13. I see you

6.4K 538 7
                                    

Pagi berikutnya aku bangun dengan kondisi lebih baik. Masih belum terbiasa dengan banyak hal disekelilingku. Kamar Bas terlalu besar atau mungkin hanya perasaanku saja. Balkon didalam kamarnya terkadang membantuku mengusir penat. Duduk disana, memandangi orang-orang yang beraktivitas diluar dan membayangkan kapan aku bisa segera bekerja lagi ternyata lumayan menghibur juga. Apalagi jika malam, lampu-lampu Jakarta yang berkelap-kelip sungguh cantik. Aku akan langsung menghentikan aktifitas apapun di balkon dan kembali ke dalam kamar ketika Bas keluar juga di balkon sebelahnya. Balkon yang menyambung dengan ruang kerjanya.

Sudah dua hari dan ternyata keberadaan suster Rina sangat membantu. Dokter bilang gips ini akan dibuka seminggu lagi. Setelah itu Dokter mewajibkan sejumlah sesi terapi. Jadi aku memang benar-benar membutuhkan bantuan mengingat yang cedera adalah tangan kananku. Masakan suster Rina juga enak, selain itu dia juga membantuku mencuci pakaian.

Fakta-fakta lain yang aku pelajari adalah petugas yang membersihkan apartement dan mengambil laundry akan tiba pukul 10 setiap harinya. Wanita muda dengan tatapan genit pada Bas itu terkadang sengaja berlama-lama membersihkan ruang kerjanya. Biar saja, itu urusan Bas.

Kenyataan lainnya adalah apartement ini dilengkapi dengan system kunci yang canggih. Ada tiga pintu yang bisa dibuka dan ditutup menggunakan remote. Pintu depan, pintu ruang kerja dan pintu kamar. Pintu-pintu itu juga bisa dibuka manual dengan cara memencet tombol pada handle pintu yang tersembunyi dan bisa dikunci menggunakan kunci putar dibawah handle pintu. Pengetahuan ini penting, karena akhirnya aku tahu jika nanti aku bertengkar dan ingin menghindari Bas aku cukup mengunci diri di kamar mandi. Hanya pintu itu saja yang tidak bisa dibuka dari luar.

Aku belum sempat berkeliling apartement. Seharusnya apartement semewah ini memiliki fasilitas yang lengkap. Mungkin aku akan mulai berenang atau jogging sedikit ketika sudah diperbolehkan oleh dokter. Sekarang aku hanya menghabiskan waktu dengan menonton serial-serial terbaru di TV dan bersantai.

Bas masih tidak masuk kantor, entah kenapa. Aku hanya bertemu dengannya beberapa kali seperti ketika pagi berpapasan di kamar mandi dan walk in closet-nya atau malam saat dia keluar untuk duduk di balkon ruang kerja. Sebagian besar waktunya dihabiskan di dalam ruang kerja yang sekarang juga berfungsi sebagai kamarnya. Kami tidak pernah makan bersama jadi aku tidak perlu repot-repot berpura-pura baik dan berkata sopan dihadapannya.

"Al, bisa keluar sebentar." Bas mengetuk pintu kamar.

Aku yang baru saja terbangun mengerjapkan mataku sebentar dan dengan malas bangkit dari tempat tidur. Ini masih jam tujuh pagi.

"Ada apa?"

"Aku ingin berangkat kerja." Bas berkata sambil mengkancingkan lengan kemejanya.

"Jadi?"

"Point 4, kamu harus mengantarkanku sampai depan pintu."

"Konyol."

"Ya memang, sekonyol semua syaratmu. Cepat, aku ada meeting pagi."

"Aku tidak mau, aku masih mengantuk." Aku berbalik ingin kembali ke tempat tidur sebelum Bas menarik tangan kiriku dan juga tubuhku untuk mendekat padanya. Aku tidak siap ketika dia mencium puncak kepalaku.

"Bagus, langgar saja setiap hari. Aku tidak keberatan." Dia lalu melepaskanku dan pergi.

Sial kau Bas. Sialaaan. Sudah terlambat, aku sudah tidak bisa memakinya.

***

Baskara Prawira POV

Aku masuk ke ruangan pagi itu dengan Andi yang sudah ada dibelakangku. Berusaha tidak memperdulikannya, aku duduk dan langsung membuka laptop. Pekerjaan selalu menjadi yang terpenting, tapi kali ini hal nomor satu itu harus bergeser. Seperti meeting-meeting di luar kota yang harus bergeser pada Andi.

The Broken Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang