10. Tak Baik

2.2K 87 8
                                    

Angga Abimana

Pagi ini aku berangkat tak sendiri, Ana memaksa untuk ikut menghadiri acara yang akan dilaksanakan sekitar pukul sepuluh pada sebuah pusat perbelanjaan yang di mana di sana terdapat sebuah toko buku besar yang terkenal dengan lengkapnya koleksi buku yang mereka jual, tak hanya itu saja, toko itu pun menjual perlengkapan belajar serta beberapa jenis alat musik harmoni serta melodi, walau masih dalam jumlah terbatas.

Dalam perjalanan, karena yang memegang kemudi adalah Ana, aku menyempatkan diri membalas pesan Mira yang dari jam terkirimnya, pesan itu masuk sudah sejak tadi malam sebelum ponselku mati kehabisan daya baterainya, tak disangka ternyata Mira membalasnya dengan cepat hingga kami bisa mengobrol untuk sesaat, dan pesan terakhir darinya ternyata menanyakan keberadaan Syafina, awalnya aku sempat ragu untuk memberikan alamat di mana Syafina tinggal sementara saat ini, namun aku tetap memberinya alamat itu, namun tak berharap Mira berkunjung ke sana.

"Senyum-senyum sendiri aja, lagi chating sama siapa nih?"

Ana ternyata memperhatikanku yang sedang sibuk dan asik sendiri dengan ponsel dalam genggaman.

"Eh, ini Mira nanyain Syafina."

"Owh."

Mendengar jawabanku, Ana tak lagi berkomentar apa-apa namun wajahnya berubah datar semenjak tahu aku berbalas pesan dengan Mira. Beruntung kami segera tiba pada tempat yang kami tuju, dan tak lama setelah itu acara pun dimulai.

Acara berlangsung meriah, bahkan yang datang lebih dari yang diharapkan, mereka antusias dengan kehadiranku, bahkan beberapa dari mereka sampai ada yang membawa sebuah poster sampul dari buku yang saat sedang di launching.

Setelah acara tersebut selesai, Ana masih kehilangan moodnya karena kejadian tadi, aku jadi merasa tak enak.

"Maaf, lama."

Ana tersenyum dengan senyum yang sangat jelas sekali masih begitu dipaksakan.

"Sebagai permintaan maafku, aku traktir makan sama nonton deh, mau gak?"

Mata Ana sekilas melirik padaku, senyumnya mulai terpancing.

"Bener nih?"

Aku mengangguk meyakinkannya bahwa tawaranku bukan sekedar rayuan belaka.

"Ya udah, yuk jalan sekarang, kamu yang nyetir ya!"

Untuk saat ini aku terpaksa mengikuti semua keinginannya, setidaknya hanya sampai dia tak marah lagi padaku.

Tempat yang kami tuju tak begitu jauh, dalam waktu setengah jam saja kami sudah berada di dalam gedung bioskop untuk melihat film yang sedang booming saat ini. Aku dan Ana memilih tiket tempat duduk pada barisan yang paling belakang karena menurutnya pada tempat ini film yang diputar pada layar bioskop menjadi tak terlalu besar untuk dipandang.

Lampu sudah mulai dimatikan, aku mulai melepas jaket padahal pendingun ruangan di dalam begitu terasa dingin, tapi aku tak tega melihat Ana menggunakan pakaian tipis, jadi aku memberikan jaket ku padanya agar ia tak kedinginan.

Lima belas menit telah berlalu, aku yang tak sering nonton bioskop mulai merasa kedinginan, kedua telapak tangan mulai ku usap-usap agar terasa sedikit hangat, namun ketika beberapa kali aku melakukan itu, Ana menggenggam tanganku, sepertinya ia menyadari aku yang mulai merasa kedinginan, bahkan setelah itu ia mulai merapatkan tubuhnya hingga kepalanya bersandar pada bahuku. Cara ini memang membuatku lebih hangat, tapi aku juga merasa tak nyaman.

Setelah lama menahan rasa dingin yang menjalar ke seluruh tubuh, akhirnya film yang kami tonton pun selesai. Lega rasanya karena itu berarti penderitaanku juga ikut berakhir. Aku dan Ana segera pergi dari tempat itu untuk mengisi perut yang sudah mulai kelaparan, kali ini Ana kembali yang mengemudikan mobilnya, ia tak tega melihatku kedinginan seperti tadi harus mengemudi.

DUDA? Hot Daddy (Eps.1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang