4. Menemukan Juna

5.5K 572 6
                                    

Satu minggu yang lalu – Alea Amalia POV

Suasana rumah yang hening malam itu berubah menjadi lebih ramai. Bukan jenis keramaian yang diinginkan. Karena jenis keramaian ini tidak menimbulkan tawa, hanya air mata.

"Salah Juna apa ke Mama? Bilang Juna salah apa?" Aku sudah tidak bisa mengontrol emosiku. "Kenapa Mama tega buat dia pergi Ma? Kenapa?"

"Juna kurang baik? Atau dia kurang kaya? Apa yang kurang Ma? Bilang sama Alea!!" Mulutku mulai merintih. "Kenapa Mama tidak pernah bicara apa kurangnya Juna? Tapi Mama bisa buat dia pergi. Mama nggak adil!!"

Mama hanya duduk diam terpaku di sofa. Menelan semua cacian dan makian anak gadis satu-satunya. Itu yang membuatku tambah seperti tersulut api. Diamnya Mama membangkitkan tiga tahun rasa kecewa yang aku pendam.

"Juna baik, dia perhatian. Ketika Papa sakit, atau Aldi ulang tahun atau bahkan ulang tahun Mama dia datang. Sekalipun kado-kadonya Mama buang, atau kata-kata ucapannya hanya Mama balas dengan dinginnya tatapan Mama. Juna memang tidak kaya Ma. Dia bukan orang kaya seperti kita. Tapi dia baik, Alea cinta dia Ma. Alea sungguh-sungguh cinta dia. Alea bahagia dengan Juna. Apa itu tidak cukup?" Aku tersungkur dengan lututku meratap, memohon.

Lalu kata-kata Mama meluncur. "Dia selingkuh Al, dia selingkuh dari kamu."

"Bohong!!"

"Mama lihat sendiri Al. Buka mata kamu. Juna tidak setia."

"Stop. Mama boleh bilang apa saja terhadap Juna. Juna miskin, kerjaan tidak bagus, selera berpakaian jelek, apa saja kecuali berbohong kalau Juna selingkuh." Genap sudah segala dosaku. Memaki Mama, meneriakinya dan menudingnya dengan jari-jariku. Ya Tuhan, semoga masih ada maaf untukku.

"Li..." Papa keluar dari kamar. Mungkin terbangun karena suaraku. "Papa yang bicara pada Juna. Papa yang minta Juna pergi, bukan Mamamu."

Kepalaku tiba-tiba pusing luar biasa. Perutku seperti diaduk, aku berlari ke kamar mandi. Memuntahkan sedikit kudapan yang aku makan di perjalanan menuju rumah. Lilitan di perutku tidak berhenti, sekalipun sudah tidak ada lagi sisa untuk dikeluarkan.

Aku bersikukuh ingin pulang ke apartemenku. Aku tidak akan sudi menginap dirumah lagi. Sudah cukup mereka membuatku menderita.

"Kamu hamil Al?" Mama berkata sebelum aku beranjak pergi.

"Aku berharap aku hamil. Lebih tepatnya, dihamili Juna." Aku mengambil tas dan ponselku di meja nakas sebelah sofa tempat Mama duduk. "Tapi sayang, Juna bahkan terlalu menghormati kalian sehingga membuka bajuku saja dia tidak mau."

***

Sudah segala macam cara aku mencari Juna. Setiap hari aku masih datang ke apartemennya berharap tiba-tiba dia kembali. Tapi setiap hari pula aku kecewa karena hanya disambut dengan ruangan yang kosong atau pintu Juna yang masih terkunci. Pihak apartemen pun berkata minggu depan mereka akan mulai memasang iklan agar apartemen itu kembali kepasaran untuk disewakan.

Berkali-kali juga aku menghubungi kakaknya. Namun semesta seolah bersekongkol karena semua orang seperti bungkam. Entah karena tidak tahu atau karena mereka menutupi sesuatu dariku. Aku marah dan frustasi. Masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Juna benar-benar pergi.

Didorong karena rasa putus asa aku memutuskan untuk mengirimkan email ke account email pribadinya. Entah nanti bagaimana responnya, atau bahkan malah tidak ada respon apapun. Tidak perduli, aku akan tetap mengirimkannya.

Dear Juna,

Sudah hampir dua minggu. Apa kamu bisa berhenti bersembunyi? Aku benar-benar putus asa mencarimu kemana-mana. Kenapa kamu menyerah Jun? Apa aku sudah tidak berharga lagi untukmu? Lalu apa arti tiga tahun kita?

The Broken Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang