Thirteen

47 8 35
                                    

Sudah sebulan berlalu sejak resminya hubungan Rasya dengan Raida. Sudah sebulan juga Airin nampak menjadi pribadi yang berbeda. Ia lebih pendiam. Semua pikirannya pun hanya tertuju kepada OSIS. Ia bahkan sangat jarang berada di dalam kelas. Sebagian besar urusannya di sekolah sekarang lebih banyak di ruang OSIS. Seperti saat ini, padahal sudah memasuki jam istirahat. Tetapi Airin masih saja duduk menatap berkas yang berisi event perpisahan kelas XII yang diperkirakan jatuh setelah ujian kenaikan kelas.

Semua siswa kelas XII memang telah melaksanakan Ujian Nasional dan juga Ujian Sekolah. Jadi sekarang ini waktu santai mereka, hanya tinggal menunggu hasil saja. Sedangkan kelas X dan XI masih terus diberondongi setumpuk mata pelajaran untuk persiapan ujian kenaikan kelas yang dilaksanakan satu minggu lagi.

Pintu ruang OSIS terbuka. Airin mendongak memandang seorang lelaki yang kini tengah berjalan ke arahnya. "Ah ternyata lo Fi."

"Udah gue bilang kan Rin lo tuh harus istirahat. Ngapain masih disini hah?" Seru Luthfi sambil berkacak pinggang.

"Gue lagi ngecek keperluan buat event perpisahan kelas XII nanti." Airin menunjukkan berkas yang dipegangnya. "Masa lo gak liat sih Fi gue lagi ngapain, pake acara ngusir lagi."

"Lo itu susah banget sih Rin kalo dibilangin. Gue kan nyuruhnya lo istirahat. Kalo masalah ngecek berkas sama keperluan kayak gitu gak cuma lo kali yang bisa."

"Helehh emang lo mau nyuruh siapa lagi? Disini kan gak ada anak OSIS selain gue."

"Iya juga ya." Gumam Luthfi tanpa sadar. Lalu ia teringat akan sesuatu, diberikanlah tatapan membunuhnya kepada Airin. "Heh lo kemanain si Sisil?"

"Hah Sisil? Emang ada anak OSIS namanya Sisil." Jawab Airin sambil sok sibuk.

"Sisil kan anak kelas lo bego!! Gak mungkin lo gak tau. Tadi sebelum gue pergi, yakin deh dia di disini. Dia juga udah gue pesen buat ngecek berkas itu, tapi kenapa malah lo yang nglakuin tugasnya? Ah gue tau nih." Ujar Luthfi. Kemudian ia membungkuk menyejajarkan wajahnya dengan wajah Airin.

Sadar akan wajah Luthfi yang sangat dekat, membuat Airin jadi gugup sendiri. "Eh ma-mau ngapain lo?"

Luthfi menyeringai, "Gue nanya lo kemanain si Sisil?"

"Ya nggak taulah cari aja sendiri. Lagian bisa nggak sih muka lo gak usah deket-deket gini risih tau." Seru Airin galak untuk menetralisir kegugupannya.

"Berani bohong sekali lagi, gue cium lo!" Ancam Luthfi makin mendekatkan wajahnya hingga kini hidung mereka sudah menempel satu sama lain.

"I-iya-iya singkirin dulu dong muka lo, jelek tau." Haduh ni anak ya, udah kepepet masih aja songong.

Luthfi berdecak, kemudian kembali mengangkat tubuhnya. "Dimana si Sisil?"

"Tadi gue suruh makan sama istirahat di kelas aja. Dia kelihatan pucet gitu Fi kan kasihan."

"PUCETAN MANA SAMA LO AIRIN?!" Teriak Luthfi frustasi. "Kalo lo sakit entar siapa yang susah? Lagian disuruh istirahat aja susahnya kebangetan. Lo kalo ada masalah cerita jangan malah dipendem sendiri, apalagi sampe sembunyi-sembunyi gini. Pikirin kesehatan lo dong Rin. Lo tuh terlalu fokus sama penderitaan orang lain sampe lupa kalo lo sendiri juga menderita."

Airin menghela napas panjang, "Gue gak kenapa-kenapa Fi, santai aja kali. Lagian kalo lo terlalu perhatian gitu sama lawan jenis, entar yang ada mereka malah salah paham."

'Termasuk gue.' Lanjut Airin dalam hati.

Tiba-tiba pintu ruang OSIS kembali terbuka, mengalihkan perhatian Airin dan Luthfi. Disana berdiri seorang gadis yang lumayan tinggi dengan rambut dikuncir kuda. Sisil.

Maybe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang