Untitled-사랑해, 엄마.

698 61 15
                                    

Dua pemuda itu berdiri didepan altar. Dalam sebuah gereja sederhana dipinggir desa. Seorang pendeta tua dengan jubah putih dan rosario menggantung di lehernya. Membaca alkitab yang menunjukkan sabda-sabda Yesus akan indahnya cinta dan keluarga.

Tangan mereka tertaut erat. Dengan yang lebih mungil menggenggam sebuket bunga Baby Breath di tangan kanannya.

Keduanya bahagia. Wajah berseri dan semu merah dipipinya menunjukkan segalanya.

"Dihadapan Tuhan Yesus yang Agung, apakah kau, Bae Jinyoung. Bersedia menerima, menjaga, menghormati dan mencintai Lee Daehwi sebagai Istrimu dalam keadaan apapun? Dalam keadaan sedih dan senang. Dalam keadaan sehat dan sakit. Dalam keadaan kaya dan miskin. Bersama saling mencintai hingga maut memisahkan?“

Jinyoung mengangkat tangannya untuk bersumpah dihadapan Tuhan. Mengambil nafas panjang dan menghembuskannya. Dan 5 detik berikutnya menjawab dengan tegas.

" Ya. Saya bersedia."

"Dan kau Lee Daehwi, Bersedia menerima, menghormati dan mencintai Bae Jinyoung sebagai suamimu dalam keadaan apapun? Dalam keadaan sedih dan senang. Dalam keadaan sehat dan sakit. Dalam keadaan kaya dan miskin. Bersama saling mencintai hingga maut memisahkan?“

“Ya. Saya bersedia."

"Dihadapan Tuhan Yesus, kalian dinyatakan Sah sebagai sepasang suami istri baik secara agama dan negara."

Jinyoung menatap wajah cantik itu. Mengelus rambut sebahu itu. Menyusuri setiap senti wajah cantik itu dengan jemari bergetar.

Menelusupkan tangannya di belakang tengkuk Daehwi. Menempelkan bibirnya dengan hati-hati seolah Daehwi adalah hal rapuh yang harus sangat dia jaga. Membawa pasangannya dalam sebuah ciuman manis dan lembut. Tanpa ada nafsu. Hanya cinta diantara keduanya.
.
.
.

Daehwi mengerang pelan saat merasakan tendangan keras dari dalam perutnya. Mengenai ulu hatinya hingga rasanya rusuknya bisa saja patah.

Mendesis dan mengusap perut buncitnya yang rasanya semakin berat setiap hari. Membuat kadang Daehwi merasa paru-parunya tertekan hingga tak bisa bernafas jika dia tidak menemukan posisi yang nyaman untuknya.

Rumah besar Jinyoung serasa sepi sekali. Walau ada beberapa maid yang sesekali berlalu lalang dan menanyakan kondisi Daehwi yang sedang duduk dikarpet tebal dengan meja yang penuh dengan kertas dan alat tulis.

Perutnya sudah tidak enak dari pagi buta. Tapi dia tidak ingin merepotkan Jinyoung dan ibunya. Mereka harus pergi ke kantor untuk mengatasi masalah internal perusahaan setelah tuan Bae masuk penjara.

Sekali lagi, Daehwi tak ingin merepotkan. Perkiraannya melahirkan tinggal dua minggu lagi. Dan bayinya genap berusia 9 bulan lebih. Daehwi bersyukur bayinya baik-baik saja. Tidak lahir premature seperti perkiraan dokter. Mungkin hanya kurang bobot tubuh. Karena bagaimana pun bayinya kembar. Otomatis berat mereka tidak sebesar bayi tunggal. Tidak apa. Yang penting mereka sehat. Iya kan?

Mengelusnya sekali lagi dan melanjutkan acara menulisnya. Melipatnya dan memasukkan kedalam amplop merah muda dengan pita baby blue.

Daehwi sedang menulis untuk bayi-bayinya. Surat-surat yang mungkin bisa Daehwi bacakan pada bayi-bayinya kelak dimasa depan. Daehwi ingin menuliskan banyak kenangan untuk mereka. Pun untuk Jinyoung dan ibunya.

Terhitung sudah 15 surat yang Daehwi tulis. Satu untuk Jinyoung. Satu untuk Nyonya Bae yang sudah sangat baik kepadanya. Dan sisanya untuk bayi-bayinya.

Daehwi mendesis lagi. Memutuskan untuk beranjak dan tidur siang saja. Siapa tau itu bisa membuatnya lebih baik.

Seorang maid muda menghampirinya ketika melihat Daehwi mengernyit dan mendesis memegangi perutnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang