"Paapaaaaahhh!!!!" teriakku sambil berlarian menuruni tangga. Papaku yang ada dibawah terkejut dan memperingatkanku untuk tidak berlari.
"Rain jangan lari lari dek nanti jaaa--tuh"
Tepat di anak tangga terakhir aku jatuh karena menginjak tali sepatuku. Melihatku terjatuh, papa langsung menghampiriku dan membantuku untuk berdiri.
"Rain dibilangin papa jangan lari lari juga! Kenapa sih dek? Papa disini papa nggk kemana mana" kata papaku memarahiku.
"Hiks hiks sakit pahh" sumpah demi apapun lututku sakit terantuk lantai tadi.
"Bentar ya papa ambilin plester"
Papa terlihat sibuk mencari cari plester di laci. Tak lama kemudian papa kembali dan memasangkan plester itu ke lututku. Aku mengusap air mataku.
"Udah jangan nangis ah kamu cengeng"
"Ihhh papa kok gitu sih"
Papa hanya tertawa renyah mendengarku. Papaku orang yang hangat. Dia selalu terlihat kuat di depanku meski akupun tahu bahwa ia memiliki banyak kesedihan yang tak boleh kuketahui.
"Coba bilang ke papa tadi kamu kenapa lari larian sampai jatuh gini?" tanya papaku yang kini menyejajarkan duduknya denganku yang sedang duduk di anak tangga.
"Morninggg everybodyyyy"
Itu suara kakakku. Dia emang orang yang berisik. Berbanding terbalik dengan papaku yang pendiam.
"Pagi pah, pagi dek!" ucapnya lalu mencium pipi papa dan pipiku.
"Pagi kak" sahut papa
Itu memang sudah rutinitas keluarga kami tapi entah kenapa pagi ini aku merasa dia tidak pada saat yang tepat muncul sekarang. Oh ayolah! Aku hanya ingin bertanya pada papa.
Papa meninggalkan kami ke dapur dan kembali membawa dua buah sandwitch dan susu kotak.
"Ihh nggk usah cium cium!" ketusku
"Idih kenapa sih? Kurang? Sini sini tak cium lagi" dia menarik kepalaku yang langsung kutepis dengan memukul kepalanya
"Kaakkk! Dibilangin juga gak usah cium cium!"
Kakakku hanya mengaduh setelah tadi kupukul kepalanya.
"Aduhhh Rain kamu kenapa sih? Sakit tau nggak?!"
"Rain, Vano udah jangan berantem kalian ini!" tegur papaku lalu membagikan sandwitch dan susu yang ia bawa dari dapur tadi.
"Udah kalian berangkat sekarang ya, papa nggak mau kalian telat"
"Tapi pah... "Rengekku pada papa
"Kenapa lagi dek? Kok nangis?"
"Papa jadi berangkat ke luar kota hari ini?" tanyaku yang sudah berkaca kaca.
Melihatku menangis lagi lagi papa tak tega lalu mendekatiku dan memelukku."Papa nggk lama dek, papa kesana buat kerja cari uang, kan buat Rain juga" kata papaku lembut sambil mengusap belakang kepalaku.
"Nggk bisa ya kalo nggk pergi" protesku
"Nggk bisa dek ini udah janji ini aja papa udah telat"
Mendengar jawaban itu Rain hanya bisa tertunduk lesu. Revano yang sedari tadi menjadi oknum pemerhatikan hanya bisa diam dan menyimak drama yang terjadi antara ayah dan anak perempuannya pagi ini. Ia sadar bahwa adiknya itu lebih dekat dengan papanya ketimbang dengan dirinya.
"Gini deh Rain, papa janji gak akan lama. Kalo udah selesai langsung pulang"
Mendengar hal itu Rain mengangkat jari kelingkingnya dan mengarahkannya ke papanya

KAMU SEDANG MEMBACA
RENDEZVOUS
Dla nastolatkówLyann hanyalah seorang anak laki laki biasa. Ia hanyalah seorang anak yang rapuh. Dibalik semua senyum yang ia pasang, semuanya tak sebanding dengan luka yang disembunyikannya. Ia tak memiliki harapan hidup selain bundanya, tapi bundanya bukan lagi...