Air Mata di Masa Lalu

136 6 0
                                    

*Rafif POV*

"Maaf tapi aku butuh waktu . . . ."

Dia mengambil langkah pergi meninggalkan aku dan Amanda. Aku tidak akan mengejarnya, dia butuh waktu. Melihatnya begitu jadi sangat menyakitkan bagiku. Aku akui aku memang salah meninggalkan dia, seandainya aku sengaja dan bisa menjelaskan apa alasannya, mungkin kamu tidak akan seperti ini.

"Amanda, kenapa lo nggak ngejar Stella?"

"Karena ini tentang pilihannya sendiri, dia yang harus menjalaninya. Aku juga tidak bisa memaksakan dia karea aku juga tidak bisa memilih antara kakak dengan dia."

Mungkin aku beruntung medapatkan mendapatkan Kara yang memiliki sahabat seperti Amanda. Awalnya aku fikir Amanda akan memihak Kara sebagai sahabatnya, atau memihakku sebagai calon kakaknya. Namun ternyata Amanda hadir menunjukkanku cara yang berbeda dalam menjalin hubungan bersama seseorang.

Sesaat setelah Stella meninggalkanku, aku menyadari sesuatu dari perkataannya tadi. Dia bilang ingin menata hidup yang baru, apa mungkin dia sedang dalam usahanya untuk melupakan aku. Tidak ! ! ! Tidak akan kubiarkan Stella melakukan itu. Aku yakin tidak ada yang mampu menjaganya lebih dari aku. Tidak ada yang bisa memahami dirinya lebih dari aku. Dan aku sudah berjanji tidak akan membiarkan siapapun menyentuh hidupnya dan sampai membuatnya mengangis.

Satu hal yang harus aku pastikan adalah Stella tidak akan pernah berfikir untuk menggantikan aku dengan siapapun. Aku tidak akan rela.

* * *

*Author POV*

Setelah melewati masa ujian semester, sisa-siswi yang akan mewakili SMA Jubel sudah belajar rutin dalam sebuah tim besar. Mereka sharing tentang apa yang tidak mereka pahami, terkadang mereka kumpul di masjid dan belajar secara kelompok sesuai mata pelajaran pilihan mereka. Untuk mata pelajaran geografi, Kara, Ayu dan Anggar duduk bersama. Selain mereka bertiga,mereka lebih sering berkumpul bersama anak mata pelajaran kebumian untuk menguatkan pemahaman mereka.

Saat sedang asik belajar, salah Amel datang membawa sekantong minuman dan makanan ringan titipan dari guru pendaping olimpiade mereka.

"Nih, ada cemilan dari Pak Andi, katanya biar kita semangat. Amel meletakkan kantongan yang dibawanya di antara siswa-siswi yang sedang belajar.

Yang bergerak cepat selalu siswa laki-laki, sementara siswi perempuan akan menunggu sampai siswa lain selesai mengambil bagian mereka.

Saat sedang istirahat itu, Kara meregangkan tubuhnya. Di saat yang bersamaan ia melihat Amanda melakukan hal yang sama. Saat pandangan mereka bertemu, mereka langsung tertawa. Amanda berjalan mendekati Kara dan duduk di samping Kara.

"Enaknya makan nih kalo gini."

Amanda memandangi Kara dengan kalimatnya, "kamu mah enak, banyak makan body kamu masih tetap kayak model. Nah aku cepet tembem nggak kayak kamu. Kamu dietnya gimana sih bisa gitu."

"Aku diet batin."

Tidak lama Rafif datang dan duduk di samping Amanda.

"Habis ini kita jalan bentar yuk."

Ajakan Rafif langsung mendapat balasan tatapan dari Amanda dan Kara.

"Yah, setelah ini aku pulangnya sama kak Anggar." Jawab Kara.

"Hah, Anggar? Emang nggak dimarahin Ayu kamu? Dia ngamuk sama kamu baru tau rasa."

"Kak Anggar . . . . katanya kalo Stella ikut kakak pulang bakalan dilabrak sama pacar kak Anggar . . . ." Teriak Amanda yang kebetulan hanya sisa mereka berlima di tempat itu bersama Ayu.

"Kara, Amanda. Tidak ada yang kenal nama Stella di sini. Sekarang semua harus pake nama Kara dulu ya." Kara memperingatkan Amanda.

"Ada apa sih di sini. Kenapa kamu tidak mau aku manggil kamu dengan nama Nia, Stella pun kamu rubah. Apa yang terjadi hm? Aku itu aneh dengan nama Kara, masa iya aku panggil kamu nyonya kayak dulu. Nanti kamu ngambek lagi."

"Amada, pokoknya nanti aku pasti akan cerita sama kamu." Kara cengengesan.

Anggar dan Ayu berjalan mendekat, Anggar duduk di samping Kara dan berhadapan dengan Rafif dan Amanda.

"Selain dekil, sekarang kamu juga makin nggak sadar kalau suara kamu nggak ada bagus-bagusnya, apalagi kalo lagi teriak. Ganggu tau nggak." Ejek Anggar pada Amanda.

Anggar memang paling sukan mengejek Amanda. Padahal kenyatannya Amanda memiliki suara yang cukup nagus. Bahkan sebelumnya, Amanda adalah vokalis di grup band waktu masih satu SMP dengan Anggar bahkan berlanjut pada band di SMA dengan personil yang tetap sama.

"Untung senior, kalo bukan udah aku jambak kak Anggar sekarang." Amanda semakin gemas untuk membalas semua ejekan yang diterimnya Anggar.

"Anggar, emang bener lo baliknya sama Kara?" Tanya Rafif tanpa basa-basi.

"Iya, gue balik sama dia."

*Kara POV*

"Ada apa lo balik sama Kara?" Tanya kak Rafif pada kak Anggar yang dibalas tatapan mengintimidasi dari kak Anggar.

Aku tidak ingin kak Anggar banyak tau dulu sekarang. Aku belum ingin ada orang lain yang tau selain aku dan Amanda tentang hubunganku di masa lalu bersama kak Rafif.

"Nanti malam ada pengajian untuk meninggalnya ibu di rumah kak Anggar. Makanya aku langsung ke sana." Kataku.

Amanda mengangguk, aku yakin yang mengerti hanya Amanda dan kak Anggar. Rasanya aku tidak perlu menjelaskan pada kak Rafif.

"Manda, kamu juga ke rumah ya nanti malam. Lo juga Fif, kamu juga ya Ayu." Ajak Anggar.

"Iya deh, ntar malam gue ke sana."

"Iya, aku juga akan ke sana."

"Amanda, gimana?" Tanya Anggar dan Kara bersamaan.

"Semuanya untukmu kawan-kawanku." Amanda tersenyum.

"Oh iya, kamu ajak Musda, sama Afkar sekalian. Biar dikenalin ke oma."

Aku membuka ponselku dan mengabari dua orang itu. Aku senang karena mereka langsung mengiyakan undanganku dalam beberapa detik saja. Mengingat mereka rasanya aku jadi ingin mengajak mereka jalan bersama Amanda. Ada banyak yang ingin aku perkenalkan pada Amanda di tempat ini. Hampir lima tahun Amanda bersamaku, dia satu-satunya yang memahamiku selain kak Anggar. Bahkan Amanda tau betul bagaimana hidupku setahun terakhir saat kak Rafif menghilang dariku. Amanda yang membawa kak Rafif kembali padaku.

* * *

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang