7. Tak Pasti

2.4K 99 20
                                    

Almiera Shofia Prameswary

Sejak kejadian malam tadi, hari ini aku mulai bekerja dengan penuh semangat dan berharap waktu berputar dengan cepat agar aku bisa secepatnya kembali ke rumah dan bertemu dengannya. Sepertinya logika dan perasaanku mulai tak sejalan, logika mengatakan "dia adalah duda, terlebih telah memiliki seorang putri, apa pantas menjadi orang yang mengisi hari-hariku kelak?" Sementara perasaanku berkata lain, "apa perasaan itu harus diukur dari sebuah status?", aku benar-benar bingung tapi juga menikmatinya, apalagi ketika tangannya menggenggam tanganku semalam, rasanya begitu membuat pipiku panas, beruntung saat itu lampu sedang padam jadi aku yakin ia tak melihat pipiku yang memerah. Tanpa kusadari aku tersenyum-senyum sendiri.

"Bu."

Seorang pasien yang masuk ke ruang kerjaku membuyarkan semua lamunan indah itu, aku tersipu tak enak, sepertinya pasien itu melihat jelas kejadian tadi.

"Eh iya bu, silahkan duduk, ada yang bisa saya bantu?"

Pasien hari ini tak begitu banyak yang datang untuk berobat, aku bersyukur karena itu artinya aku bisa pulang lebih cepat. Setelah tadi aku melihat kabar di sosial media milik Angga kalau Syafina sekarang sakit, aku mencemaskan keadaannya. Rindu dan cemas kini memenuhi pikiran, walaupun aku sudah menghubungi Angga memastikan tentang keadaannya namun tetap saja hatiku belum tenang sebelum melihat sendiri kondisinya saat ini.

Sekitar pukul empat sore aku sudah bergegas untuk pulang, tapi sebelum itu aku berencana untuk mampir pada sebuah tempat perbelanjaan untuk membeli keperluan pribadi dan juga untuk Syafina. Pada note ponsel tertera daftar barang yang akan ku beli, termasuk untuk Syafina.

Di tempat perbelanjaan ini tak begitu ramai sehingga aku bisa dengan cepat mengambil barang-barang yang akan ku beli. Setelah semua keperluan pribadi sudah ku dapatkan kini hanya tinggal membeli buah-buahan dan obat penurun panas yang bagus untuk anak kecil, tak lupa juga aku membelikan boneka kecil untuknya. Setelah selesai membayar semuanya, aku kembali bergegas menuju parkiran mobil yang sengaja ku parkirkan dekat dengan pintu keluar agar bisa lebih mudah untuk keluar dari tempat parkir pusat perbelanjaan tersebut. Jantungku semakin berdebar membayangkan kejadian yang kemarin ku alami akan terjadi lagi malam ini.

"Semoga semua berjalan lancar."

Setelah menempuh sekitar setengah perjalanan, akhirnya aku akan sampai di depan pintu gerbang komplek perumahan. Jantungku berdetak semakin kencang tak sabar ingin segera pergi ke rumahnya. Setelah bagian mobilku perlahan melewati gerbang, aku melihat Angga sedang berdiri disamping mobil yang sebelumnya pernah juga ada di sana, sambil menjalankan mobilku dengan pelan aku melihat Ana yang akan masuk ke mobilnya, namun sebelum itu dia menyempatkan diri mengecup pipi Angga. Runtuh sudah semua harapan kebahagiaanku malam ini, panas rasanya hati ini melihat mereka melakukan itu. Aku segera memarkirkan mobil di garasi lalu dengan berjalan cepat menuju ke kamar tanpa mempedulikan barang belanjaan yang masih berada di dalam mobil, tanpa sadar setitik bulir bening mulai membasahi pipi.

"Dasar cowok, semua sama aja."

Aku merebahkam diri lalu mengumpat dalam hati seraya menutup wajah dengan bantal untuk menyamarkan suara tangis. Cukup lama aku meluapkan semua rasa sesak yang memenuhi dada. Dengan membasuh air dingin ke wajh, mungkin wajahku bisa terlihat segar walaupun tak dapat mengurangi rasa sakit itu.

"Aku harus berani, aku bisa menghadapinya."

Di depan cermin, aku berusaha memotivasi diri sendiri untuk bertemu dan melihat kondisi Syafina saat ini, bagaimanapun juga semua sudah terlanjur dan aku tak boleh berhenti begitu saja. Aku memang cemburu, tapi aku belum memilikinya, aku harus tenang. Aku kembali menuju garasi untuk mengambil barang belanjaan yang sebelumnya belum sempat ku ambil, aku memisahkan barang-barang keperluan pribadi dengan barang-barang yang akan kuberikan untuk Syafina. Sebelum berangkat, ku sempatkan sekali lagi untuk bercermin, melihat dan memastikan bahwa kondisiku tak memperlihatkan wajah seorang perempuan yang telah menangis. Kutarik nafas dalam dan mengembuskannya secara perlahan, cara ini memang cukup ampuh untuk menenangkan diri ketika dalam keadaan tertekan. Setelah yakin dan siap, ku langkahkan kaki dengan percaya diri untuk menghadapi apa yang akan terjadi.

DUDA? Hot Daddy (Eps.1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang