melihat punggung pria itu yang hampir tidak terjangkau lagi oleh penglihatan. Ia berkacak pinggang.

"Heh, kenapa nggak dicegah sih?" omel Yoongi. "Titipannya Namjoon jadi nggak kebawa nih!"

Sana melirik Yoongi tajam. Masa pria itu tidak melihat wajahnya yang sudah masam? Tega-teganya menghujani Sana dengan omelan padahal tangannya saja bersih.

"Kenapa aku yang diomelin sih? Urusannya denganku apa?" gertak Sana balik. Dengan wajah muram Sana pun mengambil langkah mundur.

"Heh, ini bawain barangnya!" ujar Yoongi mengulurkan totebag yang sejak tadi digenggamnya. "Kamu 'kan tetangganya!"

*

Hari itu mood Sana drop total. Sepanjang hari ia hanya terngiang-ngiang bagaimana pria favoritnya mengatainya bocah. Ia bahkan tidak peduli pada pria berlesung pipit yang asyik unboxing novel science fiction kelas tinggi itu memberantaki ruang belajarnya.

Gadis itu terlalu sibuk dengan rasa sakit dan malunya yang mungkin jika dicairkan bisa membuatnya mati tenggelam.

"Hey, besok bisa bantu-bantu 'kan?" tanya Namjoon sedang si gadis hanya berdehem. Pria itu mengernyit mendengar respon Sana. Ia punya firasat gadis itu sama sekali tidak menyimak perkataannya.

"San!"

"Apa?" Namjoon mendengus setelah mengkonfirmasi bahwa gadis itu seratus persen mengabaikannya.

"Besok pulang sekolah bantu-bantu di cafe, bentar lagi Yoongi Hyung cuti!"

Butuh beberapa detik setelahnya untuk mencerna kalimat itu dan rentetan kejadian yang berikatan. Jika Sana mengiyakan itu artinya ia akan bertemu lagi dengan Taehyung, face to face. Itu yang membuatnya geleng-geleng kepala dengan cepat. Memikirkan di mana ia mau menaruh kepalanya saja bisa membuatnya gila semalaman.

"Kamu 'kan udah janji pas kenaikan kelas kemarin!"

"Kapan aku bilang gitu? Oppa kamu jangan halu deh!" tolak Sana dengan halus padahal ia juga masih ingat pernah berjanji pada Namjoon karena sudah membantunya belajar ujian.

"Kim Namjoon mana pernah halu! Aku tuh masih inget banget kamu mohon-mohonnya sampe mau ngintilin aku mandi! Dih mesum banget jadi bocah!" ejeknya membuat Sana memutar bola mata. Sebenarnya bukan maksudnya mau mengikuti Namjoon mandi. Tapi ya begitulah, sulit meluruskan kalau dia dengan Namjoon salah paham.

Pun sebenarnya Sana tidak berniat ingkar janji. Hanya saja ia tidak yakin jika eksistensinya bisa membantu. Diakui atau tidak, bantuannya nanti jelas dipengaruhi oleh hadirnya pria itu.

Namanya Kim Taehyung.

Sebuah nama yang membuat Sana menangkup wajah hanya dengan mendengarnya saja.

*

P.s:
vote + comment baru lanjut :")

MoonwakeWhere stories live. Discover now