Anna dan Hoodie sudah berada di kediaman Anna. Rencana Anna sudah diberitahu tadi saat di perjalanan.
Anna menatap rumahnya dengan tatapan rindu. Ia sangat merindukan rumah yang membesarkannya, merawatnya, memberinya kenangan, dan semua hal yang menyenangkan.
Namun rasa dendam kali ini lebih kuat daripada rasa kasih sayang. Anna sudah membulatkan tekadnya untuk membantai keluarganya sendiri hari ini.
"Kau mau masuk?" tanya Anna pada Hoodie. Hoodie mengangguk.
"Aku masuk lewat jendela saja," jawab Hoodie yakin.
"Baiklah, masuk saja ke jendela disana. Jangan lupa untuk menumpahkan minyak tanah ini di kamarku dan kamar Andra," ucap Anna sambil memberikan sebuah jeriken minyak tanah lalu menunjuk jendela kamarnya. Hoodie mengangguk, lalu ia membuka jendela kamar Anna, dan memasuki kamar Anna.
Anna membuka pintu rumahnya dengan pisau lipat milik Pinka. Lalu ia menatap isi rumahnya dengan penuh kerinduan.
"Tidak berubah," gumam Anna sambil menggigit bibir bawahnya. Ia menahan tangisnya.
Lalu ia berjalan menuju kamar orang tuanya. Saat ia membuka pintu itu, terlihat Ibu dan Ayahnya yang sedang tertidur pulas.
"Aku harus bisa," gumam Anna meyakinkan dirinya sendiri.
Anna POV
Aku mendekati kasur orang tuaku. Rasa rindu ini sangat kuat. Rasanya ingin memeluk Ibu dan Ayah, namun aku harus menghilangkan rasa itu dan menggantinya dengan rasa ingin membunuh.
"Bangun, maka kau akan melihat keajaiban," bisikku tepat di telinga Ibu. Ibu bangun dan melihat diriku. Lalu wajahnya seketika terkejut.
"Apa ini mimpi?" tanya Ibu tak percaya. Aku menggeleng.
"Sudah kubilang kau akan melihat keajaiban. Dan keajaibannya adalah aku," jawabku serius. Ibu pun langsung memelukku.
"Ibu sangat rindu pada-- aakh!" Ibu meringis kesakitan karena aku menusuk punggungnya dengan pisau lipat milik Pinka.
"Aakh!" ringis Ibu lagi karena aku menusuk punggungnya lagi. Aku pun menusuknya berkali-kali.
"Aku juga rindu padamu, Bu. Namun rasa benciku yang menyuruhku melakukan ini," bisikku. Ibu pun langsung meninggal. Aku menaruh tubuh Ibu di posisinya saat tidur.
Aku mulai bingung pada diriku sendiri. Di satu sisi aku senang sudah membunuh Ibu. Namun di sisi lain aku merasa bersalah sudah membunuh Ibu.
"Lupakan. Sekarang fokus pada tergetmu selanjutnya," gumamku meyakinkan diriku sendiri. Aku pun mendekat ke tubuh Ayah dan membisikkan sesuatu.
"Bangunlah, maka kau akan melihat keajaiban," bisikku lagi tepat di telinga Ayah. Ayah bangun, dan melihat diriku.
"Kenapa kau disini? Harusnya kau sudah mati digigit serigala," ucap Ayah sambil menarik selimutnya. Lalu membalikkan tubuhnya menjadi membelakangiku.
"Kau memang belum berubah, bajingan," ucapku sambil menyeringai. Lalu aku menusuk pisau lipat milik Pinka ke leher Ayahku.
"Aakh! Apa yang kau lakukan, keparat kecil?!" tanya Ayah kesakitan karena aku menusuknya di leher. Tepatnya, di nadinya.
"Itu akibatnya karena kau selalu menduakan Ibu di belakangnya," ucapku sambil menatap Ayah yang sekarat.
1..
2..
3..
Ayahku pun meninggal. Entah kenapa aku merasa sangat senang membunuh Ayah. Aku pun memakai tudung hoodie ini. Oh iya, masih ada satu target lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You, Creepypasta [ Hoodie X OC ] 「 COMPLETED 」
Fiksi Penggemar[ Cover ku ambil dari Pinterest ] Apakah anggota Creepypasta nyata? Tentu saja tidak. Mereka hanyalah tokoh kartun fiksi dan beberapa legenda urban yang dibuat oleh manusia. Itulah pemikiran orang yang belum pernah mencari tahu dengan pasti. Awalnya...