Day - 19

16.6K 2.5K 133
                                    

Apa alasan kamu bertahan?
-Panggilan hati.
*****
Aequalis
Keping 19
*****

Rivera sengaja membiarkan dirinya berlama-lama berada di dapur umum,  suasana tidak seramai tadi karena sebagian besar pasti sudah terlelap di tenda darurat. Ia sedang merutuk dirinya sendiri, karena pada akhirnya kalimat basa-basi yang ia lontarkan malah menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.

Ia tidak bisa tidur karena memikirkan sikap aneh Samudera, satu-satunya upaya adalah menghindari laki-laki itu, tetapi ia malah kembali terjebak dengan laki-laki itu.

Rivera mendesah lelah, apa lebih baik dia kabur setelah memberikan mie instan siap seduh pada Samudera ya? Namun, Rivera tahu, Samudera tidak mudah dikelabuhi. Diam-diam laki-laki itu punya kecerdikan di atas rata-rata.

Dengan langkah gontai, ia menghampiri Samudera yang sudah terduduk di salah satu bangku.

"Saya pikir, kamu nggak jadi kesini."

Rivera tersenyum kaku, "Tadi, air panasnya habis, saya panasin air dulu."

Gadis itu mendesah lega ketika Samudera mengangguk tanda mengerti.

"Nggak makan?" tanya Samudera, ketika Rivera masih terpaku dengan cup mie dihadapannya.

"Nunggu dingin."

Samudera mengangkat bahu, laki-laki itu terlihat sangat menikmati santapan dini harinya. Mungkin, dua sampai tiga suap lagi milik Samudera akan habis. Astaga! Rivera lupa bahwa porsi makan Samudera bisa lebih dua kali lipat dari porsi makan miliknya, seharusnya Rivera langsung menyeduh dua cup tadi.

"Pasti masih kurang, ya?"

Samudera menggeleng kecil, "Ini sudah dini hari, berberapa jam lagi pasti dapat jatah sarapan. Nggak masalah, ini cuma jadi pengganjal perut."

Rivera memilih tidak menanggapi, gadis itu mencoba fokus dengan makanan yang sedang ia santap, meski sebenarnya ia mendadak kenyang karena melihat cara Samudera makan.

"Punya kamu masih banyak."

"Makan saya memang lama. Nggak kayak Pak Samudera yang lima menit sudah habis, padahal kuahnya masih panas lho, Pak."

Laki-laki itu tertawa kecil, "Saya laki-laki. Laki-laki nggak makan lama seperti perempuan. Kamu nggak mendadak kenyang gara-gara lihat saya makan, kan?"

Entah perasaan Rivera atau bukan, Samudera yang sekarang cukup sering untuk memperlihatkan tawa. Memang benar ia mendadak kenyang melihat cara Samudera makan, tetapi ia tidak mengaku, namanya bunuh diri.

"Enggak, mie nya masih panas, saya nggak mau lidah saya jadi kebas."

"Bagus, karena jika kamu mendadak kenyang jika melihat saya makan, tandanya kamu harus sering-sering makan dengan saya."

Rivera tergelak, "Mana bisa gitu!"

Namun, gestur laki-laki itu masih saja terlihat santai. Ia bahkan baru saja menyeduh kuah dari mie instan yang Rivera buat.

"Kamu sendiri yang bilang, obat dari hal negatif adalah menghadapinya sendiri, supaya bisa menjadi hal positif. Meskipun kadang masih ragu, saya sudah mulai berani melangkah menentukan pilihan. Jadi untuk hal sepele seperti tadi, kamu harusnya bisa."

Rivera makan dengan tidak sabaran, "Nih lihat, punya saya tinggal dikit."

Dengan cepat, Samudera mengarahkan garpu plastiknya untuk mengambil mie Rivera yang masih tersisa. "Saya minta ya, ternyata saya masih lapar."

AequalisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang