Day +555

34.7K 2.9K 150
                                    

Jika sungai dan samudera saling membutuhkan sebagai akhir dari sebuah muara, seperti halnya hati yang akan terikat jika telah menemukan cinta.
*****
Aequalis
Day +555
*****

Bandung, Mei 2020.

Pernikahan adalah sebuah awal, bukanlah sebuah akhir. Setidaknya, itu yang Samudera dan Rivera yakini sekarang. Setelah satu tahun pernikahan mereka, tak butuh waktu cukup lama untuk beradaptasi. Selain karena mereka telah dibiasakan mandiri selama berada di Bandung, dalam jangka waktu itu pula, mereka menghabiskan waktu untuk saling memahami diri.

Ketika Samudera melamarnya tepat sebelum keberangkatannya ke Bandung, esoknya Rivera sudah disibukan dengan berbagai pertanyaan dari keluarganya, dan dari keluarga Samudera sendiri. Hingga mereka menikah lima bulan setelahnya, meskipun Rivera tidak bisa merasakan liburan seperti honeymoon karena dia adalah karyawan baru yang belum memiliki cuti tahunan. Namun, itu tak menjadi masalah karena Samudera tak kalah sibuk setelah kenaikan peringkat yang laki-laki itu peroleh.

Baik Samudera ataupun Rivera sama-sama menikmati masa adaptasi setelah mereka menjadi suami-isteri, meski kadang tak semulus yang awalnya mereka kira, karena pernikahan tak hanya menyatukan dua hati, melainkan juga menyatukan dua pribadi.

Berada di Bandung, juga membuat mereka membiasakan diri untuk hidup mandiri. Meski terkadang, waktu masih menjadi permasalahan terbesar bagi mereka, karena Samudera harus menerima jika waktu berdua dengan Rivera harus tersiksa karena isterinya itu bekerja sesuai shift. Apalagi, sekarang mereka harus menjaga berkat baru yang kini sedang tumbuh dalam perut Rivera. Kadang Samudera tidak bisa menahan rasa khawatirnya karena Rivera menolak untuk resign. Samudera tahu, isterinya itu sangat berdedikasi tinggi, Rivera tak akan bisa diam saja di rumah. Seperti sekarang ini, Samudera harus menyempatkan diri untuk sekedar mengantar dan menjemput Rivera dari Rumah Sakit tempatnya bekerja. Dengan cepat, dia berjalan menuju instalasi farmasi untuk menunggu Rivera. Seharusnya, isterinya itu selesai tugas kurang lebih seperempat jam yang lalu. Namun, kini sudah hampir satu jam Samudera menunggu, Rivera sama sekali belum terlihat batang hidungnya. Sekarang, rasa gelisah Samudera semakin besar.

"Mas Samudera!"

Ah, akhirnya. Samudera mendesah lega ketika Rivera menghampirinya dengan perut membuncit.

"Kamu nggak papa? Kenapa lama banget tadi? Jadi periksa hari ini? Gimana hasilnya?"

Rivera tertawa, lantas mengamit lengan Samudera sambil menyusuri koridor. "Satu-satu dong. Tadi masih lembur, Mas. Kasihan yang shift malam kalau kita tinggal gitu aja. Lagipula, seramai apapun Rumah Sakit ini, masih ramai tempat kerja aku yang dulu."

Wanita itu merogoh sesuatu dalam tasnya, kemudian menyerahkan kertas film itu pada Samudera. "Mereka sehat, kok!"

"Mereka?" Samudera membeo, netranya dengan cepat menyusur lembaran usg yang Rivera berikan. "Kok ada dua? Ini dua gambar jadi satu gitu, ya?"

Rivera terkekeh, lantas memeluk Samudera dari samping. "Selamat, jadi Ayah yang hebat ya, buat baby twins!"

Samudera menatap isterinya takjub. "Kembar?"

Rivera mengangguk yakin. "Sebenarnya, aku pengin tanya, di keluarga Mas, ada yang kembar nggak? Soalnya di keluarga aku, sama sekali nggak ada keturunan kembar gitu."

Samudera tidak bisa menahan rasa bahagianya. "Saudara Ibu ada yang kembar, sih. Tapi aku nggak nyangka kalau selanjutnya, kita yang dipercaya untuk langsung menjaga dua nyawa."

AequalisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang