Kejutan Ulang Tahun

197 7 0
                                    

Tiga bulan berlalu, Kara tidak pernah pulang untuk memenuhi permintaan ibunya. Bahkan rencananya pulang untuk menjemput adiknya dibatalkan. Kara tenang-tenang saja di sekolah baru dan suasana baru ia dapatkan. Kara yang pertama kali dikenal Musda pun jauh berbeda dengan Kara yang sekarang.

Satu hal yang tidak berbeda adalah tatapan Kara setiap kali Arham datang untuk menemui Ayu. Kara seperti selalu memperhatikan Arham dengan sangat lekat, mencari sesuatu atau ingin memastikan sesuatu tentang pria itu.

"Pulang sekolah kita jalan yuk." Ajak Musda.

"Boleh, kemana? Sama siapa?" Tanya Kara.

"Jalan aja, berdua."

Kara mengangguk setuju. Mereka berjalan menuju kelas. Saat sudah menggendong tas untuk keluar, mereka berpapasan dengan Afkar.

"Mus, aku balik ya. Maaf nggak bisa nganter kamu, soalnya aku ada urusan."

"Mus, Mus. Emang aku Mustakim. Nyingkat nama orang seenak jidat." Gerutu Musda kesal.

"Yaudah, aku juga mau jalan sama Kara. Kamu pergi sana, awas aja setelah ini aku dibuang sama kesibukan kamu itu." Lanjut Musda menarik Kara mengikutinya.

Musda dan Kara berjalan-jalan sampai mentari tenggelam. Setelah matahari terbenam, mereka singgah di sebuah masjid. Setelah selesai Musda mengajak Kara untuk makan malam sebelum mereka pulang. Atas petunjuk Musda, Kara berjalan memasuki sebuah kafe dengan nuansa gelap. Terlihat hampir semua kursi terisi penuh, kecuali sebuah kursi yang ada di meja dekat dengan panggung kecil.

Kara akhirnya duduk, dan memesan makanan bersama Musda. Bukannya makanan yang datang, dia atas nampan ada papan kecil yang bertuliskan ucapan Happy Birthday. Terlihat sangat jelas dengan karena papan kecil tersebut dihiasi lampu kecil yang membuat tulisannya terlihat sangat jelas di suasana kafe yang gelap.

Kara terkejut, tapi melihat Kara Musda yang duduk di hadapannya tersenyum, Kara akhirnya menyadari bahwa semua yang terjadi sudah dalam perencanaan Musda. Tidak biasanya mereka jalan tanpa ditemani Afkar, namun tiba-tiba mereka hanya jalan berdua. Harusnya Kara menyadari hal itu.

Kejutan lain datang saat kue ulang tahun untuk Kara datang. Dari kegelapan, wajah orang yang membawa kue ulang tahun untuk Kara hanya disinari lilin. Membuat Kara menunggu untuk mengetahui siapa yang membawa kue untuknya.

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga." Ayu berdiri tepat di samping orang yang membawa kue yang tersenyum kepada Kara.

Orang yang membawa kue tersebut adalah Arham, orang selama ini selalu Kara perhatikan setiap kali Arham membawa bekal makan siang untuk Ayu.

"Spesial loh Kara, aku datangkan langsung orang yang bawa kuenya buat kamu. Harus nego panjang, baru dia mau datang." Kata Musda tersenyum menyenggol bahu Kara melihat Kara terkejut dengan keberadaan Arham di tempat itu.

"Tiup lilinnya dong, laper nih." Goda Afkar.

Anggar yang juga ada ditempat itu tersenyum melihat tingkah Kara. Setelah tiup lilin, potongan kue pertama tetap Kara berikan pada Anggar, orang yang sudah menjadi kakak baginya. Selanjutnya kepada Musda dan Afkar. Tidak ada potongan kue untuk Arham.

Yang baru Kara sadari adalah semua pengunjung kafe yang tadinya tidak terlihat wajahnya adalah teman-teman kelasnya dan teman-teman bimbingan belajarnya. Kara melihat Anggar, ia yakin kejutan untuknya berasal dari satu orang itu. Menyadari tatapan yang diarahkan padanya, Anggar mendekat."

"Kali ini kamu harus tau kalau aku tidak terlibat apa-apa dalam acara ini selain sebagai tamu undangan." Anggar menganggat kedua tagannya.

"Lalu?" Kara menaikkan alisnya.

"Kemarin aku jalan sama Ayu, cari kado buat kamu. Tau-taunya Ayu, berkabar ke dua orang sahabat kamu. Semua ini rencana mereka dan aku baru tau saat kamu jalan sama Musda. Baru aku bantu Afkar bikin semua persiapan ini." Jelas Anggar.

Saat Kara memeluk Musda, Musda membisikkan sesuatu yang membuat Kara tersenyum malu-malu.

"Selama ulang tahun ya." Ucap seseorang mengulurkan tangannya pada Kara.

Kara berbalik dan menjawab uluran tangan dari Arham.

"Terimakasih."

"Arham Haris, saudara kembarnya Ayu."

"Kara, salam kenal kak Arham. Terimakasih sudah datang dan direpotin sama dua sahabat aku." Kara menatap Anggar dan Musda secara bergantian.

"Bukan masalah, lagian kami juga berteman. Jadi kalau urusan begini bukan masalah besar." Jawab Arham melihat Kara terlihat canggung dengan kedatangan Arham.

Hampir selama acara berlangsung, Kara terus diledek bersama Arham. Karena bagi mereka, mereka pasangan serasi. Tapi di lain meja, ada juga mulut yang sangat senang membicarakan kecocokan Afkar dengan Kara. Intinya pada malam itu, Karalah bintangnya.

"Udah jam delapan, aku sama Arham, pulang ya. Sudah dicariin sama orang rumah." Pamit Ayu pada Kara.

"Terimaksih ya kak, untuk kejutannyanya." Ucap Kara menatap Ayu dan Arham bergantian.

"Kenapa buru-buru sih kak, bilang aja sama bunda lagi jalan sama calon adik. Iya kan Kara." Musda kembali menggoda Kara.

"Hus, diam kamu. Nggak usah dengerin Musda, kak. Mabuk tuh dia, makanya asal ngomong."

Acara perayaan ulang tahun kara berlangsung tidak lewat dari jam sembilan malam. Kara harus pulang cepat, karena sudah menjadi pesan ibunya untuk tidak keluar rumah sampai pukul sembilan malam.

* * *

Hal lain berlanjut setelah perayaan ulang tahun Kara. Terlibatnya Arham dalam rencana yang dibuat Musda dan Afkar membuat Arham yang mulai menyapa Kara. Ketika Musda menganggap hal sebuah kemajuan, Kara malah tersenyum bangga karena merasa ada tujuan yang hampir ia capai.

"Cie, yangudah berani sapa-sapaan sama Kak Arham." Ledek Musda.

"Harus bagaimana aku bilang ke kamau kalau dia bukan tujaun aku. Ada banyak hal yang tidak kamu mengerti, tapi suatu hari nanti pasti akan kamu mengerti. Aku punya hal yang lebih penting aku selesaikan dibandingkan memikirkan sejauh mana kemajuan yang kamu fikirkan."

"Siapa kamu sebenarnya?"

Kara mengangkat alisnya mendengar pertanyaan Musda.

"Kenapa setelah kamu datang, Afkar, seperti baru menemukan kamu. Akan jadi penasaran siapa kamu sebenarnya?"

"Seandainya Afkar, orang yang mudah jatuh cinta, dia akan jatuh cinta sama aku. Tapi kamu tau kalau Afkar, tidak semudah itu meletakkan hatinya sembarangan, lalu kenapa kamu khawatir?"

"Aku percaya Afkar, tidak akan jatuh cinta semudah itu sama kamu. Aku kenal dia, dan aku tau kepada siapa hatinya akan dia berikan. Yang aku takutkan, kamu melakukan sesuatu padanya yang membuatnya terluka. Aku tidak akan terima itu."

Pembelaan yang dilakukan Musda membuat Kara melukiskan senyum di bibirnya. Senyum yang tidak dapat diartikan. Tidak siapapun, bahkan tidak oleh Kara sendiri.

* * * 

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang