Six

77 13 11
                                    

Inka berjalan menyusuri koridor dengan amarah yang tengah melekat pada dirinya. Bayangkan saja apabila kalian dilempar kaos kaki yang sangat bau oleh dua orang yang mengatasnamakan mereka sebagai sahabat. Itu menyebalkan!

"Airin sama Yesi emang tai sumpah. Cantik-cantik gini dilempar kaos kaki bisa demam seminggu ni gue." Inka terus saja menyumpah serapahi kedua sahabatnya. Tak peduli dengan tatapan heran siswa lainnya, ia terus saja berjalan dengan angkuhnya. Sampai ada satu kalimat terlontar dari seorang siswi yang sangat mengganggu pendengarannya.

'Itu gila ya si Inka, kok ngomong sendiri gitu.'

'Gimana gak gila orang temenannya aja sama orang gak waras dan gak punya sopan santun.'

'Hah? Siapa?'

'Siapa lagi kalau bukan si Airin yang katanya waketos itu. Pake acara sok genit sama si Rasya lagi. Eh tapi pas ditanyain ngakunya gak suka.'

"TAU APA LO TENTANG AIRIN HAH?!" Bentak Inka pada seorang siswi dan satu temannya.

"SINI NGOMONG SAMA GUE SEJAUH APA LO TAU TENTANG AIRIN! NGOMONG SINI GUE DENGERIN SAMPE BESOK?!"

"NGOMONG WOYY!! LO BISU HAH? APA MULUT LO ITU GUNANYA CUMA BUAT NGOMONGIN ORANG LAIN DI BELAKANG?!"

"Ma--maaf kak tapi tadi itu bukan suara saya." Jawab salah seorang siswi yang sedari tadi gemetaran karena dibentak oleh Inka.

"TERUS KALO BUKAN SUARA LO SUARA SIAPA HAH?!"

"I--itu kak anu jadi tadi ada dua orang seangkatan sama kakak yang lewat di samping saya sama temen saya. Tapi karena mereka udah pergi makannya sekarang yang disini cuma kita. Tapi sumpah deh kak itu bukan suara kita kok."

Deg!

Malu, itulah yang dirasakan Inka saat ini. Bagaimana tidak, ternyata yang jadi sasaran amukannya saat ada yang membicarakan Airin adalah adik kelas yang tak berdosa.

'Oke Inka lo gak salah, cuma meleset aja. Stay cool Inka, stay cool.' Dalam hati Inka tengah menenangkan dirinya sendiri dan berpikir apa yang akan dikatakannya sekarang. Mau minta maaf, tapi gengsinya yang setinggi langit itu bilang tidak. Mau kembali membentak tapi nanti ia malah dikira tidak tau diri. Bodo amatlah dia harus tetap mempertahankan harga dirinya sebagai kakak kelas. Harus! bagaimanapun caranya!

"Hm, karena gue mirip Raisa. Kalian gue maafin."

Karena tidak mau melawan kakak kelas. Mereka berdua--yang notabene adalah adik kelas Inka--langsung saja ngacir pergi sejauh mungkin dari radar seorang Marinka.

Inka yang saat ini masih tak bergeming dari tempatnya berdiri, tak segan-segan memberikan tatapan tajam pada semua murid yang memperhatikannya, "Kenapa kalian pada ngeliatin gue hah?! Gue colok juga tu mata!"

***

"HUAHAHAHA! Jadi lo marah-marah sama adek kelas waktu denger ada yang ngomongin Airin padahal mereka gak salah?"

"Hm."

"Huahahaha makannya liat-liat dulu jangan langsung sok jadi pahlawan tolol." Cerca Yesi pada Inka.

"Lah gue kan gak terima Airin diomongin gitu. Pake bawa-bawa nama jabatan lagi. Yaudah langsung aja tu gue marahin siapapun yang saat itu ada di deket gue." Balas Inka tak terima.

"Udahlah Ka, besok lagi kalo ada yang ngomongin gue biarin aja. Semua orang kan berhak ngeluarin pendapatnya. Dan satu lagi, disini tu gue wakil ketua OSIS gak salah kalo mereka mau menilai gue." Ucap Airin menenangkan.

"Pokoknya gue tetep gak terima! Mau bagaimanapun mereka cuma nilai lo dari apa yang kelihatan tanpa mau mencari tau Rin..."

"Bukannya manusia emang gitu ya Ka? Apa yang mereka liat, itu yang mereka nilai. Gak usah sampe jauh-jauh cari tau dulu kebenarannya. Yang penting selama yang mereka lihat itu nyata, pasti sampe ke dalem-dalemnya pun sama iya kan? Padahal mereka gak tau aja dengan cara mereka yang asal menilai kayak gitu, seseorang bisa perlahan terbunuh karena dia gak punya mental yang kuat. Tapi kalo mereka ngomonginnya gue kalian gak usah khawatir gue kuat kok." Jelas Airin panjang.

Maybe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang