6. Lara Syafina

2.8K 92 11
                                    

"Sayang bangun, udah siang."

Tak biasanya Syafina bangun terlambat, waktu telah menunjukkan pukul 06.49 namun ia masih terlelap dalam tidurnya. Ku dekati dan bermaksud mengusap serta membelai dahi serta rambutnya.

"Astaga."

Aku tersentak ketika mengusap kening Syafina, tubuhnya panas dan mungkin itu alasan Syafina belum terbangun dari tidurnya saat ini.

"Sayang, bangun."

Dengan lembut aku mencoba membangunkannya untuk sarapan dan sesegera mungkin minum obat, Syafina terbangun dengan kondisi tubuh lemah lalu kemudian merengek.

"Ayah."

Ia merajuk. Aku segera menggendong dan menimangnya lalu membawanya ke dapur untuk sarapan dan minum obat agar demamnya bisa segera turun. Aku selalu menyediakan obat-obatan dalam kotak p3k, sekadar untuk berjaga-jaga ketika aku atau Syafina sakit. Sambil tetap menggendongnya, aku menyiapkan roti tawar untuk sarapan karena yang ku tahu perut tak boleh kosong ketika kita harus minum obat, akan berbahaya untuk lambung serta organ tubuh lainnya, apalagi Syafina masih termasuk balita. Setelah mengolesi selembar roti tawar dengan selai cokelat kacang kesukaanya, aku melipat roti tersebut dan menyuapkannya pada Syafina, namun ternyata dia menolak untuk disuapi.

"Gak mau."

Syafina menggeleng lalu kembali merengek. Aku tak langsung memaksanya untuk makan, pelan-pelan aku mencoba memberinya pengertian.

"Sayang, kalau kamu gak makan nanti gak bisa minum obat loh."

Kucoba kembali menyuapkan roti tadi yang masih ada di tangan kanan, namun Syafina masih tetap dengan pendirian untuk tak mau makan.

"Sayang, kalau kamu gak minum obat nanti gak sembuh-sembuh loh, kalau nanti kamu gak sembuh-sembuh nanti kamu ayah bawa ke rumah sakit terus tangannya nanti ditusuk jarum infus, mau gak?"

Syafina terdiam sejenak, mungkin ia membayangkan tentang apa yang ku ucapkan tadi karena pada akhirnya ia mau memakan roti selai yang ku buat sebelumnya, walaupun tak sampai habis tapi ku rasa cukup untuk untuk sekadar mengisi perutnya yang masih kecil.

"Habis ini minum obat ya."

Aku mendudukkan Syafina di kursi meja makan dan ku tinggal untuk mencari obat pereda demam untuk anak-anak yang biasanya selalu tersedia pada kotak p3k di rumah, namun sayang aku tak menemukannya, mungkin aku lupa membeli obat karena Syafina jarang sekali sakit. Dalam kondisi seperti ini aku harus pergi ke toko yang tak jauh dari kompleks untuk membeli obat penurun demam untuk anak-anak. Namun sebelum itu aku membawa Syafina lebih dulu kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

"Sayang tunggu sebentar ya, Ayah mau beli obat dulu ke toko yang ada di depan."

Syafina mengangguk pelan, wajahnya mulai pucat dan kurasa suhu tubuhnya bertambah panas. Aku bergegas menuju ke toko dengan hanya berjalan kaki, karena memang toko itu tak jauh dari kompleks rumah. Cukup dengan lima menit aku sudah kembali berada di rumah dengan membawa obat penurun panas untuk anak-anak.

"Sayang, minum obat dulu ya."

Kali ini Syafina tak menolak untuk minum obat, mungkin ia masih ingat apa yang akan terjadi kalau ia tetap tak mau untuk minum obat.

"Anak Ayah pinter, gak pahit kan?"

Syafina tersenyum, rasa obat untuk anak kecil memang dirancang agar rasanya seperti rasa buah-buahan atau rasa manis untuk mengatasi anak kecil yang susah minum obat. Selain meminum obat, aku juga membeli obat penurun panas yang saat ini sedang aku tempelan di dahi Syafina, semoga dengan di obati dari luar dan dalam bisa dengan cepat menurunkan demamnya.

DUDA? Hot Daddy (Eps.1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang