•10•

12 1 0
                                    

Jiminpov

dan hari ini aku di rumahnya setelah aku tak bertemu dengannya. beberapa hari ini aku jarang kemari entahlah aku tak ingat. yang ku ingat aku terakhir pergi bersama hana. ya, Kim Hana teman sekelasku setelahnya ku tak ingat apa-apa.

seperti biasanya, bibi membuatkan ku makanan yang enak. dan Aeri juga menikmati makanannya. sangat menikmati.

ah, aku teringat sesuatu.

"Ri?" tanyaku disela-sela makanku. dan Aeri berhenti sesaat lalu menatapku dengan tanya.

"Ya? kenapa?" tanyanya seraya mengambil segelas air untuk ia minum. aku menatap manik matanya sebelum berbicara. entah apakah ini gila atau bukan. tapi, entahlah akan ku coba.

"Ri, em.... maafkan aku untuk kejadian tadi siang. dan aku ingin--" ucapakan ku tersela saat aku melihat bibi yang menghampiri kami.

"Permisi, tuan muda dan nona muda. ini saya hanya ingin menyampaikan jika ruang tv sedang di perbaiki untuk soundnya. dan kamar yang lain juga sedang saya bersihkan. hanya kamar nona muda yang sudah saya bersihkan, maafkan saya" ucapnya dengan sopan dan aku menatap Aeri sesaat lalu berpikir 'apa ini berita bagus atau buruk?' .

"Ah, iya tak apa. biar aku dan jimin main di kamar saja"

"uhukkk.. uhukkk... hukkk.. oh astaga"

"chim?? nggk apa kan?"

"tuan muda? anda baik-baik saja?"

gila. aku tersedak saat Aeri bilang 'Main di kamar' oh ayolah chim. fokus. pikiranmu lari kemana-mana.

"aku baik semua. aku baik" balasku akhirnya. Aeri dan bibi nampak lega dan mereka kembali di posisi mereka lagi.

"Tak apa kan chim? kita mainnya di kamarku saja. nonton film di laptop ku atau di balkon kamar" ucap Aeri dengan excited. entah kenapa aku merasa malu.

"i-iya.. kenapa tidak? ta-tak masalah..hehe" balas ku berdusta. sungguh aku malu dan rasanya aneh.

"Ku harap tak terjadi apapun. kendalikan dirimu Park Jimin" - Jimin

"Chim, kok aneh? kayak nggak pernah main sama aku aja? kan dari kecil sering. kok sekarang gini?" - Aeri

•••

Aeripov

ya, walaupun aku ada rasa sedikit benci dengan jimin karena suara bodoh di telphone kala itu, tapi entah kenapa rasa benci itu luntur dan yang ada aku ingin di dekat jimin dan bersama jimin terus.

kali ini aku dan jimin berdiri di balkon kamarku yang langsung menghadap pada halaman belakang rumahku. sejuk. dan rasanya ku ingin lama-lama disini.

sesekali aku melirik jimin. ia menutup matanya seperti sedang membiarkan hembusan angin menerpa wajah tampannya. astaga. jika seperti ini dia lebih dari kata seorang laki-laki yang tampan.

dan jantungku mulai berdebar tak karuan lagi. kenapa ini?. tenangkan dirimu wahai Cho Aeri.

"sshh.. ah.." seketika aku merasa kepalaku sangat pusing hingga aku hampir terjatuh namun jimin dengan cepat menangkap tubuhku.

"a-ada apa? masih sakit? ayo masuk" tanya jimin. tak banyak bicara dia langsung membawaku masuk ke kamar dan menyuruhku untuk duduk bersandar di kasur.

"c-chim.. hiks.. hikss.. pu-pusing" sungguh rasanya pusing sekali. aku sampai menangis. bahkan lengan jimin ku remas demi melampiaskan rasa sakit di kepalaku.

"aku akan panggil bibi. sebentar ya" jimin keluar kamr dengan cepat dan aku meringis kesakitan karena rasa pusing yang hebat ini.

beberapa menit kemudian bibi, jimin, dan orang yang tak kukenal masuk ke kamarku. seorang pria tua berkalung stetoskop menghampiriku.

Don't Leave MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang