"Gue." Jawab orang yang ada di depan pintu UKS sembari menyenderkan kepala nya di kusen pintu. Membuat Alle dan Farah seketika menoleh ke sumber suara.
"Ooo jadi lo yang nimpluk kepala gue makek sepatu lo yang ngga seberapa itu? Iya? Kek ngga ada kerjaan aja sih mainnya sama sepatu." Sinis Alle. Bagaimana tidak, orang yang telah diketahui sebagai pemilik sepatu itu bukannya merasa bersalah dan berkeinginan untuk segera meminta maaf kepadanya, dia malah menunjukkan raut wajah seperti tidak ada yang terjadi.
"Itu memang sepatu gue, tapi bukan berarti gue yang ngelempar lo makek sepatu itu." Ucap laki-laki itu membela diri. Pernyataan itu hampir semuanya benar, karena memang bukan dirinya lah yang melempar, iya kan?.
"Jelas-jelas itu sepatu lo, ngga mungkin kan lo minjemin sepatu lo ke orang lain buat ngelempar gue.? Ketus Alle tetap pada pendiriannya. Menyalahkan lelaki itu.
"Gue emang ngga minjemin sepatu gue ke orang lain buat ngelempar lo. Tapi gue ngga bohong, yang ngelempar lo bukan gue." Ucap lelaki itu. Merasa sedikit kesal dengan gadis yang sekarang tengah terduduk di kasur UKS itu. Pasalnya, gadis itu dari tadi tidak memberikannya kesempatan untuk membela diri dan malah terus-terusan menyalahkan dirinya.
"Halah, udahlah. Ngaku aja deh, lo emang sengaja kan? Oh iya yah, aneh banget pertanyaan gue, mana ada kali maling yang mau ngaku, maaf ya gue lupa ngapain juga gue nanya kaya gitu. Lagian kalo lo cowok baik-baik, kenapa lo ngga masuk kelas coba? Secara ini kan udah masuk kelas, setau gue." Ucap Alle sarkastik sembari menaikan salah satu alis mata nya. Daritadi, Alle memang sengaja terus-menerus memojokkan lelaki yang sekarang tengah memandangnya dengan raut wajah yang tak dapat diartikan. Raut kesal? Atau Bingung? Atau apa lah itu Alle pun tak tau bagaimana cara mendeskripsikan raut wajah lelaki itu.
"Denger ya cewek yang ngga tau cara berterima kasih, udah bagus-bagus gue bawa lo kesini, dan lo malah nuduh gue cowok ngga baik? Dasar cewek aneh." Ucap lelaki itu.
"Dan inget ya, kalo lain kali lo berubah fikiran buat nyamperin gue dan mau berterima kasih sama gue. Nama gue Vero Orlando Ravendra, kelas XII IPS 1. Catet di otak lo yang cantik itu." Lanjutnya sembari melangkah meninggalkan Alle. Kesabarannya hampir saja terkuras habis menghadapi seseorang seperti Alle. Disaat semua wanita memuja bahkan mengejarnya, wanita itu hanya melihatnya sebagai orang bersalah yang patut dihakimi.
"Dasar cewek aneh dan ngga tau terima kasih, udah bagus-bagus gue tolongin, malah nuduh yang engga-engga. Ya, walaupun penyebab Zahra ngelempar sepatu itu gara-gara gue, tapi kan tetep aja bukan gue yang ngelempar." Keluh lelaki itu, terus melangkah menjauhi UKS atau lebih tepatnya menjauhi gadis itu. Sebenarnya dia ingin sekali mengucapkan sumpah serapahnya kepada gadis itu, tetapi dia lebih memilih untuk menahannya daripada memperpanjang masalah, fikirnya.
'Liat aja, lo bakalan gue kerjain abis-abisan.' Batin lelaki itu.Bukan Vero nama nya jika dia tidak segera mendapatkan apa yang dia inginkan. Ditambah lagi, dia sudah merasa sangat kesal demgan ucapan Alle.
*****
Meskipun pusing masih mendera, tetapi Alle lebih memilih untuk kembali ke kelas, dan mengkikuti pelajaran yang tersisa. Dia melipat kedua tangannya di atas meja lalu membenamkan wajahnya di lekukan lengannya.
"Al, gue saranin lo pulang aja deh." Ucap Farah. Menyikut lengan Alle.
"Masih pusing banget gue." Balas Alle samar-samar, hampir menyerupai gumaman, tetapi Farah masih dapat mendengarnya dengan jelas.
"Lo juga sih, baru aja sadar dari pingsan, udah marah-marah." Ucap Farah.
"Alle, Farah. Kalian berdua bisa berhenti mengobrol? Jika sudah, perhatikan ke depan. Nanti ibu tanya kalian tidak mengerti." Ucap Bu Ratih, selaku guru kimia di kelasnya.
Sontak, Farah yang mendengar namanya dipanggil, langsung menoleh ke depan. Tapi tidak dengan Alle, Alle lebih memilih menetralisir rasa pusingnya terlebih dahulu, ketimbang memperhatikan pelajaran yang sekarang tengah memperlihatkan jajaran rumus-rumus di papan tulis. Farah yang melihat Alle yang tidak ada pergerakan sedikit pun, meskipun namanya telah disebut. Farah lebih memilih untuk melaporkannya kepada Bu Ratih, karena jika menyuruh Alle untuk berinisiatif agar meminta izin untuk pulang, itu sama sekali tak ada gunanya.
"Ibu maaf, Farah memotong pelajaran sebentar bu. Alle daritadi sakit bu, tapi dia ngga berani buat izin pulang." Ucap Farah, yang otomatis membuat seisi kelas terfokus ke arahnya.
Alle yang mendengar namanya disebut untuk kedua kalinya, tetapi kali ini dengan orang yang berbeda. Alle lebih memilih menegakkan kepalanya untuk melihat keadaan kelasnya, dan benar saja, dia dan Farah tengah jadi sorotan di kelasnya sekarang.
"Apa benar Alle? Kenapa dari tadi kamu tidak izin untuk pulang saja?." Tanya Bu Ratih pada Alle. Alle sudah tahu kalau ini adalah perbuatan Farah, dia melirik sekilas ke arah Farah yang sekarang tengah menampilkan senyumnya kepada Alle.
"Ah iya, baiklah bu. Terima kasih." Ucap Alle sembari merapikan buku-bukunya yang belum sempat dia masukkan. Setelahnya, Alle izin kepada guru piket untuk mengambil surat persetujuan pulang, yang tentu saja ditemani oleh Farah.
Setelah menelpon pak yono, Alle menyuruh Farah untuk ke kelas lagi. Alhasil, Alle sekarang tengah tegak sendirian di depan pintu gerbang sekolahnya.
"Ehh, lo bolos ya?." Tuduh orang di belakang Alle. Alle yang tidak merasa bahwa dia bolos, lebih memilih untuk tidak menoleh ke belakang dan melihat ke sumber suara.
"Eh anjir, kacang. Ngaku lo, lo bolos kan?." Tuduhnya lagi karena merasa pertanyaan pertama sama sekali tidak digubris oleh Alle. Awalnya, Alle sama sekali tidak peduli dengan siapa yang orang itu tuduh. Tetapi, setelah dia melihat sekitar, hanya dia sendiri yang berdiri disana. Otomatis, yang orang itu tuduh adalah Alle.
"Lo ngomong sama gue?." Ucap Alle sembari menunjuk dirinya sendiri.
"Engga. Gue ngomong sama batu, ya sama lo lah, emang ada orang lain apa disini." Ucap orang itu.
"Lo aneh ya? Gue ngga bolos. Gue mau pulang. Lagian pertanyaan lo ngga masuk akal banget sih, mana ada orang yang mau bolos itu ngaku." Ucap Alle kesal, entah sudah berapa banyak orang yang telah membuatnya kesal hari ini.
"Berarti, secara ngga langsung lo ngakuin kalo lo bolos, lo nya aja yang ngga mau ngaku. Bakal gue laporin ke guru lo." Ancam orang itu.
"Laporin? Lo mau ngelaporin gue kaya gimana? Lo mau ngelaporin gue, sedangkan lo sendiri disini lagi ngapain?." Ucap Alle menaikkan kedua alis matanya.
"Gue? Gue mau-" ucap orang itu mencari alasan. Dia yang awalnya iseng ingin melaporkan gadis dihadapannya ini malah Sekarang dirinya lah yang menjadi sasaran untuk dilaporkan ke guru.
"What? Udahlah. Lo mau bolos, tapi nuduh gue, iya kan?." Ucap Alle tepat sasaran, karena memang orang itu berkeinginan untuk kabur pada saat pelajaran tengah berlangsung sekarang.
"Sumpah ya, lo cantik-cantik ngeselin tau ngga." Ucap orang itu, tak tau lagi ingin menjawab pertanyaan Alle dengan bagaimana lagi.
"Lo baru sadar kalo gue cantik?." Jawab Alle percaya diri.
"Ohh, ternyata selain ngeselin, tingkat kepercayaan lo tinggi juga ya?." Sindir orang itu.
"Emang kenyataan kan? Gue kan cewek, masa gue ganteng sih? Mending otak lo dicuci dulu deh." Ucap Alle.
Melihat bahwa pak yono telah dekat, Alle lebih memilih melangkahkan kakinya menuju keluar gerbang sekolah, meninggalkan orang yang membuatnya kesal untuk kedua kalinya ini.
"Eh lo mau kemana?." Tanya orang itu.
"Bukan urusan lo!." Ketus Alle sembari mempercepat langkah kakinya menuju mobil audi berwarna abu-abu itu.
Alle menyuruh pak yono untuk segera melajukan mobil, namun sebelumnya, Alle sempat membuka kaca jendela mobil untuk mengejek orang yang belum ia ketahui namanya itu.
*****
Holaaa gaesss👋
Jumpa lagi, wkwk...Sabar ya Al, jangan marah sama diriku yang hobi bikin kamu kesel ya hehe...
Yaudah, Sampe sini dulu ya.
Jangan lupa vote + comment yawsssSee you gaesss 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Could Tell You
Teen FictionAllecya Brianna Alexi, begitu nama pemberian yang di dapatnya dari orang tua angkatnya. Karena kejadian yang menimpanya beberapa tahun yang lalu membuat Allecya kehilangan ingatannya saat umurnya yang masih menginjak 9 tahun. Banyak kisah yang terpe...