Bingkai Masa Lalu

130 5 1
                                    

*Author POV*

Persiapan yang harus dilakukan oleh peserta olimpiade sain se-Indonesia Timur sisa dua minggu lagi. Di waktu-waktu itu, mereka semua lebih santai melakukan persiapan.

"Mau langsung pulang?" Tanya Anggar pada Kara melihat gadis itu pulang lebih awal.

"Nggak, aku mau ke rumah sakit dulu." Jawabnya.

"Mau ngapain ke rumah sakit?" Anggar berdiri mendekati Kara.

Kara menatap Anggar sejenak, mungkin tidka ada yang harus ia tutupi dari kakaknya itu.

"Kemarin aku penasaran mama sakit apa, sampai sekarang belum diizinkan keluar dari rumah sakit. Makanya aku ambil obatnya mama untuk diperiksa di sini. Hari ini aku mau ambil hasilnya."

Anggar sempat tersentak lalu memaksakan untuk mengantar Kara ke rumah sakit.

"Kenapa di antar sih, ka aku bisa sendiri."

"Ya nggak apa-apa, aku mau aja."

Setelah beberapa lama diam, Anggar kembali mengajak Kara untuk bicara serius.

"Aku sudah jenguk mama di rumah sakit, hari itu mama bicara bicara banyak sama aku. Termasuk meminta aku untuk terus mengingatkan kamu agar tidak salah mengambil langkah."

Kalimat Agggar didiamkan oleh Kara, tapi Anggar tau ia tidak akan punya kesempatan lagi untuk bicara banyak pada Kara. Karena gadis itu selalu menghindari pembicaraan mengenai beberapa hal. Selagi memiliki kesempatan, Anggar tidak akan menyia-nyiakannya.

"Mama pesan sama aku untuk tidak membiarkan kamu balas dendam."

Kara masih tidak menggubris kalimat Anggar, sampai Anggar meminggirkan mobilnya.

"Bagaimana kalau kita tidak usah ke rumah sakit, kamu tidak perlu mengambil hasil tes obat mama." Usul Anggar.

"Kenapa? Aku yakin mama menyembunyikan sesuatu dari aku. Aku tidak mau menyesal kalau aku tidak tau apa-apa tentang mama."

Anggar lalu diam, tapi mobilnya tidak kunjung ia kembalikan ke jalan. Ia terlihat berfikir.

"Kita ke rumah sakit sekarang atau aku pergi sendiri!" Kara sudah mengancam akan keluar dari mobil Anggar.

Tanpa berkutik, Anggar membawa mobilnya menuju rumah sakit yang ditunjukkan oleh Kara sebelumnya. Mereka tidak butuh waktu lama untuk tiba di rumah sakit, dan tidak mengambil waktu yang lama di rumah sakit karena Anggar segera membawa Kara pergi.

"Mana hasilnya." Pinta Kara.

"Kamu hanya akan lihat hasilnya setelah kita bicara. Ada pesan yang harus aku sampaikan sama kamu dari mama, yang seharusnya aku sampaikan sejak dulu."

*Kara POV*

Aku tidak tau apa saja yang sudah kak Anggar ketahui. Mendengar dia sendiri yang bilang ada pesan yang seharusnya dia sampaikan dari mama, aku yakin tau lebih banyak dari yang aku bayangkan. Tapi hal itu juga semakin memperkuat keyakinanku bahwa ada sesuatu terhadap mama. Ada hal yang lebih mama takutkan dari aku akan balas dendam dan aku yakin itu menyangkut aku dan Alia.

Sudah hampir satu tahun terakhir mama meminta aku pulang. Mama ingin aku mendengarkan sesuatu. Tai setiap kali mama bicara tentang papa, aku selalu menghindarinya. Aku tau mama sudah sangat berusaha keras agar aku mendengarkan dia walau hanya sekali. Tapi aku merasa berat, aku terlanjur sakit hati setelah apa yang aku saksikan langsung bersama mama.

Lima tahun lalu, saat aku dan mama pulang dari perjalanan kerjaan mama. Kami tiba di rumah, tepat saat papa mengucapkan ijab qabul. Aku dan mama menyaksikan sendiri kejadian itu. Tidak ada acara besar di rumah, hanya dihadiri oleh saksi dan keluarga inti yang aku yakin itu tidak lebih dari dua puluh orang. Aku bisa membayangkan bagaimana terlukanya mamahari itu. Sejak hari itu aku tidak pernah menemui papa dan menutup semua pembahasan tentang papa sampaiakhirnya Alia lahir.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang