Hari pertama penugasan sebagai chef pengganti cukup mengejutkanku. Bayangkan saja, aku yang biasanya berkutat di dapur kini harus berdiri mematung di depan sebuah ruangan dengan pintu yang masih tertutup rapat. Apron dan seragamku kini digantikan oleh setelah blus berwarna biru langit dan rok ketat selutut. Oh jangan lupakan satu hal lagi pernak pernik yang membuatku harus terus mendengus sebal, sebuah sepatu dengan hak runcing yang ketika aku berjalan akan mengeluarkan bunyi yang memuakkan!
Mengabaikan segala sesal, aku berusaha untuk menahan diri dan terus merapalkan doa dalam hati, berharap siapapun itu Tuan Park yang terhormat, semoga ia bukanlah seorang lelaki setengah baya dengan jiwa maniak dan perfeksionis! Bayangan diriku yang harus terjebak dengan setelah formal ini saja sudah membuatku pusing.
Derit pintu yang terbuka akhirnya mengalun setelah denting bel kutekan beberapa kali. Sontak aku menundukkan wajah, berupaya untuk terlihat sopan dan meninggalkan kesan awal yang baik. Namun setelah beberapa lama hanya keheningan yang menyapa, kuberanikan diri mengangkat wajah.
Aku mendesah lega, pria yang berdiri di hadapanku bukanlah seorang pria setengah baya dengan rambutnya yang memutih, melainkan seorang pria yang kutaksir usianya dipertengahan dua puluhan. Surai hitamnya senada dengan retinanya yang nampak kelam. Bibir tebalnya hanya menampilkan garis lurus, nampak dingin dan tak ada jejak keramahan disana.
"Kau Kang Seulgi?" Suara baritonnya terdengar, menyadarkanku dari lamunan. "Ah,ya. Aku Kang Seulgi"
"Masuklah" perintahnya. Aku memandangnya ragu. "Apa kau akan terus berdiri disitu? Kurasa di luar tidak ada kompor yang bisa kau gunakan" ujarnya lagi.
Mau tak mau aku melangkahkan kakiku memasuki pent house yang kutahu dikhususkan untuknya. Aku mengikutinya yang berjalan kearah dapur mini setelah sebelumnya melewati home teather yang berhasil membuatku melongo. Aku belum pernah melihat teve sebesar itu sebelumnya!
Ditengah jalanku, aku mengaduh ketika dahiku membentur sesuatu yang keras. Pria didepanku itu tiba-tiba berhenti dan aku berhasil membentur punggunya yang keras. "Buatkan aku sop rumput laut" ujarnya seraya berbalik.
"Ne?"
"Buatkan aku sop rumput laut, japchae, dan telur gulung. Buatkan aku juga kopi hitam"
Aku hanya mengangguk mengiyakan. Tak berani menatap netra hitam kelamnya. "Pastikan semuanya sudah selesai saat aku kembali" ia kemudian pergi menghilang dibalik pintu kamar.
●●●
Aku mengusap peluhku pelan, meski ruangan ini dilengkapi pendingin udara, namun tak sedikitpun memberiku kesejukan. Setelah mendengar permintaannya, aku langsung berlari menuju gudang penyimpanan karena lemari pendinginnya tak ada satupun bahan yang layak dimasak. Hanya berisi beberapa botol air mineral dan kaleng bir. Ugh, sangat tipikal lelaki sekali.
Begitu aku selesai menaruh secangkir kopi hitam di meja bar, pria yang kutahu bernama Park Jimin itu datang dengan balutan kemeja biru muda. Di lengan kanannya melingkar jam tangan yang meski hanya sekali aku lirik, aku sudah bisa menebak harganya lebih mahal dari gajiku satu tahunnya. Aku menunduk saat tidak sengaja netraku bersibobok dengan miliknya.
"Duduklah" perintahnya.
"Ne?" Aku mengerjap bingung.
"Aku tak pengulang perintah dua kali" tatapan sekelam jelaga itu kini menghujaniku. Akupun sontak terduduk di hadapannya.
"Lain kali buat sarapan untukmu juga" ia mendorong semangkuk sup rumput laut kearahku. Aku menggeleng dengan cepat, "ah, tidak sajangnim. Aku baik-baik saja" ku dorong kembali mangkuk itu kearahnya.
"Ck!" Ia berdecak kesal, "kau pasti mendengarku, Kang Seulgi. Aku tak mengulang perintah dua kali"
Aku menciut dibawah tatapan kelamnya. Dengan keringat dingin dan detak jantung yang entah sejak kapan bertalu kencang, perlahan aku menyuap sup rumput laut itu, masih di bawah tatapan tajamnya. "Bagus" ujarnya.
"Ada beberapa hal yang perlu kau ingat dan pahami selama bekerja padaku Kang Seulgi. Pertama, kau harus datang tiap kali aku memanggilmu selama itu masih jam kantor. Kedua, aku tidak suka makanan pedas. Ketiga, berpakaianlah yang rapih dan formal, karena sewaktu-waktu aku akan membawamu pergi"
Aku hampir tersedak begitu ia menyelesaikan kalimatnya. Membawaku pergi katanya?! "A-apa maksudmu sajangnim?"
Bukannya menjawab, lelaki itu justru berdiri. Menampilkan senyum miring yang tampak menyeramkan untukku, "bersiaplah dan ambil tasmu. Aku akan menunggu di loby"
Aku tak kuasa untuk tak membulatkan mataku.
●●●
"Apa kau menikmati makananmu Kang Seulgi-ssi?"
Aku mengerjap, "ah, ya. Makanan di restoran ini sangat berkualitas" pria yang menanyaiku itu tersenyum. Membuat kerutan di sekitar matanya kian terlihat jelas. Kemudian ia mengarahkan kembali netranya pada seseorang disampingku, melanjutkan kembali obrolan yang sempat terinterupsi oleh suara dentingan garpu yang tanpa sadar aku mainkan.
"Baiklah. Sekretarisku yang akan menjadwalkan kembali pertemuan dengan Taeyang Group. Ku harap kita bertemu kembali dengan kesepakatan yang baru."
Yeah, belakangan aku tau bahwa ia membawaku ke sebuah pertemuan bisnis dengan koleganya di sebuah restoran Jepang. Dan pria yang kini tengah menandatangani sebuah dokumen itu dengan seenaknya memperkenalkanku sebagai sekretarisnya. Hal yang membuatku tekejut setengah mati, namun urung menuntutnya dengan banyak pertanyaan begitu tahu bahwa ini adalah pertemuan bisnis yang penting.
Setelah berjabat tangan yang menandai bahwa pertemuan telah usai. Aku mengikutinya yang berjalan keluar kembali menuju mobil audi hitamnya. Sungguh, aku ingin sekali memecah keheningan yang terasa amat mencekam ini. Sedari tadi netranya terus fokus ke arah jalanan, sedangkan aku duduk gelisah dengan tangan yang berkeringat. "Ada apa?" Tanyanya.
"Eh?"
"Kau dari tadi nampak gelisah? Kau tidak nyaman bersamaku?" Tanyanya.
Dengan cepat aku menggeleng, "ah, tidak sajangnim! Bukan seperti itu! A-aku hanya tidak mengerti mengapa kau membawaku alih-alih sekretaris aslimu?" Sial, mengapa aku jadi gugup dan melontarkan pertanyaan konyol itu?!
Kulihat ia memandangku sekilas, "karena kau yang akan menjadi sekretaris pribadiku mulai sekarang" ujarnya.
"Apa?!"
Senyuman miringnya berhasil membuatku menghembuskan napas berat.
To be continued....
KAMU SEDANG MEMBACA
Attention || Seulmin
FanfictionA [ Kang Seulgi × Park Jimin] story. Bagi Seulgi, berlari adalah sebagian dari masa kecilnya, hidupnya. Ia suka ketika dentuman keras suara senapan untuk memulai pertandingan terdengar. Ia suka ketika kaki-kaki kecilnya perpacu di lintasan. Dan yan...