5 - Loving You Still

3.6K 386 25
                                    

"Keluar terus," sindir Mama saat aku turun dari tangga dengan pakaian rapi.

Aku terkekeh, maklum saja, pengangguran banyak acara memang begini. Baik ada kegiatan formal atau tidak, pokoknya jalan terus. Lagipula, aku ini seperti remaja pada umumnya, yang rapi jali kalau mau keluar, tapi kalau di rumah hanya mengenakan celana dan kaus belel yang nyaman. "Ada sesuatu yang mau kulakukan," ujarku dengan tangan terkepal dan terangkat layaknya orator dalam demonstrasi mahasiswa. Toh aku juga calon mahasiswa. "Demi masa depan yang lebih baik!"

Ayah yang baru muncul untuk sarapan menatapku dengan kening berkerut, namun tak ambil pusing. Katanya, tingkah absurdku menurun dari Ayah dan Mama sekaligus, jadi absurdnya double-double. "Mau kemana?"

"Mau jalan, dengan Mingyu." Aku meneguk susu UHT favoritku dan melahap sarapan dengan tenang. Untuk saat ini, orang tuaku tidak perlu tau rencanaku yang akan mencari kostan, bisa-bisa dia juga tau.

Tapi yang lebih penting, tidak ada yang boleh tau dimana kostanku berada nanti, kecuali Mingyu tentu saja. Kalau tidak tau, mana mungkin ia bisa menjemputku.

Ingat, persahabatan kami lebih kental dari darah. Jadi selain sahabat, profesi terselubungnya adalah sebagai supir pribadiku.

Aku lantas menyelesaikan sarapan lebih cepat, jaga-jaga kalau dia ikut sarapan lagi disini. Aku juga memakai sepatu, dan Mingyu datang tak lama kemudian. Karena jarak bepergian kami kali ini agak jauh, jadi Mingyu datang dengan mengendarai Baleno hitam milik Bundanya.

Baguslah, aku tidak perlu masuk angin jadinya.

🍁🍁🍁

Aku sudah menentukan kamar kost mana yang akan kupilih, dan sudah kuputuskan untuk menyewa di tempat yang jalannya agak masuk ke jalan kecil, biar tidak terlalu terekspos. Karena rencanaku memilih kamar kost juga dalam rangka melarikan diri. Katakanlah aku terlalu percaya diri karena berpikira dia akan mencariku, tapi tidak ada salahnya berjaga-jaga.

Sebab aku tau pasti, kalau dia mencari sesuatu, dia akan menemukannya. Kan seram. Jadi wajar kalau aku sedikit paranoid.

Dan aku juga bersyukur alamat kostnya tertukar dengan alamat lain, jadi cukup membingungkan. Untuk sampai kesini saja aku sempat salah alamat berkali-kali, dan Mingyu dengan syahdunya menyanyikan lagu Salah Alamat. Tapi ini namanya pucuk dicinta, ulam pun tiba.

Kalau Mingyu sendiri sudah berencana menyewa rumah kontrakan dengan beberapa teman SMA yang juga lanjut di UNJ. Katanya, semakin dekat dengan kampus, semakin baik. Rencananya saat kuliah nanti, ia akan tetap membawa motor matic putih kesayangannya itu yang anti macet dibanding Baleno hitam Bundanya.

Kalau ingin pulang ke rumah, aku sudah membayangkan kalau aku duduk di dalam kereta KRL atau MRT, dan keliling Jakarta dengan seru, baru turun di stasiun dekat rumah. Ide yang bagus. Aku jadi punya banyak rencana mengenai apa saja yang ingin kulakukan saat sudah kuliah nanti. Semua urusanku untuk uang kost sudah beres. Aku sudah membayar DP dan siap pindah kemari akhir bulan depan. Pada saat itu, Mingyu harus bersedia mengantarku lagi.

"Langsung pulang atau bagaimana?" Tanya Mingyu seraya memasang sabuk pengaman.

Aku berdecak. "Kita? Langsung pulang?"

Mingyu terkekeh, mulai mengemudi. "Aku lupa kalau aku sedang bersama anak jalanan."

"Tolong berkaca," tukasku.

"Sudah. Dan kata cerminnya, aku adalah pemuda paling tampan di dunia."

"Aku yakin cerminnya langsung pecah karena sudah berdusta."

Für LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang