8. Hancur

5.9K 604 9
                                    

Kata orang, jangan suka sembarangan berbicara atau meminta pada Tuhan. Terlebih di hari Jumat. Hari dimana semua malaikat turun membawa berkah dari langit. Hari dimana jika kamu meminta, maka besar kemungkinan permintaanmu dikabulkan. Aku meminta pertanda, lalu dikabulkan. Lalu aku meminta mati berulang kali dalam hati, dan itu juga hampir saja terkabul.

Kakiku terus berlari. Seolah ingin meninggalkan kenyataan dibelakang sana. Kunci mobil sudah dalam genggaman. Aku hanya ingin pergi, entah kemana. Kalimat Juna terus berputar dikepala. Wajahnya, senyumnya, tawanya. Juna kesayanganku tidak mau menyelamatkanku. Padahal aku sudah memohon padanya, memohon berkali-kali. Aku bahkan akan bersujud atau mengancam bunuh diri jika ia dihadapanku saat ini. Tapi dia lebih memilih menghormati orangtuaku dan pergi, apa artinya itu Jun? Apa artinya?

Belum lagi pesan dari Bas. Bagaimana ia berdiri dihadapanku tiga minggu yang lalu. Janjiku pada Papa. Bahkan hanya membayangkan aku bersanding dengan Bas di pelaminan bulu kudukku sudah berdiri, ngeri. Kenapa dulu aku terburu-buru mengucapkan janji pada Papa? Bisakah aku tidak menepatinya? Sementara Juna tidak ada, dia tidak ada untukku lagi. Aku kehabisan waktu, aku dicurangi oleh waktu.

Hai laki-laki brengsek. Kenapa kau masih ingin menikahiku. Bukankah kau tahu betapa bencinya aku padamu, baik dulu ataupun sekarang. Luka itu masih sama, malah kau menambahnya dengan setuju menikahiku dan membuat Juna pergi. Kenapa tidak kau saja yang pergi ke neraka.

Mobil aku pacu hingga lebih dari 120. Nyaman rasanya, aku merasa seperti melayang. Aku tidak ingin memikirkan apapun atau merasakan apapun. Apa bisa? Karena saat ini aku masih merasa sakit yang hebat, menusuk-nusuk seperti 15 tahun yang lalu. Atau bahkan lebih parah dari itu.

Lalu tubuhku benar-benar melayang, karena kesadaranku hilang.

Oh apakah itu Laras? Atau Indra? Kenapa ada mereka disini? Kenapa bukan Juna yang datang? Aku hanya ingin Juna-ku.

Aku mendengar suara sayup Laras dan Indra. Lalu suara-suara lainnya yang asing. Aku mengantuk sekali, ingin tidur saja. Tapi suara Laras yang terus berteriak agar aku sadar terus menggema. Bolehkah sekali ini saja aku tidak perduli? Aku hanya ingin beristirahat dengan tenang.

***

Baskara Prawira POV

Mataku masih belum bisa terlepas dari ponsel yang tergeletak di meja meeting. Kenapa Al tidak membalas pesanku? Apa dia setuju? Bagaimana jika dia menolak? Harusnya nanti malam saja aku mengirimkan pesan itu. Akibatnya sekarang aku tidak berkonsentrasi sama sekali pada jalannya meeting. Angka yang Andi presentasikan didepan apa benar segitu?

Selesai meeting aku beranjak ke ruangan. Begitu masuk aku langsung duduk di kursi sambil melonggarkan dasiku. Andi membuntuti dari belakang.

"Lo kenapa si Bas? Udah beberapa minggu gue perhatiin lo banyak ga fokus."

"Nggak kenapa-napa, capek aja Di. Bolak-balik Jakarta-Surabaya-Medan."

"Bukan, pasti ada yang lain. Nggak mau cerita jadinya?"

"Nggak ada yang bisa gue ceritain. Pikiran gue buntu."

"Lo stress karena perjodohan konyol itu?"

"Gue stress karena gue mau dijodohin, tapi kayaknya dia yang nggak mau berjodoh sama gue." Tiba-tiba rambutku terasa gatal.

"Serius? Sejak kapan lo jadi mau dijodohin?"

"Sejak gue tahu kalau cewek itu Al. Alea Di."

Andi tiba-tiba batuk tersedak padahal dia tidak sedang minum apapun. "Bas, lo bercanda kan?"

"Sayangnya nggak."

"Ini kita ngomongin Alea adik kelas kita dulu kan? Yang insiden itu?"

"Emang ada berapa Alea yang bisa bikin gue stress begini?"

The Broken Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang