Day - 16

18K 2.7K 59
                                    

Nyatanya yang pada awalnya terlihat biasa, lama-lama bisa terlihat indah.
*****
Aequalis
Keping 16
******

Samudera berusaha menahan diri untuk tetap fokus pada jalanan yang ada di depannya. Entah sejak kapan, kehadiran Rivera mulai mengambil alih akal sehatnya. Melihat tangan mungil itu malu-malu memegang ujung jaketnya, sebisa mungkin ia tak membiarkan sudut bibirnya tertarik.

Kenapa? Ia sendiri tidak tahu.

Ada rasa lega luar biasa begitu ia berhasil mendapati Rivera dalam rengkuhannya. Ia puas begitu Rivera baik-baik saja, meskipun sekarang rasa nyeri menyerang punggungnya dengan begitu luar biasa.

Apa ini peralihan rasa karena ia tak bisa menyelamatkan Vio dulu?

Samudera nyaris melamun, hingga motor yang ia tumpangi nyaris menubruk jalan yang terbelah dua. Astaga! Kenapa fokusnya bisa hilang secepat itu?

Pegangan Rivera pada ujung jaketnya mengerat. "Hati-hati Pak. Luka yang ini belum di obati, jangan ditambah lagi."

Samudera mendengus. Namun tak urung tersenyum samar. Tentu saja Rivera tidak tahu, karena wajahnya tertutup helm.

Begitu mereka tiba di posko, dengan cepat Rivera menariknya menuju tenda medis.

"Dokter Ando harus lihat luka Bapak!"

Dengan cepat Samudera menggeleng, "Nggak-nggak, pasti cuma lebam, seperti luka kamu kemarin."

Namun, Rivera masih bersikeras. Dan akhirnya Samudera menurut tanpa perlawanan. Sayangnya, kondisi tenda medis berpihak pada Samudera. Semua terlihat sibuk. Berberapa dokter dan bidan, terlihat membantu persalinan. Hampir semua perawat sedang sibuk dengan injeksi atau medikasi.* Bahkan semua perempuan, yang mulai dikenali Samudera partner kerja Rivera, terlihat sibuk meracik obat, dan memberi edukasi pada pasien.

"Lihat. Semua masih hanyut dengan pengabdiannya. Ini cuma luka kecil. Saya nggak butuh di periksa. Lebih baik kamu obati luka di siku kamu."

Ketika Rivera tak memberikan jawaban, Samudera pikir, gadis itu sedang menuruti perintahnya. Maka ia melangkahkan kaki menuju tendanya sendiri, sampai tangan mungil itu kembali menggapai ujung jaketnya dengan ragu-ragu.

"Tapi... Bongkahan tembok itu lumayan besar, bahkan ujungnya lumayan lancip, saya nggak yakin kalau Pak Samudera benar baik-baik saja."

"Lantas, kamu mau apa?" Samudera sengaja menantangnya.

Gadis itu terlihat ragu. "Saya mau memastikan kalau Pak Samudera baik-baik saja."

Rupanya, gadis ini masih gadis keras kepala. Sekarang ganti Samudera yanh jadi tidak sabar. "Kamu yakin?"

Rivera mengangguk cepat.

"Kalau begitu ayo selesaikan ini dengan cepat. Pekerjaan saya masih banyak."

Samudera mengisyaratkan Rivera untuk mengikutinya, hingga masuk ke tenda khusus yang menjadi tempat relawan PLN beristirahat. Tidak ada siapapun, karena semuanya sedang bertugas untuk memperbaiki jaringan.

Rivera melotot begitu Samudera melepaskan jaketnya. "Pak Samudera mau apa?"

Namun, Samudera masih acuh, bahkan sekarang laki-laki itu menarik ujung kaosnya, hingga membuat perut rata laki-laki itu terlihat.

Tepat saat Samudera berbalik dan meloloskan kaosnya, Rivera memekik. Dan dengan cepat Samudera membungkamnya dengan permen lolipop yang dia dapat dari Aira sebelum berangkat tadi.

AequalisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang