Cinta Pertama'nya'

177 15 0
                                    

Kehadiran Syam seakan menjadi sebuah pertanda ada cinta yang bersemi antara anak SMA dengan anak anak SMK. Bukan masalah sebenarnya, jika yang terlibat memang hanya mereka berdua. Tapi kita mungkin lupa tentang Syam, dia orang pertama yang membuat Kara tersenyum.

Di hari saat Kara diminta untuk mengisi bimbingan geografi, Syam tiba-tiba datang saat Kara sedang asik menulis di papan tulis. Tidak siapapun yang tau maksud kedatangan Syam ke ruangan kelas XI A tempat kara mengajar hari itu.

"Kara aku mau bicara sama kamu." Pinta Syam.

"Bisa tunggu aku selesai dulu Syam, sedikit lagi."

"Tidak usah pergi. Kamu lanjutkan menulisnya dan aku juga akan bicara di sini."

Syam sedikit menarik nafas sebelum bicara. Kata pertama yang Syam sebut adalah nama Kara, namun suaranya menjadi sangat kecil sehingga hanya bisa terdengar oleh Kara. Lalu kalimat selanjutnya yang ia ucapkan juga sangat kecil dan hanya terdengar oleh Kara.

"Aku tidak tau siapa kamu dan bagaimana masa lalu atau kisah kamu sebelum kamu datang ke sekolah ini. Mungkin kamu pernah punya hubungan dengan seseorang, mungkin kamu pernah suka atau sedang suka sama orang. Aku tidak perduli apa yang pernah terjadi dan tidak aku ketahui. Yang aku tau, sejak pertama kamu perkenalkan nama kamu di kelas, aku suka liat kamu. Aku suka tatapan kamu, senyum pertama kamu, kamu seperti rahasia yang tidak berani aku dekati untuk mencari tau. Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan adalah menatap kamu dari jauh, mengamati kamu untuk tau apa yang kamu inginkan dan butuhkan."

Kara menyimak semua yang dikatakan Syam, namun dia tetap melanjutkan tulisannya di papan tulis. Membiarkan Syam bicara tanpa membuat siapapun curiga tentang pembicaraan mereka.

"Aku tidak tau kapan ulang tahun kamu, aku tidak memberi kamu kejutan atau ucapan secara khusus di hari ulang tahun kamu. Kamu tau? Aku bahkan iri melihat dengan mudahnya kamu dekat dengan Afkar, padahal aku yang sekelas sama kamu, aku yang lebih banyak duduk di ruangan yang sama sama kamu. Aku fikir hanya akan bersaing dengan Afkar, tapi tidak. Aku takut melihat ada Arham yang datang. Aku tidak tau bagaimana cara yang benar untuk bilang sama kamu, tapi rasanya aku tidak rela melihat banyak orang yang berusaha mendekati kamu. Entah aku cemburu atau bagaimana, maaf kalau salah, tapi aku mau kamu tidak tertarik sama mereka dan hanya menatapku. Aku janji akan menjadi orang yang paling bisa kamu percaya, aku mau kamu jalan sama aku, kita sama-sama, berdua terus. Aku mau kamu jadi pacar aku."

Kalimat terakhir yang Syam ucapkan membuat Kara menatapnya. Yang terjadi diluar dugaan Kara.

Kara berjalan mendekati meja guru tempat Anggar, Ayu dan Afkar duduk.

"Afkar, tolong kamu lanjutkan. Aku keluar dulu." Kara memberikan spidol kepada Afkar.

Langkah Kara dikuti oleh Syam keluar. Setelah menemukan tempat yang tepat untuk bicara berdua, Kara menghentikan langkahnya.

"Kara, apa jawaban kamu?" Tanya Syam.

"Aku tidak pernah memikirkan kamu akan mengatakan ini. Aku terkejut kamu melakukan ini. Tapi maaf, aku tidak bisa memenuhi keinginan kamu."

"Karena kamu berharap kalau Afkar, atau Arham, yang bilang ini sama kamu?"

Kara diam, ekspektasinya memang seharusnya adalah Afkar. Tujuan pertamanya adalah Afkar.

"Ada orang lain ya, yang mendahului aku." Lanjut Syam sambil tersenyum.

"Memang ada orang lain. Maaf karena aku tidak pernah bilang apa-apa tentang keberadaannya. Dia sudah lama ada dan sudah lama dia mendahului kamu Syam." Aku Kara.

"Bukan masalah, setidaknya aku sudah pernah bilang ini sama kamu. Suatu hari nanti, kalau kamu lelah, ingat aku. Aku akan selalu ada untuk kamu, kamu yang pertama buat aku dan aku tidak ingin cinta pertamaku dilukai orang lain."

Kara diam, ada dua hal dalam bayangannya. Syam benar serela itu, atau Syam akan tetap maju lewat jalan lain. Sungguh sebuah pertanyaan baginya. Karena bagaimanapun, seseorang memang telah ada untuk Kara. Mengiyakan perkataan Syam, berarti ia telah berhianat. Jadi tidak salah, setidaknya Kara juga telah dengan jujur mengatakan keberadaannya, meski tak menyebutkan siapa sosok tersebut.

* * *

"Kamu yang pertama buat aku dan aku tidak ingin cinta pertamaku dilukai orang lain."

"Kamu yang pertama buat aku dan aku tidak ingin cinta pertamaku dilukai orang lain."

"Kamu yang pertama buat aku dan aku tidak ingin cinta pertamaku dilukai orang lain."

Kalimat itu terus terngiang di telinga Kara saat Kara berjalan masuk kembali ke dalam kelas bimbingannya. Saat Afkar sedang menjadi tutor, Kara duduk diam menatap meja di hadapannya. Kalimat yang diucapkan Anggarterus terngiang di telinganya.

"Kamu yang pertama buat aku."

"Kamu yang pertama buat aku."

"Kamu yang pertama buat aku."

Lama-lama yang tersisa hanya penggalan kalimat itu. Kamu yang pertama. Penggalan kalimat itu begitu berkesan untuk Kara. Sampai Kara akhirnya berdiri mengambil tasnya dan memilih pergi.

Kara hanya menepuk punggung Afkar saat akan meninggalkan kelasnya.

"Aku pergi ya."

Saat berjalan keluar menuju taksi yang sudah Kara pesan, Anggar menahannya.

"Mau kemana kamu?"

"Aku harus pergi dulu, aku ada janji ketemu orang."

"Naik apa?"

"Pulang ke rumah naik taksi online, nanti aku ke tempat janjian pake mobil. Jangan khawatir, mama tau apa aja yang aku lakuin selama di sini. Udah ya, aku jalan."

Anggar tidak mengikuti Kara lagi. Tapi giliran Ayu yang menyusul Anggar.

"Ngapain ke sini?" Tanya Anggar pada Ayu.

"Ngikutin kamu nyusul Kara, kayaknya ada yang aneh setelah dia bicara sama Syam."

"Kamu kenapa jadi perhatian begitu sama Kara?"

"Aku suka aja sama anak itu. Pertama kali Musda, mengenalkan kami aku langsung suka. Nggak tau kenapa. Aku semakin tidak yakin kalau dia adik kamu."

Anggar tersenyum mendengar Ayu tidak mempercayai hubungannya dengan Kara.

"Haruskah ada hubungan darah untuk dia menjadi adik aku? Dia memang bukan adikku, tapi kamu jadikan saja dia adik. Aku jamin kamu tidak akan menyesal."

"Teman dekat Musda dan Afkar, adalah adik aku."

Pembicaraan mereka usai. Adik kakaknya Anggar dan Kara tanpa ikatan apapun. Selama ia bisa, Anggar akan selalu menjadi kakak untuk Kara. Tapi di luar keduanya, tentu akan ada saja orang yang meragukan hubungan adik-kakak keduanya. Namun mereka tetap berhak memilih hati yang akan mereka tempati untuk berlindung nantinya. Hubungan tetaplah sebuah kesepakatan, yang kapan waktu bisa berubah atau tetap bertahan sebagai sebuah kebiasaan.

Pembaca yang baik, jangan lupa komen dan beri suara ya. Biar Author semangat nulisnya. Terimakasih sebelumnya :)

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang