Day - 21

16K 2.7K 88
                                    

Bagaimana jika sumber lukamu, diam-diam menjadi pengisi hatimu?
*****
Aequalis
Keping 21
*****

Rivera tidak bisa berpikir jernih ketika tiba-tiba saja Samudera memeluknya. Mereka belum bertemu hanya dalam hitungan jam, namun perlakuan Samudera semakin aneh, dan parahnya, membuat jantungnya berdebar berisik.

Wajah Samudera yang terlihat sangat kalut dan ketakutan membuatnya kebingungan. Samudera tak pernah seperti ini. Bagaimanapun suasana hati laki-laki itu, pasti dapat menutupi suasana hatinya dengan wajah datar yang begitu alami.

"Tolong jangan ceritakan tentang Ayah kamu, jika bersama dengan saya."

Kalimat itu bagai genderang perang di telinga Rivera. Kenapa? Banyak sekali tanya yang terbersit dalam pikiran Rivera. Apa yang membuat Samudera menjadi seperti ini? Apa yang terjadi pada laki-laki itu?

Tiba-tiba saja, Rivera dilanda ketakutan yang sama. Bagaimana jika sebenarnya Samudera mengenal Papanya? Bagaimana jika Samudera juga terlibat dengan kejadian itu?

"Kenapa?" tanya Rivera dengan suara bergetar.

Jantung Rivera seakan diremas paksa, ketika Samudera menjawab, "Mengingatkan akan seseorang yang berharga."

Ketika pelukan Samudera semakin erat, Rivera tahu ketakutan laki-laki itu semakin besar. Rasa penasaran Rivera tidak bisa dihindari. Ia kembali mendongak, menatap rahang tegas yang sedari tadi bertumpu di puncak kepalanya.

"Ada apa?"

Laki-laki itu semakin mengubur wajah dalam helaian rambutnya. "Saya takut. Saya takut sekali."

"Kenapa?"

Dengan perlahan, Samudera mengurai pelukan, meski dua tangannya masih memenjara pinggang Rivera.

"Saya takut, ketika saya berharap, nantinya nggak akan sesuai dengan kenyataan. Saya takut, apa yang saya rasakan membuat seseorang semakin terluka."

Rivera bingung, namun kata-kata Samudera seakan mengandung makna yang begitu besar.

Apa yang sebenarnya di sembunyikan laki-laki itu? Namun, siapa Rivera? Dia tak berhak tahu, meski sepertinya hubungannya dengan Samudera melebihi batas antara ketua Tim dan anggotanya, itu tidak akan cukup. Ia tak punya kuasa untuk bertanya lebih.

"Pak..."

Dengan cepat Samudera menahan Rivera berbicara, satu telunjuknya naik, hampir menyentuh bibir gadis itu.

"Jangan bicara apapun dulu, Riv. Saya sedang kacau."

Kerutan di dahi Samudera kian terlihat jelas. Dan Rivera menyadari laki-laki itu menyimpan berbagai amarah dalam hatinya.

"Kenapa di saat saya ingin menjatuhkan pilihan yang berkaitan dengan masa depan saya, masa lalu itu selalu membuat saya terpaku di tempat?"

Dengan perlahan, Rivera melepas pegangan Samudera di pinggangnya, sebagai ganti, ia menggenggam sepasang tangan yang lebih besar dari miliknya itu, lantas mengusapnya pelan, berupaya menenangkan.

"Pak, bagaimanapun masa lalu dan masa depan tidak akan pernah bisa dipisahkan. Kadang, takdir memang kejam, membuat kita terbayang dengan masa lalu yang tak selalu indah."

AequalisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang