Pasca Ibu Tiada
Sudah seminggu Violetta kehilangan sosok ibu dalam hidupnya. Selama itu, belum sekali pun ia mengunjungi ke penjara tempat ibunya ditahan. Alasannya satu, ia tidak mau melihat lagi wajah wanita yang sama kejinya kepada sesama manusia.
Entah apa jadinya jika berada dalam posisi Violetta, lahir dari keluarga yang sama-sama mempunyai sisi lain sebagai seorang psikopat. Baik ayah maupun ibunya, tidak ada yang memiliki rasa empati pada korban. Menurut pengamatan Violetta selama ini, ibunya sering berlama-lama dalam kamar mandi. Mungkin itu salah satu ciri, nyaman menyendiri.
"Mau makan apa?" Suara seseorang dan tepukan berhasil membuat Violetta menoleh. Ia tidak bisa berkutik saat mendapati Eldric berdiri tepat di belakangnya. Benar-benar mengagetkan, ia pikir Eldric sudah tidak peduli lagi dengannya.
"Sandwich." Violetta menjawab singkat sambil memain-mainkan kukunya. Salah tingkah di dekat lelaki itu, padahal kekasihnya sendiri. Buat apa masih gerogi?
Lalu, Eldric melenggang ke kedai yang menjual makanan yang Violetta sebut tadi. Kini gadis itu kembali sendiri, di tengah keramaian kantin pada jam istirahat kedua. Ia menunduk sedih, merasakan sesuatu yang mengusik pikirannya. Semenjak beredar kabar ibu yang masuk jeruji besi, tak ada satu pun yang mau berteman dengan Violetta.
Bahkan, Utami sahabatnya sendiri langsung menjauh dan gabung ke grup tukang bully di kelas. Tidak pernah terlintas sebelumnya, Utami lebih memilih bertingkah buruk daripada menjalin hubungan dengan dirinya.
"Hi, Nona Violetta!" Ia pun tersentak, dan mendongakkan kepala secara spontan. Dilihatnya grup itu datang, mengepung dirinya dan membentuk sebuah lingkaran kecil. Ada enam orang yang salah satunya Utami.
Violetta hanya diam, menatap mereka satu per satu. Saat tepat berkontak dengan Utami, tatapannya terkunci. Rasa sesak timbul begitu melihat sahabat sendiri memasang wajah muak dan mengejek. Selama ini, Violetta tertipu oleh Utami. Ternyata Utami tidak lebih dari teman palsu.
"Kau tidak mempunyai teman, sayang?" Salah satu dari mereka mengangkat dagu Violetta untuk bertatapan langsung.
Sejenak, ia memejamkan mata. Merasakan sakit dan perih yang ada. Violetta merasakan sesuatu menyentuh bibirnya, masuk ke mulut secara paksa. Ia pun membuka kelopak mata, terkejut bukan main.
"Kunyah dan telan itu, sayang." Suara tegas tapi lembut yang terlontar dari Eldric mampu membuat dirinya merasa tidak percaya dengan semua ini. Selain Violetta yang kaget, tingkah manis Eldric juga berhasil mengundang tatapan-tatapan tidak habis pikir dari enam perempuan tersebut.
Eldirc amat romantis, penyelamat kala dirinya dalam bahaya. Namun, beberapa detik kemudian.
"Itu sandwich basi yang nyaris dibuang ke tempat sampah oleh penjualnya." Tawa Eldric pun pecah, diikuti yang lain. Mereka tertawa terbahak-bahak ketika tenggerokan Violetta bergerak menurunkan sesuatu. Makanan tersebut sudah tertelan habis.
Jika mereka bahagia, Violetta sebaliknya. Ia segera bangkit dan berlari menuju toilet yang kebetulan berada dekat kantin. Sambil bercucuran air mata, ia menyaksikan pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Hanya cermin yang mampu mengerti perasaan Violetta, cermin tidak akan tertawa kala Violetta menangis.
"Kau kenapa?" Suara datang, seseorang muncul dari bilik kamar mandi. Ia tidak mengenal perempuan berambut cokelat itu, benar-benar pertemuan pertama kali.
"Kau siapa?" tanya Violetta dengan suaranya yang parau, ia tidak mau dibohongi lagi. Mungkin saja perempuan tersebut sebatas ingin tahu, tanpa berniat membantu.
"Aku Vransiska, senang berkenalan denganmu Violetta." Vransiska mengulurkan tangan, sementara itu Violetta lantas meraih uluran tangan itu. Walaupun ragu, tapi menurut kaca mata Violetta, Vransiska orang yang baik.
Lalu, semenjak kejadian itu Violetta menjalin pertemanan dengan Vransiska. Mereka berdua cerita satu sama lain, sama-sama terbuka. Violetta merasa dunianya kembali berwarna, Vransiska telah membangkitkan semangatnya untuk kembali bertahan hidup.
Malam ini, Vransiska akan menginap di kos-an Violetta. Dikarenakan ayah dari perempuan itu sedang bertugas di luar kota untuk tiga hari. Dan malam ini, pertama kalinya Vransiska berkunjung ke sana.
Tok ... tok ... tok....
Ketukan pintu dari luar, membuat Violetta bangkit dengan mata berbinar. Dibukanya pintu tersebut dan langsung berhambur untuk memeluk sahabatnya.
"Kau terlalu berlebihan, bahkan tadi siang pun kita baru bertemu," ucap Vransiska seraya melangkahkan kaki menuju ranjang.
Sejenak, Violetta mematung di tempat. Mencerna kalimat yang beberapa detik lalu Vransiska lontarkan, sama sekali tidak masuk akal. Jantung berdebar kencang, napas memburu, dan keringat berucuran.
"Tadis siang, aku kerja. Apa kau salah orang?" Susah payah ia menelan salivanya dan menjatuhkan bokong di sebelah Vransiska duduk.
Kini bergantian Vransiska yang kebingungan, tapi perempuan itu justru mengambil tindakan tidak peduli dengan mengangkat bahunya. Violetta berdecak, masih digerogoti rasa penasaran.
"Kau mau ini?" Topik teralihkan, Vransiska menyodorokan sesuatu yang diambil dari dalam ranselnya. Beberapa butir permen yang dibungkus warna-warni, amat memanjakan mata.
Lantas, tanpa babibu lagi ia merebut permen-permen itu. Layaknya anak kecil, sontak membuat Vransiska menggeleng keheranan.
Beberapa menit kemudian, setelah Violetta memasukkan permen terakhirnya, Vransiska mulai mengambil posisi untuk berbaring. "Kau mau dengar ceritaku?" tawar Vransiska, tanpa perlu berpikir Violetta cepat mengambil keputusan dengan anggukan.
"Tapi kau janji untuk tidak marah, okey?" Lagi dan lagi, Violetta hanya menganggukkan kepala. Menyamakan posisi seperi Vransiska, bedanya ia tengkurap.
"Sebenarnya, aku yang merebut Eldric darimu. Tujuan aku berteman denganmu adalah untuk meminta maaf." Waktu seolah berhenti detik itu juga, Violetta menggeleng tak percaya.
"Kau ada dua, Violetta. Kau yang kutemui tadi siang sungguh cantik. Dia berpakaian anggun, dipoles make-up, tapi ... itu hanya halusinasiku, mungkin." Vransiska menghela napas kasar.
Kini, Violetta tidak tahu harus marah atau tidak. Bukan kah niat Vransiska baik? Karena kelembutan hatinya, Violetta mengukir senyum.
"Kau kumaafkan, dan untuk halusiansimu yang tinggi itu kuapresiasi dengan tepukan." Ia bertepuk tangan.
Lambat laun memelan dan kembali serius. "Dan sekarang, hubunganmu dengan Eldric bagaimana?" Meski terasa sakit, Violetta tetap bersikeras bertanya.
"Tak lama akan kuakhiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Violetta [Completed]
Mystery / ThrillerBEST RANK : #4 uglygirl 07 Juli 2020 Apakah dia masih layak bahagia setelah semua itu terbongkar? Belakangan ini Violetta merasa ada yang aneh dalam hidupnya. Setiap di sekolah, anak-anak menjauhinya tanpa alasan yang pasti. Bahkan, Eldric pacarnya...