Empat Belas

1K 45 1
                                    

Ia mulai bekerja untuk hari ini. Setidaknya, satu-satunya cara agar bertahan hidup. Meskipun selalu was-was, takut Chirstoper berbuat macam-macam. Namun, ia merasa dijaga oleh pegawai-pegawai lain yang menerimanya dengan baik.

Tanpa sadar, Violetta merasakan kebahagian. Suatu hal yang selama ini ia cari, tapi nyatanya ia hanya membuang-buang waktu. Karena, kebahagian itu rasakan bukan dicari sampai benar-benar merasa menemukan.

"Bagaimana kesan pertama kerjamu?" Sebuah pertanyaan yang dilontarkan Fransiska saat Violetta menjatuhkan bokong di tepi ranjang.

Ia tampak lelah, tapi dengan semangat menjawab. "Menyenangkan!" Satu kata singkat saja, diakhiri dengan lekukan bulan sabit yang terukir indah.

Percakapan berlanjut begitu lancar, sampai akhirnya mereka tidak sadar ada seseorang yang berusaha masuk melalui jendela. Orang berjubah hitam, lengkap dengan masker setengah wajah yang menutupi identitasnya.

Bisakah menebak siapa orang di balik masker tersebut?

Terdengar dobrakan pintu yang kencang, nyatanya si orang jahat berani memasuki kamar Fransiska. Sontak, dua perempuan yang berada di dalamnya hanya bisa mematung dan saling tatap.

Tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata, intinya menegangkan. Satu langkah lebih dekat, belum ada yang bereaksi. Violetta malah sibuk mencengkram ujung sprei kuat-kuat, sedangkan Fransiska seperti sudah tak bernyawa. Pucat pasi macam mayat.

Ia sebisa mungkin masih tetap terjaga, biarpun kedua matanya memaksa untuk terpejam. Dan di ujung kekuatannya, ia melempar bantal yang kebetulan ada di sekitar. Sangat tepat mengenai tubuh orang tersebut, sehingga tedengar geraman.

"Eldric," gumam Violetta pelan. Hatinya berteriak yakin bahwa itu Eldric, entah mengapa benar-benar yakin.

"Eldric, kau kah itu?" tanyanya seraya mundur beberapa centi meter, sekaligus mengode Fransiska untuk cepat-cepat keluar melalui jendela kamar.

Fransiska masih terbengong, tidak fokus apa yang dibicarakan Violetta. Maklum, setengah kesadarannya telah melayang entah ke mana.

"Cepat Fransiska, cepat!" Violetta menuntun tubuh sahabatnya itu, mendorongnya untuk keluar melalui jendela. Sepertinya, mereka masih bisa bertahan hidup. Ada tangga yang menjulang dari bawah sampai ke balkon kamar, alhasil satu-satunya cara melarikan diri dari situ.

"Kau dulu, kupastikan kau aman." Violetta berusaha meyakinkan lewat tatapannya yang langsung disetujui dengan anggukan.

Pelan, gerakan yang Fransiska lakukan untuk menuruni anak tiap anak tangga. Menunggu di atas, Violetta menoleh terus ke belakang. Di detik ini, orang misterius itu masih mematung di tempat. Namun, mata yang tajam itu lurus ke depan.

"Sekarang giliranmu!" Teriak suara dari arah bawah, Violetta mengerjap dan segera mengikuti gerakan yang sama. Bedanya, ia lebih tergesa-gesa.

Berhasil. Mereka mendarat dengan selamat. "Jangan menangis, kita akan baik-baik saja," ucap Violetta sambil menyeka air mata yang meluncur bebas di pipi Fransiska.

Kelihatan jelas memang Fransiska amat ketakutan, tapi apa yang harus Violetta lakukan? Toh dirinya saja tidak tahu akan kedatangan Eldric yang tiba-tiba. Mengejutkan.

"A--aku takut...." Sambil masuk dalam dekapan Violetta, tangis Fransiska semakin menjadi.

"Iya, ayo sekarang kita kabur!" Ia menyeret Fransiska dengan paksa, tidak tahu mau ke mana. Yang penting jangan sampai ketahuan.

Naas. Saat sampai di depan pagar, ada sebuah mobil yang terparkir rapi. Di depan mobil hitam tersebut, ada seseorang yang bersandar santai seraya melipat kedua tangannya. Wajah penuh kebencian menyambut kedatangan mereka berdua.

"Pasrah saja," lirih Fransiska dengan raut lesu. Gadis itu justru menawarkan diri untuk naik, seperti sudah tertutup segala kemungkinan untuk selamat.

"Cepat naik!" suruh Eldric dari belakang seraya mendorong kasar punggung Violetta yang tengah berpikir.

Dalam mobil itu, tidak ada celah sama sekali untuk bernapas. Jangankan AC, jendelanya saja tidak ada. Saat iseng mengedarkan pandangan, Violetta dikejutkan oleh penemuan penumpang lain yang tidak sadarkan diri di belakang. Itu ... Utami. Mantan saahabatnya.

Sebenarnya, ada apa ini? Mau dibawa ke mana mereka bertiga?

Dalam perjalanan hanya suara bisik-bisik yang terdengar dari Eldric dan pamannya. Chirsoper mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata, tampak seperti orang mabuk yang menyetir.

Detakan jantung mereka berpacu setara dengan kecepatan kendaraam roda empat tersebut, seperti balapan. Siapa yang menang, dia yang mati.

Brukkkk

Sampai saat ini, hanya Violetta satu-satunya korban yang selamat. Empat korban lain entah bagaimana kondisinya, yang jelas tidak sadarkan diri. Apalagi dua penumpang yang duduk di kursi terdepan, kepala-kepalanya membentur dashboard dan mengeluarkan cairan amis.

Violetta luka ringan, ia segera keluar. Sementara itu, penduduk sekitar sibuk mengevakuasi. Beberapa orang mengerumuni dirinya, salah satu ada yang menyodorkan air minum botolan.

Bersyukur, tidak ada yang langsung menodongnya dengan beragam pertanyaan. Ia mengatur napas yang memburu juga jantung yang berdetak tak karuan sambil menatap kosong para korban.

"Mereka semua tidak bernyawa, cepat panggil ambulan!" Bagai ditusuk ribuan jarum, Violetta menahan jeritan. Tercekat di tenggorokan, apalagi mendengar kata 'semua' yang berarti tanpa pengecualian selain dirinya ini.





Violetta [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang