Kau tidak sendiri, sayang
Seantero sekolah heboh hanya karena penampilan Violetta yang berubah 180 derajat. Tak ada yang mengira jika Violetta secantik itu, anak sekelasnya sampai tidak bisa berkata saat Violetta memasuki kelas.
Kelas yang tadinya hening bertambah hening tatkala seseorang datang terlambat. Mata guru berbadan besar itu teralihkan sesaat, nyalang ke arah Violetta yang mematung di ambang pintu.
Sementara itu, di lain sisi Violetta takut bukan main. Ia hanya bisa meremas-remas sebuah kertas kecil yang berada dalam genggamannya. Tidak berani mendekat, justru mengundang emosi dari gurunya tersebut. Ia yakin, riwayatnya akan habis.
"Kau terlambat, sayang?" tanya guru itu sambil mendekat ke arah Violetta.
Ia pun menundukkan kepala, tidak kuasa menyaksikan sendiri bahunya yang akan dicambuk oleh sebilah rotan panjang. Keringat membasahi sekujur tubuhnya, tapi tak ada sebutir pun yang Violetta pedulikan.
Sejenak Violetta mengangkat kepala, melihat apa yang sedang terjadi. Ternyata, rotan nakal itu ditaruh di atas meja barisan pertama. Entah apa yang terjadi selanjutnya, Violetta akan kembali menunduk. Pasrah.
"Kau lupa tentang tata tertib sekolah, hah?!" Guru itu sengaja mengulur waktu, memperlambat penghukuman pada sang oknum yang telat masuk kelas. Namun, di tengah suasana tengang yang tercipta, tiba-tiba pintu kelas terbuka.
Mendatangkan sosok baru yang sontak mengalihkan seluruh pandangan makhluk yang berada di kelas. Tak terkecuali Violetta, bibirnya menganga lebar. Sejak kapan ada murid baru? Tak ada satu pun desas-desus sebelumnya, bahkan kuota kelas pun penuh.
"Siapa yang akan pindah, Nyonya?" Salah satu murid bangkit, bertanya dengan lantang dan sopan. Pertanyaan yang mewakili Violetta pula.
Sambil menunggu jawaban, ia memantapkan diri menatap gadis itu. Sempurna, terlihat mahal. Biarpun tanpa dipoles apa-apa, wajahnya sudah terbilang cantik natural untuk gadis seusianya. Freckles hanya sedikit, membuat Violetta menelan ludah kasar.
Lalu, beberapa detik kemudian setelah Violetta memuji anak baru itu, seakan ada yang menusuk jantungnya. Jawaban segera keluar, lancar tanpa hambatan, terasa ringan saat diucap, "Kau, Violetta."
Dan di sinilah ia berada, hanya embusan angin yang mau mendengar keluh kesahnya. Ditemani ribuan bintang di langit, Violetta terus mengutarakan apapun yang ada dalam benak dan hatinya.
Jujur, jika keadaan seperti ini terus, buat apa ia hidup? Ingin cepat-cepat enyah dari muka bumi, kalaupun mau detik ini juga Violetta bisa melompat dari atas bukit. Sayang, Violetta bukan gadis pengecut.
Ia bingung, bagaimana bisa ia dikeluarkan padahal tak membuat kesalahan apa-apa? Itu kah yang dinamakan keadian?
"Dan kau tahu bintang, bahkan sahabat kusendiri pun sama berengseknya seperti mereka. Dia palsu."
"Persetan dengan mereka, aku benci diriku sendiri!!!"
Ia bangkit, menarik napas dalam-dalam. Keputusan ada di tangannya, masih ingin bertahan dengan ketidakadilan atau ... mengakhiri semuanya secara tidak wajar? Iya, pilihan nomor dua sepertinya lebih memantang.
Berada dalam ambanh batas kesadaran, dibisiki hasutan-hasutan setan, diapit antara hidup atau mati. Gambaran singkat kondisi Violetta saat ini.
Setan telah menguasi tubuhnya, ia mengukir senyum sekilas. "Selamat tinggal, du--" Salam perpisahan yang tercekat di tenggorokan, ia sulit melanjutkan begitu ada sebuah pelukan dari arah belakang. Membeku seketika, belum juga menoleh sampai detik ketiga.
"Apa kau sudah gila?!" Ternyata Vransiska, entah berantah datang darimana dan sejak kapan. Pada intinya, dia lah sosok penyelamat bagi kehidupan Violetta. Sambil memukuli pipi Violetta berulang, hingga akhirnya gadis itu sadar.
"Tidak, aku hanya ... ah, apa yang baru saja kulakukan?" Seolah lupa ingatan, Violetta macam orang kebingungan. Napasnya memburu terlihat dari nada bicara yang terengah-engah.
Merasa paham tanpa harus dijelaskan, Vransiska langsung menghambur untuk memeluk Violetta. Amat erat, mengalahkan lem perekat. Sepertinya, meninggalkan Violetta beberapa hari karena urusan keluarga, membuat Vransiska tidak akan melakukannya lagi.
Violetta butuh seseorang, siapapun itu yang terpenting mampu mengerti perasaannya. Dan orang itu Vransiska, limited edition di dunia.
"Kau tidak sendiri, sayang." Vransiska membisik lembut diiringi senyuman saat bertatapan dengan gadis itu.
Violetta bisa membaca, itu sebatas senyuman palsu. "Bagaimana keluargamu?" Mulut ini keterlaluan, Violetta merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa mengendalikannya.
Perlahan senyum itu memudar, Violetta benar-benar menyesal sudah bertanya. Mimik wajah Vransiska berubah menjadi sedih. "Belum ada kepastian, doakan saja yang baik."
Ia mengangguk paham lalu menjatuhkan lagi bokongnya di atas rerumputan. Mungkin jika tadi ia benar-benar bunuh diri, arwahnya akan gentayangan pada saat tengah malam. Terkadang, mengingat hal bodoh seperti itu bisa membuat yang memikirkan tertawa geli.
"Apa ada hal yang lucu?" tanya Vransiska mengangkat sebelah alis.
"Hidupku," jawab Violetta seraya mendongakkan wajah.
Ia menyatukan bintang-bintang, membentuk sebuah gambar tersendiri. Tidak ada di kumpulan zodiak, lagipula Violetta tidak percaya hal semacam itu. Gambarnya penuh makna, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Sebuah lekukan.
Sebuah senyuman."Kabar kau dikeluarkan, benar adanya?" Topik dibahas, Violetta mendengus sebentar.
"Iya, waktuku tinggal satu minggu ke depan." Ia mencabut-cabuti rumput liar, sebisa dan sekuat tenaganya. Menggeram secara tiba-tiba, saking depersinya.
Namun, pernyataan 'Kau tidak sendiri, sayang' berkecimpung memenuhi rekaman otaknya. Hasil akhirnya, ia tersenyum.
"Itu mudah, nanti antar aku ke ruang kepala sekolah ya."
"Iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Violetta [Completed]
Mystery / ThrillerBEST RANK : #4 uglygirl 07 Juli 2020 Apakah dia masih layak bahagia setelah semua itu terbongkar? Belakangan ini Violetta merasa ada yang aneh dalam hidupnya. Setiap di sekolah, anak-anak menjauhinya tanpa alasan yang pasti. Bahkan, Eldric pacarnya...