Lagi, aku dikejutkan oleh sebuah kedatangan yang tidak terduga. Masih pada hari yang sama, kedatangan itu sempat membuatku was-was sekaligus bernapas lega. Was-was karena mungkin saja akan ada yang tau dimana keberadaanku sekarang, dan lega karena aku akhirnya bisa melihat ia dalam keadaan yang baik-baik saja.
Aku yang masih mematung diambang pintu restoran milik Bibi Jung, didekap erat hingga aku kesulitan bernapas. "Noona" lirihnya.
Air mataku luruh. Ku dekap ia sama eratnya, berusaha menyalurkan kerinduan yang tak pernah ku tunjukkan pada siapapun, "Jungkook-ah, aku merindukanmu"
"Aku lebih merindukanmu, Noona. Kau kemana saja selama ini? Bagaimana kau bisa meninggalkanku begitu saja?!" Aku terkekeh disela tangis dan menguraikan pelukan. Ternyata kelinci kecilku masih saja cerewet. Kulirik Bibi Jung dan Hoseok yang tengah memandang kami haru, lalu membawa Jungkook mendekati mereka, "bagaimana bocah ini bisa ada disini Bibi?"
Bibi Jung tersenyum lembut, "dia datang sambil membawa koper besar dan mengatakan bahwa ia adikmu. Awalnya aku tak percaya karena kalian tidak mirip sama sekali, lalu ia menunjukkan foto masa kecil kalian. Aku langsung percaya bahwa ia memang adikmu begitu melihat foto masa kecilmu"
"Ibuku langsung yakin karena di foto itu kau terlihat sangat jelek, Seulgiya" ujar Hoseok. Aku melotot kearahnya yang membuat tawa Bibi Jung berderai. Oh, ayolah. Aku ini dulunya terkenal seantero sekolah tahu!Bisa-bisanya lelaki Jung ini berkata omong kosong terlebih ketika ia pernah menyatakan perasaanya kepadaku?! Ugh, dasar lelaki!
Bibi lalu menggiring kami ke salah satu bangku yang kosong, "sudah, kalian jangan bertengkar terus! Jungkook sejak tadi menunggumu Seulgi-ya. Ia belum mau makan sebelum bertemu denganmu"
Setelahnya, Bibi Jung kembali ke dapur dan membawakan kami bulgogi untuk makan malam. Restoran memang sudah tutup, dan aku rasa Bibi Jung sengaja melakukan itu untukku. Aku melirik Jungkook yang sejak tadi masih saja menatapku, hal ini masih terasa janggal. Bagaimana dia bisa menemukanku di Seoul yang meski tidak seluas Daegu ataupun Busan, Seoul tetaplah kota yang padat. Dan dia bahkan membawa serta koper besarnya yang belum ku tahu isinya itu. Seakan-akan dia memang berniat untuk pindah "jadi Jungkookie, apakah kau mau bercerita bagaimana kau tau aku disini?"
Ia melirik Hoseok ragu-ragu, sementara Hoseok berdehem pelan. Aku memandang kearah mereka berdua tajam, "ada yang kalian sembunyikan dariku?"
"A-aku tidak sengaja bertemu Hoseok hyung di Busan kemarin" Jungkook membuka suara, "aku sedang berjalan kearah perpustakaan kota. Hoseok hyung menghentikanku, awalnya aku tak percaya saat ia bilang ia temanmu dan ia tau keberadaanmu. Lalu ia menunjukkan foto kalian berdua"
"Bagaimana kau tau kalau itu Jungkook?"
Hoseok menatapku, "kau pernah memperlihatkan fotonya padaku. Dan dikamarmu juga ada foto kalian berdua kan? Awalnya aku hanya iseng bertanya karena merasa mengenal wajahnya. Lalu ketika ia mengiyakan, aku pun terkejut Seul. Ia hampir menangis saat menanyakan keberadaanmu, jadi ku beri dia alamat restoran ini" ujarnya.
Setelah menyelesaikan ucapannya, Hoseok dan Bibi Jung pamit pergi. Memberikan waktu untuk kami berdua lanjut berbincang, "Jungkookah," panggilku.
"Hmm?"
"Bagaimana kabarmu?"
Ia kemudian menghentikan aksinya menyuap nasi, lalu memiringkan tubuh dan memberikan atensi padaku sepenuhnya, "tidak pernah baik semenjak kau meninggalkanku. Aku mencarimu seperti orang gila setiap harinya, Noona. Bagaimana kau tega pergi meninggalkanku sendiri di Busan?"
Aku mengusap rambut hitamnya pelan, menatap mata bulatnya yang berkaca-kaca, "maafkan aku Jungkookah, maafkan karena aku melarikan diri seorang diri. Tapi bukankah aku sudah pernah bilang padamu, kalau aku akan menjemputmu kan?"
Ia mengangguk, "tapi kau tidak pernah datang, sampai aku menemukanmu duluan"
Aku tersenyum lembut kearahnya, "uri Jungkookie harus menamatkan sekolah dulu kan? Aku tidak mau ibu memarahiku dari surga sana karena tega membuat anak kebanggaannya putus sekolah"
"Bagaimana sekolahmu? Kau lulus tahun ini kan? Dan bagaimana kabar bibi dan paman? Apa mereka sehat?" Tanyaku beruntun.
Ia mengangguk, "aku hanya tinggal menunggu wisuda kelulusanku. Bibi dan paman baik-baik saja, aku juga sudah memberitahu mereka kalau aku akan menemuimu. Dan mereka meminta kau untuk pulang, Noona. Mereka sangat mengkhawatirkanmu"
Aku tersenyum simpul, "akupun sangat mengkhawatirkan kalian. Apa orang itu pernah datang ke Busan dan mengganggu kalian?"
Dia menggeleng, aku kembali tersenyum lega. Keputusanku untuk menitipkan Jungkook pada keluarga Jeon memang keputusan yang tepat. Meskipun kami tidak memiliki ikatan darah, tapi ikatan pertemanan antara Bibi Jeon dan ibuku nampaknya lebih erat. Ia membuka lebar pintu rumahnya ketika musim dingin dua tahun lalu kami--aku dan Jungkook-- mendatangi rumahnya di Busan dan meminta pertolongan. Dia bahkan membiarkan Jungkook untuk menggunakan marganya dan merawat adik kecilku seperti anaknya sendiri. Seorang Jeon Jungkook.
"Noona" panggilnya setelah kami menghabiskan makan malam. Aku hanya berdehem sebagai jawaban.
"Ijinkan aku tinggal bersamamu"
Aku menghembuskan napas panjang. Sebenarnya, aku sudah dapat menebak jika bocah itu akan meminta tinggal. Tapi sungguh, aku ingin dia menungguku sampai setidaknya aku mandiri dan bisa menyewa flat dengan layak.
"Noona, kumohon" rengeknya. Aku menatapnya tajam, "tinggallah dengan Bibi Jeon sebentar lagi Jungkook. Aku janji, saat keadaanku lebih baik, aku akan menjemputmu"
"Tapi sampai kapan? Aku sakit saat harus melihatmu bekerja siang malam sedangkan aku hidup dengan mudah. Aku ingin melindungimu, Noona. Seperti janjiku pada Appa"
"Jungkook, kumohon mengertilah. Aku disini baik-baik saja, aku bisa menjaga diriku sendiri"
"Noona, kumohon" Jungkook menggenggam tanganku erat dan mulai menangis. Goddam it, aku paling tidak bisa melihat mata bulatnya mengeluarkan cairan bening itu!
Aku kembali menghembuskan napas kasar, "bagaimana dengan sekolahmu?" Ucapku pada akhirnya. Mata bulatnya kini bersinar cerah, "aku sedang libur. Hanya tinggal menunggu kelulusan bulan depan"
"Baiklah" ucapku.
"Baiklah apanya?"
Aku sontak memutar netraku malas. Selain mulut cerewetnya yang tidak berubah, ternyata otaknya masih saja selamban siput. "Kau boleh tinggal bersamaku"
Mata bulatnya kembali bersinar senang dan aku kembali sesak napas karena ia memelukku terlampau erat.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Attention || Seulmin
FanfictionA [ Kang Seulgi × Park Jimin] story. Bagi Seulgi, berlari adalah sebagian dari masa kecilnya, hidupnya. Ia suka ketika dentuman keras suara senapan untuk memulai pertandingan terdengar. Ia suka ketika kaki-kaki kecilnya perpacu di lintasan. Dan yan...