20. Tak Jujur

1.8K 79 12
                                    

Almiera Shofia Prameswary

Dalam beberapa hari menuju hari yang akan menentukan nasib serta masa depanku, aku mulai menata persiapan sikap serta apa yang harus aku lakukan selama di sana nanti. Sebenarnya pada rencana awal, aku ingin meminta pada Angga untuk pergi menggunakan mobil serta sedikit berbohong bahwa mobil milik Angga sedang berada di bengkel, tapi ia menolaknya, ia malah menasihatiku agar ketika memulai sesuatu yang baik tidak boleh dengan sebuah kebohongan, karena ketika sekali berbohong maka akan ada kebohongan lain untuk menutupi kebohongan-kebohongan sebelumnya, jadi ia memutuskan untuk pergi menggunakan motor besarnya walaupun memang sedikit susah kalau untuk naik bertiga membawaku dan Syafina. Sebenarnya Angga melarangku ikut naik motor bersamanya, ia menyarankanku pergi lebih dulu menggunakan mobil dan ia akan menyusul sesuai dengan jadwal pertemuan dengan ke dua orang tuaku, tapi aku menolaknya karena aku ingin pergi bersama dan juga aku telah memiliki perlengkapan keselamatan berkendara sendiri yang ku beli ketika membeli belanjaan untuk masak pada malam itu di rumahnya, bahkan hingga saat ini, perlengkapan tersebut belum digunakan sama sekali, jadi mungkin inilah saatnya.

Hari ini adalah hari libur, tapi bukan hari minggu, hanya tanggal merah untuk memperingati sesuatu. Aku menyibukkan diri agar bisa sedikit melupakan tentang masalah yang akan menetukan masa depanku dengannya nanti.

Tok tok tok.

Sebuah ketukan menghentikan aktifitasku. Sebelum membuka pintu, aku menyempatkan diri melihat sekilas dari jendela dengan sedikit membuka gorden untuk memastikan siapa tamu yang datang berkunjung sepagi ini. Namun aku tak bisa melihatnya, ia berdiri memunggungi pintu. Dari postur tubuhnya aku seperti pernah mengenalnya, tapi yang jelas ia buknlah Angga.

Dengan hati-hati aku membuka pintu lalu menyapanya yang masih berdiri memunggungi.

"Maaf, cari siapa ya?"

Orang itu berbalik, dan ternyata aku memang mengenalnya, tapi untuk apa ia berada di sini? Dan kenapa ia bisa tau alamat rumahku? Karena seingatku ia pergi sudah sangat lama sekali, bahkan mungkin sekitar sembilan sampai sepuluh tahun yang lalu, kami terpisah setelah lulus dari SMA, ia melanjutkan kuliahnya di luar kota karena mengejar impiannya sementara aku juga mengejar mimpiku yang sedari kecil aku cita-citakan.

"Dudi, kan?"

Aku meyakinkan diri bahwa yang datang memang orang yang ku maksud.

"Iya, kok kamu masih inget aja?"

"Aku kan orang yang gak gampang lupa, lagian juga kan belum tua-tua bangetlah buat jadi pelupa."

Ternyata benar, ia adalah orang yang ku kenal dari masa lalu.

"Kok kamu bisa di sini sih? kamu tahu rumah aku dari mana?"

"Aku kayaknya capek berdiri terus dari tadi, aku gak di suruh masuk dulu nih?"

"Emh, maaf ya di dalem lagi kotor nih, duduk di sini aja ya, aku ambil minum dulu."

Aku tak mau dan tak bisa mengajaknya ke dalam rumah, aku khawatir Angga salah faham ketika melihat aku menerima tamu laki-laki, Aku tak mau hubunganku yang hanya tinggal selangkah lagi harus bermasalah, walaupun aku tahu kalau Angga takkan cemburu berlebihan.

Terdengar dari jauh suara motor besar memasuki gerbang komplek ketika aku masuk untuk mengambil air minum untuk Dudi, aku hafal betul suara itu adalah suara motor besar milik Angga, karena di komplek perumahan ini hanya dia satu-satunya yang memiliki motor besar dengan suara berisik seperti itu.

Aku berusaha membuat minuman dengan cepat agar aku bisa segera mengenalkan Angga pada Dudi agar tak terjadi kesalah fahaman.

Setelah selesai, aku bergegas dengan membawa segelas minuman pada nampan, dan setelah sampai di luar serta menaruh minuman untuk Dudi, tak ku lihat Angga berada di sana, sepertinya ia telah masuk ke dalam rumahnya.

DUDA? Hot Daddy (Eps.1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang