Sedikit Mengalah

105 1 0
                                    

*Author POV*

Pagi yang cerah di hari libur sekolah. Kara bersama ibunya duduk santai ruang keluarga. Di waktu-waktu seperti biasanya Aliya mendapatkan keluarga yang cukup baginya, tanpa kehadiran Haris selama lima tahun.

"Kamu liburnya sampai kapan?" Tanya Rianti.

"Dua minggu lagi ma."

Lama duduk, akhirnya Kara berdiri meraih tas kecil yang ternyata sudah ada di sampingnya.

"Ma, Nia pergi dulu ya. Udah hampir siang." Ucapnya mencium pipi Rianti.

"Loh kamu mau kemana? Ini masih jam delapan?" Tanya Rianti.

Saat Kara diam tak menjawab, akhirnya Rianti mengerti. Dalam beberapa detik wajahnya berubah menyiratkan sebuah perasaan khawatir yang langsung terbaca oleh Kara.

"Mama nggak usah khawatir. Nia baik-baik aja. Oh iya, Nia pulang malam soalnya ada pengajian di rumah abang." Nia kemudian mendekati adiknya lalu menciumnya sebelum pergi.

"Kakak nyonya, beliin Aya kue coklat ya." Teriak Aliya saat Kara sudah menuruni tangga.

Sesaat setelah Kara keluar dari pagar, dari arah yang berbeda mobil Arham juga memasuki pekarangan rumah megah itu. Arham datang bersama Hana dan Ayu. Seperti kemarin, setelah menemui Rianti, Arham langsung pergi dan bermain dengan Aliya.

"Hari ini Aliya mau jalan-jalan gak sama kakak?" Tanya Arham sambil menggendong Aliya di punggunya menuruni tangga.

"Iya, tapi tunggu kak Nia pulang dulu. Aya mau jalan-jalan kalau ada kak Nia juga ikut." Jawab Aliya.

Mendegar Aliya mengatakan bahwa Kara sudah tidak di rumah membuat Ayu penasaran kemana gadis itu pergi di hari yang belum siang itu.

"Nia kemana ma? Kok tadi Aliya bilang dia tidak di rumah." Tanyanya.

"Pergi, mama juga nggak tau kemana? Dia pamitnya pergi aja." Jawab Rianti yang membuat Hana dan Ayu mengangkat alis sekana meragukan sesuatu.

Namun keduanya tidak larut untuk membicaraan hal itu lebih lanjut. Bagi mereka, terutama Hana, ada pertanyaan yang belum ia tanyakan. Pertanyaan yang tidak lain adalah tentang Aliya. Siapa anak perempuan kecil itu yang sangat terlihat sangat menyayangi Kara.

Tidak ada yang tau siapa Aliya selain Arham yang sebelumnya sudah berkomunikasi dengan Rianti sebelum pertemuan mereka. Haris bahkan belum pernah mengetahui tentang kehadiran Aliya sebagai anak bungsu dari pernikahannya dengan Rianti. Awalnya Haris sudah menduga kalau Rianti juga telah menikah. Namun untuk memperjelas semuanya, hanya Hana yang berani bertanyahal itu pada Rianti.

Namun ada hal yang membuat Rianti masih enggan membicarakan itu. Melihat kondisi Hana yang sedang hamil muda, masih rentan jika harus dihadapkan pada pikiran-pikiran berat. Karena Rianti yakin, Hana pasti akan menerima beban yang berat ketika tau tentang Rianti yang sampai saat itu masih berstatus istri sah Haris Pradipta. Pasti akan ada pikiran-pikiran aneh dan konyol yang akan terlintas dari Hana. Dan bisa saja itu membahayakan kandungannya bahkan sampai pada pernikahannya dengan Haris.

* * *

Kara baru memasuki rumahnya pada pukul sepuluh lewat. Tangannya membawa beberapa tentengan di tangannya. Ia langsung menuju dapur dan menemui seseorang.

"Mba Nani, Aya udah tidur?"

"Belum mba, dia masih main di ruang keluarga sama yang lain."

Kara mengangguk, ia paham siapa yang ada di sana.

"Aku bawa ini ke atas buat Aya, mba tolong siapin sisanya buat yang lain ya." Kara meninggalkan dapur, sementara Nani menyiapkan makanan yang dibawa oleh Kara.

Tiba di ruang keluarga, Kara langsung duduk di samping Rianti sambil menyembunyikan kuenya.

"Kakak, kue buat Aya mana?" Tanya Aliya.

"Kue apa?" Tanya Kara mengerutkan dahinya.

"Ih kakak mah gitu, kan tadi Aya udah pesen pas kakak mau pergi. Kok sekarang kakak jadi jahat sama Aya. Udah nggak sayang lagi ya sama Aya." Aliya berlari memeluk Rianti.

"Mama, kakak nggak sayang lagi sama Aya. Kue aja nggak dibeliin. Lama-lama Aya dibuang tuh sama kakak." Lanjut Aliya sambil menghapus air matanya.

"Emang enggak sayang."

Kalimat Kara semakin membuat Aliya bersedih. Sampai setelah melihat Nani datang membawa kue, Kara baru memberikan kuenya pada Aliya.

"Kamu dari mana, kenapa pulangnya malam sekali?" Hana akhirnya berani bertanya setelah sejak pertama kali mengetahui bahwa Kara adalah Nia mereka belum pernah bicara.

Kara tidak langsung menjawab, ia diam sebentar, menarik nafas panjang lalu menghembuskannya.

"Habis dari pengajian, peringatan tiga tahun meninggalnya ayah." Jawabnya tanpa berani menatap perempaun yang dulu pernah sangat menyayanginya.

"Jadi kamu pulangnya sendirian?" Tanya Hana lagi.

"Di antar abang, tapi cuma sampai pagar." Jawabnya.

"Oh iya, tadi Anggar bilang kamu sempet sakit waktu sore. Waktu mama tanya, dia nggak bales lagi pesan mama. Baca juga enggak. Kenapa?" Tanya Rianti.

"Nggak apa-apa kok ma. Nggak usah khawatirlah sama Nia."

Tidak lama, wajah Nia udah menunjukkan bahwa tubuhnya sudah lelah. Dan akhirnya mereka semua membubarkan diri. Aliya sudah dibawa oleh Nani untuk tidur di kamarnya sendiri.

"Malam ini sampai satu minggu ke depan, mereka nginapnya di sini dulu. Soalnya papa lagi ke luar kota. Kamu nggak apa-apa kan?" Tanya Rianti, takut kejadian kemarin saat Kara tiba-tiba marah dan mengamuk.

Kara mengangguk setuju.

"Nggak apa-apa juga kan kalau kita semua tidurnya dalam satu kamar aja. Soalnya mama masih banyak yang mau diceritain sama bunda. Kak Ayu juga maunya tidur sama mama."

"Iya ma, lagian anak mama bukan cuma aku sama Aya."

Rianti terkejut saat tiba-tiba Kara berubah dari yang selama ini menganggap hanya hidup bertiga, kini malah mulai menerima kembali dua saudaranya. Mungkin Anggar sudah berhasil membuat Kara mengerti.

'Dengan begini mama akan punya kesempatan untuk menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi selama lima tahun ini nak.' Batin Rianti sambil berjalan menuju kamarnya.

* * *

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang