6 - Meet Again

3.3K 368 13
                                    

Kakak masih mencintai kamu.

Kata-kata itu berdengung bak nyamuk berisik di telingaku, sudah dihalau, tapi tidak juga hilang suaranya, bahkan meski sudah satu jam berlalu.

Rasanya gamang ketika netra cokelat muda Saverio menatapku dengan sungguh-sungguh, binarnya sendu sekali. Dia selayaknya anak kecil yang penuh luka.

Kalau bukan karena aku mendorong Saverio agar menjauh dan meninggalkannya disana, aku pasti sudah menangis di hadapan Saverio. Tega sekali dia mengkhianati istrinya seperti itu.

Dan aku, aku juga akan merasa jahat sekali kalau terus disini, di rumah ini, memberi Saverio kesempatan untuk terus bertemu yang tidak seharusnya dia terima. Jelas, aku harus pergi. Lebih cepat lebih baik. Benar, aku tidak bisa terus disini. Setidaknya, salah satu dari kami harus pergi.

Aku mengusap mataku yang rupanya sudah berlinang air mata dan menatap kalender di meja. Aku masih punya satu setengah bulan disini sebelum pindah ke kost. Tapi satu setengah bulan pun rasanya lama sekali. Aku harus menghitung hari demi hari berlalu dari empat puluh lima hari yang ada.

Kalau aku masih disini, akan ada berapa banyak hal yang bisa terjadi di sisa hari yang banyak itu?

Padahal saat ini, baru berapa hari sejak hari pernikahan Saverio dan Angela?

Tapi Saverio... dia masih menemuiku disini dan mengatakan bahwa dia masih memiliki cinta yang sama untukku.

Apa yang harus kulakukan?

Mendadak aku teringat Zana yang akan lanjut kuliah ke Bandung. Aku buru-buru mengiriminya pesan, menanyakan kapan ia berangkat kesana untuk berbenah. Dan katanya, seminggu lagi.

Bagus.

Aku mengetikkan pesan. 'Sudah berbenah?'

'Belum', balasnya.

'Wah, aku mau menginap di rumahmu, sekalian membantu berbenah'

'Tumben, sedang kerasukan apa sahabat setia Mingyu yang mirip Tuan Puteri ini?'

Bukannya tersinggung, aku malah berdecak sambil menahan senyum. Terserah ia mau mengataiku bagaimana, yang penting aku punya rencana menghabiskan satu setengah bulan ini sampai kamar kostku siap dihuni setelah penghuni lamanya hengkang.

'Gabut', balasku lagi.

'Dasar pengangguran!'

'Menyebalkan. Pokoknya besok aku kesana dengan Mingyu'

'Dasar kembar siam!'

Ya ya ya, teruslah mengataiku sampai puas, mumpung aku sedang berlapang hati. Dan cukuplah sampai disini. Aku sudah punya rencana untuk seminggu ke depan. Nanti kalau waktu seminggu itu sudah habis, aku akan berdalih ikut mengantar Zana ke Bandung sekalian. Kalau perlu, Mingyu ikut. Cowok tengil itu benar-benar pelengkap hidupku, sebagai supir pribadi -ups. Masalahnya, hidupku betulan bisa hampa kalau tidak ada Mingyu.

Lalu nanti kalau aku sudah di Bandung, aku akan melunjak dan menginap disana, sekalian jalan-jalan sampai puas sebelum memasuki masa kuliah.

Dan untuk setelahnya, akan kupikirkan nanti-nanti.

***

Seminggu berlalu, dan rencanaku terbukti ampuh. Saverio tidak memiliki akses untuk menemuiku, dan hanya mampu mengirim pesan yang tidak kubalas. Lagipula aku sedang sibuk menyiapkan perjalananku ke Bandung, tentunya Saverio tidak tau soal ini.

Di tengah kegiatanku yang sedang membereskan beberapa barang untuk selama di Bandung, ponselku bergetar.

Pesan dari Saverio.

Für LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang