Untitled-Farewell?

468 55 9
                                    

Dear, Samuel.

Maaf aku pergi tanpa berpamitan langsung padamu. Aku kembali ke Korea. Jika kau bertanya siapa orang yang tiba-tiba datang kemarin, dia ayah dari bayiku.

Terimakasih sudah sangat baik kepadaku.
Kau orang baik Muel.
Aku yakin, wanita yang akan menjadi pendampingmu kelak adalah wanita paling beruntung didunia.
Dan akupun beruntung bertemu denganmu.

Terima kasih untuk beberapa minggu ini.

Berbahagialah. Aku juga akan bahagia disini.

Terima kasih Samuel.

Sincerely, Lee Daehwi

Samuel meremat selembar kertas yang baru saja dia baca. Baru 3 hari dia tidak bertemu dengan Daehwi, dan sekarang dia mendapat surat selamat tinggal dari wanita mungil itu?

Hatinya sakit tidak bisa melihat Daehwi lagi. Dia bahkan belum mengungkap perasaannya. Dan sekarang cintanya sudah kandas saja?

.
.

Perpisahan yang paling menyakitkan adalah kematian.

.
.

Bae Jinyoung dan Ibunya menangis tergugu didepan pusar basah itu. Hujan lebat tak membuat mereka berdua beranjak dari tempatnya.

Pastur dari gereja dan beberapa pelayat sudah meninggalkan mereka. Memberi privasi untuk sejenak dapat menangisi keluarga mereka.

Jinyoung nenangis dalam diamnya. Hanya lelehan air mata yang setia membasahi pipinya. Tangan kirinya meremat erat gagang payung yang di bawanya.

Hatinya hancur. Lebih hancur dari sebelumnya.

Dia gagal melindungi adiknya.

Gagal melindungi nyawa adiknya yang di hilangkan paksa oleh ayah kandungnya.

Di depannya, adik tersayangnya sudah terlelap selamanya. Adik manisnya tak perlu lagi merasakan pahitnya hidup ini. Tidak perlu lagi menerima karma untuk srmua yang tidak dia lakukan. Tidak perlu lagi mengingat malam terburuknya. Adiknya sudah bahagia. Hanya itu harapan Jinyoung.

"Umma, ayo kita pulang." Jinyoung meraih pundak ibunya. Mencoba menenangkan wanita itu.

Wanita itu mengatur nafasnya. Mencoba meredakan kesedihannya. Dia harus bangkit dan bertahan. Dia masih memiliki Jinyoung, Daehwi dan calon cucunya untuk dia rawat. Dia harus bertahan.

Mengusap dengan sayang foto anaknya, lalu menciumnya.

"Siyoung-ie, nae saranghaneun adeul. Umma minta maaf untuk semua yang menimpamu. Berbahagialah,nak. Do'a Umma selalu bersamamu."

"Siyoung-ah. Mianhae. Hyungie-ga mianhae." Hanya itu yang dapat Jinyoung katakan didepan pusara adiknya.

Dengan langkah berat mereka meninggalkan area pemakaman itu. Dengan sisa-sisa air mata dan sedikit isakan. Tapi rasa bersalah mereka lebih besar.

'Umma, Hyungie, Siyoung mencintai kalian.' Sosok putih itu melambaikan tangannya. Mengucapkan selamat tinggal pada keluarganya sebelum terbang melayang keatas langit.

.
.
.

Daehwi kembali masuk rumah sakit. Tendangan dan pukulan Tuan Bae kemain lusa cukup berdampak pada tubuhnya.

Punggungnya lebam besar dan tangan kanannya retak. Membuatnya harus memakai gips yang menghambat aktifitasnya.

Tapi Daehwi harus bersyukur. Bayinya baik-baik saja. Usaha Daehwi melindungi perutnya membuahkan hasil.

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang