-thirteen

461 75 6
                                    

Haruto duduk sambil menyandarkan badannya disandaran kursi, ia seperti tertidur, matanya terpejam dan nafasnya panjang. Bian tidak tau harus berbuat apa jadi dia diam dihadapan Haruto.

"Mau sampe kapan diem disitu kak?" Tanya Haruto yang masih terpejam

Bian kaget, ia tidak tau harus berkata dan berbuat apa karena merasa bersalah.

Mata haruto terbuka, pandangan mereka bertemu, jujur, Bian takut dengan pandangan Haruto yang terlihat galak, tidak ada ceria - cerianya.

"Ayo kak," Haruto langsung bangkit dan melewati Bian begitu saja

"Tapi—"

"Udah keluar sama Kak Bobby berarti udah dandan kan?"

Bian diam. Membiarkan Haruto berjalan menjauh.

"Udah sore, EO nya gamau nunggu lama,"

Bian semakin merasa tidak enak, Haruto baru saja berkata tanpa menggunakan embel - embel 'kak' entah mengapa itu terdengar aneh ditelinga Bian.

"Haruto,"

Haruto berhenti.

"Lo kenapa?"

Haruto berdehem, "nggakpapa,"

Akhirnya Bian masuk kedalam mobil. Suasana hening, tidak ada musik yang mengalun, hanya suara riuh jalanan yang padat. Bian menyandarkan kepalanya di jok mobil sambil memejamkan mata.

"Maaf ya," Bian akhirnya buka suara, "gue tadi nggak bales chat lo,"

Haruto tidak menjawab.

"Gue nggak enak sama Kak Bobby, dia minta temen buat nyari jas,"

Tidak dijawab lagi oleh Haruto.

"Ck," Bian menggaruk kepalanya kasar sambil menghela nafas kasar.

"Saya lagi cemburu kak,"

Bian menatap Haruto heran. Baru saja cowok itu mengucapkan kata yang berhubungan dengan sesuatu yang komplek.

"Sama?"

"Seseorang,"

"Temen lo?"

Haruto hanya mengangguk.

"Kak Bian mau kemana?"

"Maksud lo?"

"Sekarang Kak Bian pengen kemana?"

"Ya— lo kata ketemu EO,"

"Enggak jadi,"

"Hah?!" Bian makin bingung

"EO nya udah nganter tadi, karna dia mikirnya kita gabisa ambil,"

Bian menjadi serba salah, "ya—maaf, duh,"

"Gapapa," sahut Haruto sambil fokus ke jalan

"Mmm," Bian merfikir, "gimana kalo nyari tempat yang adem?"

Haruto mengiyakan. Mereka tetap ke Bandung, pergi ke desa dan berhentilah didaerah pegunungan yang sepi dan adem. Bian menyukai ini, terlepas dari hiruk pikuk kota, merasakan udara dingin yang menusuk sampai ketulangnya.

"Kak Bian,"

Bian menoleh ke Haruto

"Maaf,"

"Kenapa?"

Haruto mengedikkan bahunya

After We Write [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang