Mobil audi berwarna abu-abu itu kini telah sampai tepat di pagar putih yang menjadi pembatas jalan dan pekarangan rumah. Pak Yono membunyikan klakson, membuat seorang laki-laki yang berseragam satpam berlari kecil menuju pagar dan segera membukanya. Setelah pagar berhasil dibuka, mobil audi itu langsung melaju ke halaman rumah dan berhenti tepat di depan pintu yang berpilar tinggi di setiap sisinya.
Alle langsung membuka pintu dan segera masuk ke dalamnya, sedangkan Pak Yono kembali menjalankan mobil itu menuju garasi yang berada di halaman samping rumahnya.
Suara pintu terbuka membuat Ellena yang awalnya sedang membaca majalah di ruang tamu itu seketika menoleh ke sumber suara.
"Hai sayang, kamu sudah pulang? Bagaimana sekolahmu hari ini? Apa ada yang istimewa untuk hari ini?." Tanya Ellena ketika melihat bahwa orang yang membuka pintu rumah adalah Alle.
"Hai juga ma." Sapa Alle kembali, setelah mendengar sapaan Ellena untuknya.
"Tak ada, sekolahku baik-baik saja, seperti biasanya." Lanjut Alle sembari melangkah mendekat ke arah Ellena yang tengah terduduk di sofa berwarna putih itu dengan sebuah majalah fashion ditangannya. Alle kemudian mendudukan dirinya disamping Ellena yang sekarang tengah meletakkan majalah di atas meja kaca yang berwarna senada dengan sofa itu.
"Bukankah sekolahmu pulang tiga jam lagi? Dan mengapa mama tak melihat Bagas? Apakah dia memberi tahumu untuk pulang terlebih dahulu?." Tanya Ellena ketika menyadari bahwa tak ada suara pintu lagi setelahnya.
"Tidak ma. Aku pulang terlebih dahulu tadi. Farah yang menyuruhku untuk pulang setelah aku terbangun dari pingsan ku." Jawab Alle jujur.
"Pingsan? Karena apa? Apa masih ada yang sakit?." Tanya Ellena yang sudah mulai khawatir kepada Alle.
"Aku tak tau secara detail nya ma, tiba-tiba saja sudah ada sepatu yang mengenai kepalaku." Jawab Alle.
"Bagian Kepala? Apakah kamu masih merasa sakit? Apa kita perlu ke dokter? Kalau begitu, Mama akan menyuruh pak Yono untuk segera mengeluarkan mobil." Ucap Ellena sembari beranjak untuk mencari Pak Yono. Jujur saja, Ellena sangat merasa khawatir setelah mendengar penjelasan Alle. Pasalnya, Alle mempunyai masalah pada ingatannya, yang berarti ada masalah pada salah satu bagian dari otaknya.
"Tidak perlu ma, aku baik-baik saja." Cegah Alle sembari memegang pergelangan tangan Ellena untuk menahannya, sebagai pertanda bahwa tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
"Hmm, baiklah kalau begitu. Lebih baik kamu istirahat saja terlebih dahulu, panggil mama jika kamu masih merasa pusing dan ingin pergi ke dokter." Ucap Ellena mengingatkan Alle, yang hanya dibalas Alle dengan menganggukan kepalanya, kemudian beranjak menaiki anak tangga untuk menuju ke kamarnya yang berada di lantai atas.
*****
Tanpa melepas bajunya terlebih dahulu, Alle langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur miliknya, sembari memandangi langit-langit kamar yang berlukiskan pemandangan langit pada malam hari, serta dihiasi dengan bulan dan bintang yang jika pada keadaan gelap akan menimbulkan cahaya yang begitu mempesona. Alle tidak mengerti sejak kapan dan mengapa ia sangat menyukai pemandangan malam, mungkin karena keadaan malam yang begitu indah, menurutnya.
Tak terasa, sudah terlalu lama dia mengistirahatkan tubuhnya di kasur miliknya sembari memandangi langit-langit kamarnya, jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya dan segera mengganti baju sekolahnya dengan baju yang lebih santai. Alle mendudukkan dirinya di kasurnya kembali, kemudian meraih handphone nya yang berada di atas nakas dan mengecek beberapa pesan yang masuk ke dalamnya. Namun, seketika aktivitasnya terhenti ketika mendengar teriakan sesorang dari lantai bawah.
"Bagas pulangggg." Ucap seseorang yang berasal dari lantai bawah, yang Alle tahu itu adalah suara milik kakak angkatnya, Bagas.
Alle memutuskan untuk turun ke bawah, dan menyambut kedatangan Bagas yang sudah dianggapnya sebagai kakak kandungnya sendiri.
Ketika Alle berada di pijakan anak tangga tangga yang terakhir, seseorang yang ingin ditemui Alle menoleh kepadanya.
"Hai Alleee." Sapa Bagas setelah menyadari Alle yang tengah berjalan menuruni anak tangga. Ia sempat sedikit heran kepada Alle, karena jika dilihat dari pakaian yang dikenakan Alle, Alle sudah lama pulang lebih dulu dari dirinya.
"Hai Bang Bagas." Sapa Alle kembali, sembari berjalan menuruni anak tangga terakhir dan berjalan mendekati Bagas.
"Mengapa kamu pulang duluan Al? Jangan-jangan kamu kabur yaa?." Tanya Bagas menyelidik, meskipun Alle tahu pentanyaan yang dilontarkan kepadanya itu hanya bercanda.
"Ya ngga lah Bang. Alle kan anak baik, ngga mungkin anak baik kaya Alle kabur dari pelajaran sekolah sih. Tadi aku disuruh pulang duluan, gara-gara Farah bilang ke guru kalo aku sakit." Jawab Alle jujur sembari mengerucutkan bibirnya, meskipun bercanda tetap saja Alle harus menjawab dengan benar pertanyaan Bagas. Jika tidak mau Ellena berfikir kalau dia berbohong, karena sekarang Ellena tengah berada di bar kitchen di rumah mereka, yang otomatis Ellena pasti dapat mendengar percakapan Alle dengan Bagas sekarang.
"Sakit? Perasaan tadi kamu baik-baik aja deh Al." Goda Bagas yang sedikit menaikan oktaf suaranya. Apa lagi tujuannya jika bukan agar Ellena dapat mendengar obrolan mereka.
"Issshh, aku tuh tadi pingsan di sekolah, ada orang yang dengan kurang ajarnya tiba-tiba ngelempar sepatunya ke aku." Bela Alle. Sekarang ia sudah merasa sedikit kesal kepada Bagas, dari dulu Bagas tak pernah berubah, selalu menjahili dirinya. Tapi bagaimana pun juga, dia sangat menyayangi kakak angkatnya itu.
"Pingsan? Dan tunggu, sepatu? Jangan-jangan kamu lagi yang dibicarain murid seantero sekolah." Ucap Bagas. Yang hanya dibalas Alle dengan mengedikkan bahunya. Menurut Alle, orang itu bukanlah dirinya, karena ia tak merasa jika dirinya lah orang yang dimaksud oleh Bagas.
"Et dah, yang ngelempar kamu makek sepatu namanya siapa? Vero bukan? Vero Danendra kelas XII IPS 1?"." Tanya Bagas, karena sekarang ia sudah mulai geram kepada Alle. Pasalnya, Alle tadi tidak menjawab pertanyaan Bagas sehingga ia merasa diacuhkan oleh Alle. Alle terdiam sejenak, mengingat-ingat nama orang yang menurutnya telah melemparkan sepatu ke kepalanya. Setelah dirasa itu nama orang yang melemparnya, Alle hanya menjawab pertanyaan Bagas dengan menganggukan kepalanya, pertanda bahwa memang benar yang diucapkan oleh Bagas.
"Ada apa Bagas? Vero siapa?." Tanya Ellena yang datang dari arah belakang sembari membawa nampan berisikan teh dan juga kue kering. Kemudian diletakkannya di meja tamu, tempat dimana Alle dan Bagas tengah berbincang sekarang.
"Oohh, tidak ada ma, hanya saja mama harus tau tadi saat Alle pingsan dia dibawa sama pangerannya loh." Goda Bagas, yang dibalas dengan pelototan oleh Alle.
"Bohonggg! Apaan sih bang pangeran-pangeran, jijik dengernya tau ngga." Ucap Alle tidak terima dengan perkataan Bagas, setelah meredakan ekspresi keterkejutannya saat mendengar pernyataan Bagas yang dilontarkan untuknya tadi.
"Oh ya? Apakah pangeran Alle memiliki wajah yang rupawan?." Goda Ellena pada Alle.
"Iihhh mama, kok sama kaya bang Bagas sih, pokoknya ngga ada istilah pangeran-pangeranan ya." Kesal Alle pada Bagas dan Ellena sepertinya mama dan kakaknya itu telah sekongkol bekerja sama untuk mengerjainya.
"Udah deh Al, ngaku aja, pangerannya ganteng kan ya?." Goda Bagas sembari mencuil dagu Alle yang tentu saja ditepis oleh Alle.
"Ngga! Pokoknya dia bukan pangeran Alle, titik." Ucap Alle sembari berlari menaiki anak tangga dan berniat untuk kembali ke kamarnya.
Ellena dan Bagas yang melihat Alle, hanya tertawa. Bagi mereka, Alle merupakan sasaran yang tepat untuk dijahili.
Alle yang mendengar tawa dari mama dan kakaknya itu hanya mendengus kesal, kemudian meraih knop pintu dan sesegera mungkin membuka pintu kamarnya agar dapat masuk ke dalamnya sembari menetralisir rasa panas yang berasa di sekitar indra pendengarannya.
'Pangeran? Yang benar saja.' Batin Alle.*****
Holaaa gaesss👋
Jumpa lagi, wkwk...Enak dong Al kalo beneran ada pengeran ya hihi...
Yaudah, Sampe sini dulu ya.
Jangan lupa vote + comment yawsssSee you gaesss 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Could Tell You
Novela JuvenilAllecya Brianna Alexi, begitu nama pemberian yang di dapatnya dari orang tua angkatnya. Karena kejadian yang menimpanya beberapa tahun yang lalu membuat Allecya kehilangan ingatannya saat umurnya yang masih menginjak 9 tahun. Banyak kisah yang terpe...