Enam

1.4K 62 0
                                    

Dia kembali, bung

Coba bayangkan, jika kalian berada di posisi Violetta. Ketika sudah ditinggalkan begitu saja, kini tanpa merasa bersalah dia kembali. Bersikeras permohonan maafnya dikonfirmasi, Violetta termenung sejenak.

Ia berjalan, menjauh sedikit dari lelaki itu. Lagipula, ia benci asap rokok. Itu adalah pembunuh almarhum kakeknya, siapapun yang merokok tak segan-segan akan Violetta jauhkan. Bahkan, jika berani ia mengusir.

"Bagaimana?" tanya lelaki itu menyadari kesan Violetta kurang mengenakkan, Eldric pun membuang puntung rokoknya secara sembarang. Menginjaknya sebentar, lalu menendang ke selokan kecil yang terletak di dekatnya.

Kemudian, sambil menungggu jawaban, Eldric mendekat ke arah Violetta duduk. Di tepi trotoar, tidak peduli jika celana jeans mahalnya akan kotor.

"Kumaafkan, tapi jangan pikir semua akan kembali seperti dulu." Satu kalimat keputusan meluncur bebas tanpa hambatan, dirasa cukup pertemuan untuk sore ini, ia pun bangkit berniat pergi.

Namun, Eldric sigap menggagalkan niatnya tersebut. Laki-laki itu mencekal keras pergelangan Violetta, tanpa mempedulikan bagaimana rasa sakit yang dirasakan.

"Kau telah jadi milikku tidak akan bisa melarikan diri, sayang." Dengan ketegasan bernada posesif, Eldric melontarkan kalimat yang mampu membuat Violetta terdiam beberapa detik.

Tidak bisa berkomentar apa-apa, tidak habis pikir dengan lelaki bernama Eldric yang ada di hadapannya. Setelah memutuskan hubungan lalu menginjak-nginjak harga diri gadis itu di depan umum, sekarang secara tidak langsung mengklaim kepemilikan.

"Kau pikir kupeduli, tidak berengsek!" Mengeluarkan seluruh kekuatannya, Violetta berhasil melepas cekalan itu. Rasa lega belum sepenuhnya didapatkan, masih harus memikirkan bagaimana caranya kabur dari sini.

Sial, otaknya sedang tidak bisa diandalkan. Ia pun hanya bangkit dan memelesat secepat mungkin, memperkecil peluang untuk tertangkap. Beruntung Violetta hapal seluk beluk jalanan yang dipijaknya, hanya perlu lurus dan belok kanan langsung menemukan toko kelontong engkoh.

Ia pikir semudah membalikkan telapak tangan, tapi nyatanya seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Tidak semudah itu, Violetta. Tokonya sepi, justru membuat Violetta kesusahan untuk menyembunyikan diri. Biasanya ramai, biarpun di sore hari.

"Koh!" Violetta memanggil panik. Engkoh yang tengah tertidur pulas di balik sepotong kardus untuk menutupi wajahnya itu terbangun sentak. Langsung mengarahkan pandang ke Violetta, nyalang.

"Mana utang kau?!" tanya Engkoh sambil membenarkan letak kacamatanya. Berbicara terlalu kencang, membuat benda itu menurun.

Rasa panik bertambah, Violetta ingat utang yang belum juga ia lunasi. Dan bodohnya, belum memiliki uang ia berani-beraninya menghampiri secara langsung. Mendadak, tubuhnya kaku saat sebuah siku tertumpu di bahunya.

"Ini pakai uangku," ucap Eldric merogoh dompetnya, mengeluarkan beberapa lembar uang bernominal besar.

Ia pun menoleh, tidak percaya dengan apa yang dilihat. Bukan kaget karena tertangkap oleh lelaki itu, tapi karena utangnya yang terbilang banyak detik ini juga terlunasi. Namun, Violetta bukan gadis bodoh yang mudah mempercayai sesuatu. Pasti ada sesuatu di balik ini semua.

"Bagus, bagus! Kau tidak pesan itu lagi?" Engkoh memasukkan lipatan uang ke kantongnya sambil melontarkan pertanyaan yang jelas tertuju pada Eldric.

Itu ... untuk apa?

Mimik Eldric berubah menjadi tidak baik dan menggelengkan kepala. Belum sempat Violetta bertanya sedemikian yang ada di otaknya, lelaki itu segera mengalihkan pembicaraan.

"Ayo pulang!" ajak Eldric, menarik lengan Violetta paksa.

Violetta menuruti begitu saja, hitung-hitung membayar balas budi. Ia pasrah akan apa yang diminta Eldric selanjutnya, sekalipun menjadi sepasang kekasih lagi. Sejenak, ia melupakan bagaimana dengan Vransiska. Ah, ini memusingkan saja.

Mentari mulai kembali ke peraduannya, cakrawala dipenuhi gradasi warna yang menakjubkan. Eldric menuntun Violetta kembali ke sekolah, dikarenakan motor lelaki itu ada di sana. Sementara itu, dalam perjalanan yang lumayan lambat, Violetta menahan nyeri yang berdenyut di sisi kepalanya.

"Kuantar pulang ya, sayang?" tawar Eldric sambil menoleh. Mendapati Violetta yang mematung beberapa langkah di belakangnya. Eldric pun cemas dan menghampiri, mengangkat dagu gadis itu memastikan kondisinya.

Pucat pasi macam mayat.

"Kau sakit? Ayo lah, bicara jangan membuat cemas!" Tanpa sadar Eldric membentak, ia pun memejamkan mata takut.

Namun, pejaman mata tersebut bukan hanya sekejap. Akan tetapi berlangsung lama, sampai disadarkan oleh tamparan atau cubitan pun tetap tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya Eldric menggendong Violetta ala bridal style menuju gedung sekolah.

Beruntung masih ada petugas kesehatan yang berkeliaran di sepanjang lorong, mereka seperti hendak pulang.

"Maaf, bisa kah kalian menyadarkan dia terlebih dulu?" Eldric memasang wajah penuh permohonan yang lantas disetujui oleh mereka.

Violetta dibawa menggunakan tandu menuju UKS. Ia dibaringkan senyaman mungkin di atas ranjang, lalu diberi beberapa minyak wewangian agar bangun.

"Bukan kah ini Violetta yang sering dibicarakan itu?" Salah seorang dari mereka yang kebetulan menganggur, memecahkan keheningan.

"Iya, dia akan dikeluarkan sebentar lagi karena ... Oh my got, dia tersadar." Violetta disandarkan pada sandaran ranjang, disodorkan segelas teh hangat.

Merasakan lagi kejamnya dunia, membuat Violetta menyesal dapat terbangun kembali. Ia mendengar bisik-bisik dari mereka yang kini mengelilinginya. Sungguh, apa tidak bisa menghargai sedikit pun? Menggosip ada orangnya langsung, gila!

"Okey, kami pamit. Lekas sembuh, Nyonya Violetta." Mereka berbondong-bondong keluar, menyisakan sendiri Violetta dalam ruang kesehatan ini.

Ia pun turun dan menaruh gelasnya di atas nakas. Mematikan lampu dan segera melenggang pergi.

Menyusuri koridor bawah seorang diri di hari yang semakin larut, tidak bisa dimungkiri menyebabkan jantung berdebar hebat. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, sunyi macam kuburan. Seperti sedang adu nyali, hanya saja tidak disorot media tv.

"Eldric...." Suaranya menggema sepanjang koridor.

Tak lama, sahutan terdengar. "Ke sini lah, sayang. Aku akan mengantarmu ... pulang."

Hening beberapa detik, ada seseorang yang melangkah.

Bulu kuduk Violetta berdiri dalam waktu bersamaan saat sebuah benda tajam jatuh tepat di antara kakinya berpijak. Hanya pisau kecil untuk keperluan pramuka, ia menghela nalas lega.

"Kau mengagetkan saja," ucap Violetta sambil mendorong pelan bahu Eldric di hadapannya. Jujur, jantungnya nyaris berpindah tempat.

Eldric terkekeh kecil.

"Hmm ... apa kau tidak memikirkan bagaimana perasaan Vransiska?" Tiba-tiba Violetta bertanya, tidak mau bingung sendirian.

"Backstreet," jawab Eldric sekenanya.




Violetta [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang