Tujuh

37 8 0
                                    

Begitu melewati pintu ruang Osis, Arisha mempererat dekapannya pada kertas-kertas yang dia bawa dari dalam ruang Osis. Formulir pendaftaran sebagai anggota Osis, yang akan dia bagikan pada beberapa anggota kelasnya nanti bila berminat mengikuti kepengurusan Osis.

Arisha ditemani Raka berjalan melewati koridor yang berpandang lurus kearah lapangan futsal, tempat yang selalu dipakainya untuk latihan paskibra bersama pasukannya.

Arisha membenarkan posisi kertasnya yang sedikit berantakan dengan mata sibuk melirik sebuah kerumunan. Segerombol siswa sedang bermain futsal ditengah lapangan. "Ka, berarti kita harus ubah jadwal latihan, dong."

Raka yang juga membawa beberapa berkas ditangannya mengangguk, sambil ikut melihat luasnya lapangan futsal. Beberapa hari yang lalu, eskul futsal resmi di hidupkan kembali. Itu yang menyebabkan jadwal latihan paskibra harus mereka ubah. Karena mau tidak mau sekarang mereka harus berbagi lapangan.

"Iya, mungkin nanti gue koordinasikan dulu sama Kang Abay."

Pandangan Arisha pada lapangan itu lenyap, di susul dengan pandangan lurus pada kramik dilantai juga langkahnya yang beraturan.

"Gue gak bisa ya kalau hari minggu. Kalau bisa, sih pulang sekolah aja. Sampai malempun gue gak masalah, kalau perlu. Asal jangan hari minggu, gue gak bisa."

Mata Raka tak lepas dari rambut Arisaha yang tergerai menutupi wajahnya, "Udah jomblo masih aja sibuk di hari minggu ya, Sha. Penasaran gue apa yang lakukan selama 24 jam di hari minggu."

Memang wajah penasaran yang Arisha dapatkan setelah menengadah melihat wajah Raka, "Hidup gue gak bukan cuma belajar sama latihan paskibra doang kali, Ka. Banyak lah yang harus gue kerjain."

Dari bayangannya Raka terlihat mengangguk-angguk berusaha mengerti dan tidak mengulik tentang kesibukan Arisha di hari minggu lagi.

"Terus, lo mau ikut osis juga?"

"Nggak, deh kayaknya. Gue rasa paskibra aja udah cukup."

"Kalau gue ikut osis juga gimana menurut lo?"

Sebagai seorang sahabat Arisha akan memberi pendapat menurut cara pandangnya, seperti berkata, "Emang waktu lo cukup buat paskibra, bimbel, les di rumah, belum lagi kalau nanti ada rapat ini itu. Lo kan ketua kelas, lo juga ketua organisasi."

Raka nampak berpikir sebelum menjawab, "Emang sih, tapi gue lagi nyibukin diri biar gak keinget."

Arisha berdesis, Raka mendengarnya dengan jelas ketika mereka melewati ruang kelas 11 IPA 2. "Keinget masalah keluarga lo, maksudnya?"

Keinget soal perasaan gue, Sha. "Iya, gue mau coba buat hidup mandiri, Sha. Menurut lo gimana?"

Raka menangkap basah Arisha yang sedang melongok kekelas 11 IPS 2, ruang kelas Delvin dari bias kaca jendela. "Bukannya selama ini hidup lo udah kelampau mandiri ya, Ka? Buat apa lagi coba, jangan nyiksa fisik lo gitu. Gak baik."

Pandangan Arisha merambat menyisir tiap sudut ruang kelas Delvin sebisanya melalui kaca jendela. Bahkan Raka pikir Arisha sedang tidak fokus saat memberi saran kepadanya tadi.

"Gak baik buat gue, atau gak baik buat Delvin, Sha?" gumam Raka, pelan.

Arisha menghentikan aktivitasnya sebagai seorang pengintai, begitu mendengar gumaman Raka barusan dia baru sadar kalau sejak melewati kelas Delvin dia terus memperhatikan seluruh isi ruang kelas cowok tersebut. Tanpa tahu bahwa seseorang sedang mengajaknya berdiskusi sambil berjalan.

"Lah, kok nyambung ke Delvin, sih!" begitu cara Arisha mengelak dari tuduhan Raka tadi, menyangkal dan berusaha menutupi rasa penasarannya pada kelas 11 ips 2.

Dunia Abu AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang