Fourteen

45 8 9
                                    

"Mau bagi air mata lo sama gue?"

Airin tercengang mendengar perkataan Luthfi. Ia buru-buru menghapus sisa air matanya, kemudian kembali menampilkan senyum sumringah. "Eh lo Fi, kenapa masih disini? Gak pulang?"

"Ayo kita jalan-jalan." Ajak Luthfi masih sambil mengulurkan tangannya.

"Hah? Jalan-jalan kemana? Ini udah lumayan sore Fi, entar gue kena marah sama ayah."

"Yaudah kalau gitu kita di sini dulu bentaran. Lo geser gih biar gue bisa duduk." Airin mengangguk, ia geser ke kursi sebelah. Luthfi duduk, "Jadi ada masalah apa kok lo bisa nangis?"

"Ah gue nggak nangis. Tadi kelilipan debu, anak kelas gue kalo suruh piket susah amat. Jadi ya gitu deh, debunya ampe kemana-mana." Jelas Airin tanpa menatap Luthfi.

"Rin, gak selamanya masalah itu bisa di simpen sendiri. Lo boleh cerita sama gue kok."

Kali ini Airin telah menghadap Luthfi sepenuhnya. Ia tersenyum sendu, "Fi, terkadang orang yang kita sayang, malah lebih berpotensi menyakiti hati ya."

"Eh?"

"Lo tau gak Fi?"

"Tau apa?"

"Ternyata ada satu kalimat yang bisa buat kita sedih di saat lagi bahagia. Dan buat kita bahagia di saat lagi sedih. Lo tau bunyi kalimatnya?"

"Nggak lah. Tapi hebat banget tuh kalimat bisa bisa bolak-balik hati manusia secepat itu. Emang kalimatnya gimana sih?"

"Semua akan berlalu." Jawab Airin sambil tersenyum. Ia menatap langit-langit kelasnya, kemudian kembali berujar. "Sesimpel itu memang. Tapi lo tau Fi, disaat gue lagi seneng ataupun sedih entah kenapa kalimat itu yang selalu muncul di pikiran gue. Gue langsung bisa senyum, bahkan ketawa di saat lagi sedih karena selalu inget kalimat itu. Tapi gue juga bisa langsung murung disaat lagi seneng dan penyebabnya lagi-lagi kalimat itu. Kalimat itu kayak jelasin ke kita kalo waktu itu terus berputar. Gak selamanya kita bisa sedih terus, tapi gak selamanya juga kita bisa bahagia terus. Dan apapun keadaannya, kita harus tetap bersyukur dan yakin kalo emang ini yang terbaik buat kita." Jelas Airin panjang.

Luthfi tercenung, ada sesuatu yang berdesir di dalam hatinya saat mendengar penjelasan Airin.

"Jadi gue rasa gak ada yang perlu gue ceritain ke siapapun termasuk lo. Karena entah kenapa gue selalu belajar keluar dari masalah tanpa bantuan orang lain. Kuncinya cuma satu, inget kalimat yang tadi gue ucapin. Semua akan berlalu." Ujar Airin. Saat sadar hari sudah hampir gelap, ia bergegas berdiri. "Yaudah gue pulang dulu ya. Udah jam 5 lebih nih."

Baru satu langkah berjalan, tangan Airin sudah dicekal terlebih dahulu oleh Luthfi. "Ayo kita pulang bareng, kebetulan gue gak bawa motor."

"Ya udah ayo." Ucap Airin, ia hendak melepas cekalan Luthfi pada pergelangan tangannya. Tetapi Luthfi malah semakin mengeratkan genggamannya.

"Kali ini tolong jangan lepasin tangan gue. Entah besok atau lusa, intinya gue pengen lo cerita tentang masalah lo sama gue. Nyenderin kepala lo di bahu gue. Karna gue peduli sama lo Airin." Luthfi berkata. Ia berjalan terlebih dahulu diikuti Airin dibelakangnya. Jari mereka saling menaut, mengisi ruang kosong di sana. Airin tersenyum sendu, kenapa bisa dia lebih mencintai Rasya dibandingkan lelaki sebaik Luthfi?

***

Hari yang melelahkan bagi Luthfi. Sehabis pulang sekolah tadi, ia langsung mandi kemudian menunaikan sholat maghrib saat adzan di masjid sekitar kompleknya telah barkumandang. Sesudah melaksanakan sholat berjamaah bersama keluarganya ia langsung ke kamar mengistirahatkan diri.

Tubuhnya berbaring di atas ranjang dengan kaki menggantung di salah satu sisi. Pikirannya berkelana pada kejadian sore tadi saat ia berdua bersama Airin di kelas gadis itu. Entah kenapa Luthfi merasa Airin benar-benar istimewa. Ia tau gadis itu sedang bertengkar dengan para sahabatnya, namun yang membuatnya tersanjung adalah cara Airin menanggapi suatu masalah yang menimpanya. Siapa yang tau bahwa Airin yang selalu tersenyum, tertawa, bahkan sering berbicara ceplas-ceplos itu menyimpan banyak luka dalam hatinya?

Maybe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang