Yura baru saja membeli tiga botol minuman dari kantin sekolah. Langkahnya terayun santai menapaki jalan kramik, sesekali dia tersenyum pada siswa lain yang tak sengaja dia temui. Yura berniat akan memberikan minuman itu pada Raka dan Wanda yang masih berada didalam kelas, sebagai ucapan terimakasih karena mereka telah membantunya menyalin catatan yang tertinggal.
Dua botol minum Yura peluk, satu lagi dia tenteng ditangan kanan. Yura harus melewati koridor yang berhadapan langsung dengan lapangan futsal untuk sampai cepat keruang kelasnya. Dan disana tepat satu meter jaraknya dengan seseorang yang sedang tertunduk, terlihat letih, mata Yura terpaku.
Kaus jersey tanpa lengan dengan nomor punggung 12 menarik perhatian Yura untuk melihatnya agar lebih jelas. Yura mengambil beberapa langkah, dia sudah berdiri di belakang cowok tertunduk itu.
Dari sana Yura bisa melihat tahi lalat hitam ditengkuk cowok tersebut. Yura lebih menajamkan penglihatnnya, setelah dia berhasil meyakinkan dirinya bahwa itu adalah orang yang sama, barulah dia berani berseru walau sedikit ragu.
"Evin?" serunya, cowok itu menoleh dengan wajah sendu sedikit terperangah mendengar seruan darinya.
Yura pun merasakan hal yang sama, ternyata dia. Akhirnya Yura benar-benar mendekat bahkan duduk di sebelahnya.
Delvin menunjukan deretan giginya, "Lo inget."
Terlepas dari dua suku kata itu, Yura sulit membedakan apa kalimat itu sebuah bentuk pertanyaan atau pernyataan, Delvin mengucapkannya dengan nada yang sulit dia terjemahkan.
Dahi Yura mengernyit, "Lo berniat nanya atau cuma meledek gue karena gak ngeh dari awal?" matanya berubah menyipit.
Delvin tertawa. Tangannya terulur untuk mengapit kedua pipi berisi Yura, ternyata saat ini dia butuh pelarian demi berhenti mengkhawatirkan Arisha.
Yura hanya diam. Terlihat menikmati ketika Delvin menggerakan wajahnya kekanan dan kekiri, berulang sebanyak tiga kali. Dulu, Delvin melakukan ini saat usianya tujuh tahun. Sepuluh tahun silam, setelah Delvin ikut ibunya pindah rumah, selama itu pula Yura hilang kontak sampai dia lupa mempunyai teman kecil bernama Delvin.
"Rasanya masih sama. Kapan program diet lo jalan?" ujar Delvin setelah melepaskan tangannya.
Yura memukulkan tangannya pada lengan Delvin, cowok itu meringis tapi kekehan lebih dominan. "Segini udah profesional, tahu."
Delvin mengulum senyum. Yura pun menarik sudut bibirnya lalu mengangkat sebuah botol yang masih disegel dihadapan Delvin. "Biar seger." katanya.
Delvin melirik tangan Yura yang menggenggam sebotol minuman rasa jeruk di hadapannya. Dia menatapnya dengan suasana hari tak menentu.
Arisha kembali, dia menggiring Delvin menuju ingatannya saat itu. Saat dimana Arisha duduk di anak tangga pipir lapangan, tangga yang sama dengan tangga yang saat ini dia duduki bersama Yura.
Arisha bertepuk tangan heboh ketika Delvin mencetak gol dengan gaya andalannya. Arisha masih memakai training dan kaus putih, setelah latihan dia menunggu Delvin sampai diapun selesai bermain fursal.
Delvin menepi setelah mengangkat tangannya meminta istirahat kepada pelatih dan kapten. Dia berjalan mendekat kearah Arisha sambil tersenyum dan sesekali dia menepuk pundak temannya yang tak sengaja melintas.
Arisha tak bisa menahan senyum ketika Delvin merentangkan tangan berjalan kearahnya, dia hanya menggeleng saat Delvin melakukan gerakan memutar, juga menari seperti tarian hula-hula.
"Gue doain, habis itu kaki lo kecengklak." umpat Arisha meredam kekehannya.
Delvin menepis umpatan tersebut. Arisha melemparkan sebuah botol minum rasa jeruk kearah Delvin, cowok itu sudah berdiri beberapa langkah didepannya bersiap menerima lemparan botol dari Arisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Abu Abu
Teen FictionKamu dan Aku adalah jarak. Kamu dan Aku adalah batas. Kamu dan aku adalah sesuatu yang sukar bersatu. Kamu dan aku adalah waktu yang tidak akan bertemu. Namun, terimakasih. Karena hadirnya kamu dan aku memberi mereka (yang bernasib sama) mendapat...