7 ||Come to me

253 34 3
                                    

Tiga jam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga jam. Sudah tiga jam lamanya Seulgi terjebak dalam situasi yang membuatnya bingung. Setelah membiarkan Jimin tertidur di pangkuannya dan berakhir ia ikut tertidur pulas karena bosan-jelas saja karena ia hanya diam memandangi Jimin yang sama sekali tidak terganggu dengan dehaman pelan yang berusaha gadis itu keluarkan. Gadis dengan surai hitam itu terbangun ketika matahari hampir tenggelam di peraduan.

Mengangkat kepala Jimin dan memindahkan sebuah bantal berwarna senada dengan sofa untuk menggantikan tugas pahanya setelah memastikan pria itu tertidur pulas, ia melangkahkan kaki menuju balkon yang dibatasi pintu kaca. Cahaya menguning sontak menerpa kulit putih pucatnya hingga berubah keemasan begitu ia menyibak tirai tipis yang menghalangi pintu kaca.

Seulgi melanjutkan langkah, menumpukan kedua lengan pada pembatas besi dan menghirup napas dalam-dalam. Berharap mungkin saja oksigen yang ia hirup dapat sedikit saja meredakan pening yang terasa menusuk kepalanya. Oh God, pikiran Seulgi kusut setelah mendapat perlakuan aneh dari pria Park yang masih tertidur pulas itu.

Seulgi tak punya banyak teman, meski ia tak menyangkal jika semasa sekolah dulu ia cukup terkenal seperti apa yang dikatakan Namjoon-teman dekat Park Jimin yang ternyata juga salah satu seniornya semasa SMU, Seulgi bukan orang yang mudah menerima pertemanan. Seulgi hanya menganggap mereka kenalan, tak pernah memberi ruang pada siapapun untuk masuk ke dunianya, terkecuali Hoseok. Hanya pria dengan lesung pipi itu yang dapat mengerti dirinya.

Hal itu berlaku hingga kini. Setelah memutuskan pergi dari kehidupan lamanya, Seulgi semakin menutup diri. Ia masih bersikap ramah, namun tak memberi celah untuk merubah sapaan menjadi bentuk yang lebih hangat. Hal ini yang cukup membuat kepalanya pening, Jimin meminta sebuah pertemanan dengannya. Yang entah mengapa ia sanggupi-Oh demi celana robek Jungkook, ia tadi melihat tatapan Jimin yang seperti anak itik kehilangan induknya.

Angin berhembus kencang, membawa hawa dingin menggelitik permukaan kulit Park Jimin yang tak tertutup helai kain. Ia menggeliat dan matanya mengerjap begitu silau matahari menerobos dari balik pintu kaca yang terbuka lebar. Dan disitulah ia menyadari siluet seseorang yang berdiri membelakanginya, rambut hitamnya berkibaran akibat ulah angin yang usil. Demi Tuhan, pemandangan yang amat indah untuk sekedar Jimin pandangi.

Jimin kemudian mengangkat tubuh, beranjak untuk menghampiri perempuan yang masih belum menyadari kehadirannya. "Hei" sapanya pelan.

Seulgi berbalik, dan Jimin tak kuasa untuk tidak mengumpat pelan. Kulit putih salju gadis itu berkilauan diterpa cahaya matahari yang menguning keemasan. Mata tajamnya menatap Jimin dengan sorot keterkejutan, bibir ranum tipisnya terbuka yang membuat Jimin-Oh, ia bahkan kesulitan untuk menelan ludahnya sendiri.

"Oh, Sajangnim. Sejak kapan kau berdiri di situ?"

Jimin berdecak, mengambil langkah lebih dekat dengan sang gadis. Ikut menyandarkan tubuhnya pada pembatas besi dan menatap balik iris caramel di sampingnya, "Jimin. Park Jimin. Bukankah kita sudah sepakat kalau kita ini sekarang berteman?"

Attention || SeulminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang