"Ishhh si Airin kemana sih, jam segini belum dateng!" Gerutu seorang gadis berlesung pipit.
"Udahlah Yes nggak usah terlalu khawatir gitu, mungkin dia bangun kesiangan atau apalah yang bikin dia mendadak telat gini."
"Inkaa, Airin tu kalo telat tau diri. Dia kan wakil ketua OSIS jadi meskipun telat gak sampe jam segini juga kali. Ini kan udah bel." Ucap Yesi bersungut-sungut.
"Iyaa Yesi mending kita tenang dulu, tunggu Airin dateng. Kalo jam pelajaran dimulai dia tetep gak dateng, berarti emang ada masalah." Balas Inka menenangkan.
Yesi menghembuskan napas pelan kemudian ia bergumam, "Hmm iya deh."
Menit demi menit terus berjalan. Mengusir jarak, menghilangkan kenangan, bahkan meninggalkan kecemasan. Seorang guru wanita yang berpenampilan rapi berjalan melewati koridor dengan anggunnya. Ia memasuki salah satu kelas yang diatasnya bertengger sebuah papan bertuliskan XI Ipa 1. Kelas yang awalnya bising, mendadak hening seketika. Semua siswi mulai memperbaiki duduknya, bersiap diri, lalu serempak mengucap salam. Terlihat di barisan bangku pojok kelas, dua orang siswi sedang duduk dengan sejuta kecemasan, yang terlihat dari raut wajah mereka.
Pelajaran pun dimulai. Guru wanita tersebut, atau bisa dipanggil Bu Erin mulai berjalan ke arah papan tulis untuk menuliskan beberapa rumus lalu menjelaskannya pada semua murid. Matematika. Hari ini adalah hari dimana disalah satu jam pelajarannya, bahkan di jam yang pertama semua murid bisa dibuat meledak oleh pelajaran tersebut. Sungguh mengenaskan. Namun bukan itu yang menjadi alasan mengapa dua gadis yang duduk di bangku barisan pojok itu cemas dan tak bisa duduk tenang.
Lama-kelamaan hal itu mulai terlihat oleh Bu Erin. Ia yang merasa jengah dengan kelakuan dua muridnya itu, kemudian tak segan-segan untuk segera menegur, "Yesi!Inka! Apa kalian tidak bisa duduk dengan tenang hm?" Sentak Bu Erin pada keduanya.
"Ma--maaf bu." Jawab Yesi dan Inka bersamaan.
"Dasar anak muda bisanya hanya meminta maaf huh! Yesi! itu kenapa lagi bangku sebelahmu kosong?" Tanya Bu Erin selanjutnya.
"Emm itu bu Airin gak masuk."
"Hadehh pantes saja dari tadi kalian cemas, ternyata itu toh alasannya. Gimana gak cemas yakan orang salah satu sahabat sejati kalian gak masuk." Ucap Bu Erin dengan nada menyindir. Dia ini memang guru penuh drama dengan seribu sindiran. Ups!
"Iya bu maaf."
"Ya sudah kalian fokus saja pada pelajaran saya. Masalah Airin tanyakan nanti saja kepada orangnya, saya tidak suka diduakan ingat itu!" Tuh kan penuh drama dia tu.
"Iya bu."
Salah seorang siswa yang sedari tadi memperhatikan kejadian tersebut, tak kalah cemas saat mendengarkan bahwa Airin tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Ia hanya menghela napas panjang, kemudian sempat berpikir sebentar, mengapa dia secemas ini? Biasanya kalo ada murid tidak masuk dia hanya acuh bahkan sangat tak peduli. Tapi ini berbeda dengan yang lainnya. Yang ia cemaskan sekarang adalah orang itu. Gadis itu. Airin.
Beralih dari siswa tersebut. Seorang siswi di kelas yang sama namun di bangku yang berbeda, orang itu--tengah tersenyum penuh kemenangan.
***
"Inkaa, gimana Airin udah bisa dihubungin?"
"Belum, ponselnya gak aktif."
Yesi menghela napas kecewa. Jangan tanya mereka sedang di mana sekarang. Karena yang pasti, tanpa Airin mereka akan malas pergi kemana-mana selain berdiam diri di kelas.
"Eh Airin sakit ya? Aduh kasihan, salamin GWS dong dari Kinan." Ucap seorang gadis berambut gelombang dengan warna sedikit kecoklatan, siapa lagi kalau buka Kinan dan kedua dayangnya--Shila dan Milka.
![](https://img.wattpad.com/cover/182511577-288-k83554.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe!
Teen FictionKairina Maylinda. Seorang gadis unik dengan seribu tingkah anehnya. Gadis yang ceroboh, ceria, hiperaktif, juga cerewet. Rasya Bachtera. Salah seorang lelaki tampan di SMA Angkasa. Tingkahnya yang jail dan playboy sering membuat Airin kesal dan muak...